Svarga Bumi, Serpihan Surga Yang Terhampar Di Borobudur

Dilihat 4722 kali
salah satu spor foto yang ada di Svarga Bumi Borobudur Kabupaten Magelang

BERITAMAGELANG.ID - Satu lagi tempat wisata di Borobudur yang kini sedang viral dan banyak dikunjungi wisatawan. Berlokasi di desa Ngaran dan Gopalan Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, hanya lima menit dari candi Borobudur.


Dibuka pada 8 Agustus lalu, sudah ribuan wisatawan yang datang. Mereka sengaja ketempat ini untuk bisa menikmati pemandangan sawah. Namun yang tidak kalah penting adalah bisa berswafoto alias selfi dengan latar belakang sawah yang menghijau juga puncak candi Borobudur yang terlihat dari kejauhan.


Hebatnya, obyek wisata ini dibangun tanpa merusak lingkungan. Berkonsep alam, pertanian, ekologi, UMKM, pemberdayaan, sehingga bisa dikatakan Svarga Bumi adalah industri ekonomi kreatif.


Pungki, salah satu pengelola yang ditemui menjelaskan, latar belakang dibangunnya Svarga Bumi karena melihat potensi Borobudur yang luar biasa. Wisatawan saat ini masih fokus ke candi peninggalan dinasti Syailendra itu. Sehingga muncul ide untuk mengembangkan wisata alternatif.


Untuk membangun sarana wisata yang berkonsep alam, pengelola lebih dulu melakukan riset dalam waktu cukup lama sekitar satu tahun.


Akhirnya, ditemukanlah hamparan sawah yang sebenarnya kurang produktif karena merupakan sawah tadah hujan di desa Ngaran dan Gopalan, tidak jauh dari candi Borobudur. Lokasi ini berada di pinggir jalan dan banyak dilewati.


Pemandangan di sinipun indah luar biasa. "Kami sering lewat sini saat hujan ataupun kemarau, sehingga muncul ide untuk melestarikan alam dengan diberi nilai tambah atau value," ucap pria asli Boyolali ini.


Diberi nama 'Svarga Bumi' yang artinya serpihan surga di Bumi. "Karena di sini memang seperti surga, tempat yang indah alami ciptaan Tuhan. Borobudur adalah mutiara terpendam yang harus digali," imbuh Pungky.


Tidak perkara gampang saat melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk memaparkan konsep wisata sekaligus pelestarian alam. Pihaknya harus menemui para pemilik lahan, petani penggarap, perangkat desa, tokoh masyarakat setempat untuk 'kulo nuwun'. "Kita yakinkan kepada mereka bahwa wisata ini sekaligus untuk melestarikan alam. Pemilik masih bisa menikmati hasil panen, petani penggarap masih bekerja seperti biasa, masih ditambah lahan mereka kami sewa. Jadi tidak ada yang dirugikan, namun sama-sama saling menguntungkan. Yang penting adalah dampak ke masyarakat harus bagus," terang Pungky.


Yang masih menjadi tantangan adalah soal pengairan. Karena disini merupakan sawah tadah hujan, maka pihaknya harus selalu menjaga ketersediaan air. Hal itu sangat penting, karena konsep dari wisata ini adalah pelestarian alam. Pola tanam di atur sedemikian rupa, dengan tidak menanam padi dalam waktu yang bersamaan. "Jadi menanam secara bergantian namun berkesinambungan. Disini panen, disana tanam, ada juga yang tumbuh, sehingga selalu terjaga," katanya.


Pengelola membangun sekitar 22 spot selfi yang modern. Lahan sawah tidak terinjak-injak karena wisatawan bisa melaluinya lewat jalan yang dibuat dari kayu. Yang menjadi nilai tambah, wisatawan juga bisa melihat secara langsung petani yang menggarap sawah. "Jadi ada nilai edukasi bagaimana petani saat menggarap tanah. Saat ini tidak banyak masyarakat yang mau turun ke sawah untuk menanam padi," imbuhnya.


Lahan yang disewa seluas 4 hektar, terdiri lahan sawah 3 hektar dan satu hektar untuk parkir. Sekitar 60-70 persen, tenaga kerja merupakan warga Borobudur. Sedangkan 30 persen dari masyarakat sekitarnya.


Pihaknya juga ikut memberdayakan UKM. Warga akan di buatkan kios untuk berjualan tanpa dipungut biaya apapun. Bahkan pemuda desa setempat juga diberi kesempatan mengelola toilet, dengan standar yang sudah ditentukan oleh pihak manajemen. "Hasilnya 100 persen untuk mereka. Ini memang iktikad kita memberdayakan masyarakat setempat," imbuhnya.


Pihak pengelola juga menerapkan protokol kesehatan secara ketat di musim pandemi Covid-19 ini. Sebelum masuk harus di cek suhu tubuh, cuci tangan dan handsanitizer.


Selama masa ujicoba ini, dilakukan sistem buka tutup dengan pembatasan jumlah pengunjung. Bila didalam sudah menyentuh jumlah 150 orang, maka akan ditutup dulu, hingga nantinya ada space lagi untuk pengunjung masuk. Tiket tanda masuk ke Svarga Bumi relatif terjangkau, sambil melihat perkembangan selanjutnya.


Salah satu pengunjung, Eko asal Semarang mengaku sengaja datang setelah melihat foto yang di kirim temannya yang sudah lebih dahulu berkunjung. Ia kemudian mengajak serta istri dan keluarganya.


Yang tidak disangka, setelah mengunggah foto-foto di Svarga Bumi pada akun media sosialnya, banyak teman dan saudaranya yang tertarik dan memutuskan untuk berwisata di tempat ini.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar