Seniman Harus Miliki Ciri Khas Dan Percaya Diri

Dilihat 7137 kali
Umar Chusaeni

BERITAMAGELANG.ID- Seniman baik itu pelukis maupun seniman tradisional, harus memiliki ciri khas tersendiri. Apalagi saat pariwisata bergeliat, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. "Harus memiliki ciri khas agar mudah dikenal sehingga ada nilai jual," ujar Ketua Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI), Umar Chusaeni, Jumat (28/8/2020). 


Umar yang juga pemilik Liman Jawi Art mengatakan, dulu seni di kawasan sekitar Borobudur cenderung monoton. Namun begitu kantong budaya banyak yang bergerak, mulailah seni di kawasan ini dikenal secara nasional. "Selain Oei Hong Jien (OHD) yang dilirik, Borobudur juga mulai dilirik terutama seni rupa," katanya.


Sedangkan untuk seni tradisional, menurut Umar, ada beberapa yang mulai muncul, seiring banyak resort dan hotel yang dibangun. "Karena hotel dan resort butuh mereka untuk mengisi kegiatan wisatawan yang datang atau menginap dan ingin melihat kesenian tradisional," kata Umar.


Hanya saja, imbuhnya, banyak seniman yang belum paham apa yang dimau wisatawan. "Padahal wisatawan kalau disuguhi seni yang monoton dengan durasi lama, mereka tidak bisa menikmati. Bayangkan sudah capek keliling, kemudian disuguhi seni yang monoton dengan waktu lama, jadinya pasti jengkel," ungkapnya.


Oleh karena itu, durasi bagi seni tradisional sangat penting diperhatikan. Misal seni Jathilan, menurut Umar, bila disuguhkan untuk wisatawan, tidak perlu durasi yang lama. Cukup 15 atau 20 menit. "Yang sepuluh atau lima belas menit untuk menampilkan gerakan yang atraktif, lima menit untuk kesurupan. Nah ini wisatawan suka, mereka juga dapat foto dari berbagai sudut, jadi jangan terlalu pakem," tandas suami dari perupa Yashumi Ishi asal Jepang.


Demikian juga dengan para perupa, Umar menandaskan agar mereka memiliki ciri khas sendiri. Dulu, para perupa cenderung melukis realis dan naturalis. Namun sekarang sudah berkembang menjadi lebih modern. Hal itu juga menjadi kebutuhan kolektor.


Seniman Borobudur, menurut Umar, juga semakin berkembang, seiring perkembangan pariwisata. Banyak wisatawan yang mulai tertarik seni rupa budaya Borobudur. "Wisatawan banyak yang bertanya-tanya, kalau nenek moyang mereka bisa menciptakan Borobudur, maka cucu-cucunya bisa menghasilkan seni apa," kata Umar.


Karena itu, seniman harus banyak berkarya bila mereka ingin maju. Mereka juga harus lebih sering berkomunikasi satu sama lainnya. Karena mereka tidak mungkin berkembang secara individual. "Misal ada seniman Jono kesini melukis pasar. Namun kalau punya ciri khas sendiri, maka coretannya akan berbeda. Karena akan memiliki identitas dan karakter sendiri. Kalau lukisannya sama dengan seniman yang lain, itu namanya tukang yang hanya sekedar memindahkan obyek kedalam lukisan," ucapnya.


Perupa yang memiliki ciri khas sendiri, maka akan lebih mudah dikenal oleh orang lain, baik itu kolektor, sesama seniman dan sebagainya.


Oleh karena itu, di dalam KSBI, dirinya selalu menekankan kepada para perupa, untuk memiliki identitas diri. Untuk menunjukkan identitas diri, seniman harus memiliki rasa percaya diri.


Umar menceritakan, dulu dia sempat tidak percaya diri dengan lukisannya. Dia banyak dicerca karena lukisannya dianggap aneh. "Namun saya bertahan dan tutup kuping tidak mau mendengarkan cercaan orang. Kini saya sudah memiliki identitas dan orang gampang mengenal lukisan karya saya," tuturnya.


Ia juga tidak putus asa ketika lukisannya tidak laku dijual. Yang pasti, ia tetap terus berkarya. "Saya melukis sejak tahun 1995, namun 11 tahun kemudian, lukisan saya  baru terjual," kata Umar.


Karena itu, ia berpesan kepada semua seniman di kawasan Borobudur, untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan terutama perkembangan pariwisata.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar