Terkikisnya Tradisi Pernikahan Dini Warga Gunung Potorono

Dilihat 2759 kali
Warga Desa Pandanretno, Kajoran, Kabupaten Magelang di Rumah Dataku BKKBN.

BERITAMAGELANG.ID - Lingkungan dan faktor ekonomi membuat perrnikahan dini anak usia 16 tahun di Desa Pandanretno, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah sempat menjadi tradisi. Seiring meningkatnya pendidikan dan kesejahteraan masyarakatnya, cerita kelam dari dusun pelosok itu pun mulai luntur.

Secara geografis, desa paling barat di Kabupaten Magelang ini berada di pelosok. Kondisi alam yang keras telah membentuk karakter warga Desa Pandanretno hidup lebih mandiri, mereka menjunjung tinggi kerukunan dan persaudaraan antar pedusunan. 

Dengan alasan memperkuat tali persaudaraan itu, kebiasaan warga desa di dataran tinggi pegunungan Potorono ini akan menjodohkan anak-anak mereka saat usianya masih sangat muda, yakni 7 atau 8 tahun.

"Masyarakat sini tradisinya kan 'keguyub-rukunannya' sangat tinggi dan tali persaudaraannya sangat kuat. Secara tidak langsung anak-anak kami itu sudah sudah dijodohkan sebelum umur 7 sampai 8 tahun, sudah direncanakan bahwa besarnya akan dinikahkan dengan si A atau si B itu," kata Kepala Desa Pandanretno, Cipto kepada BeritaMagelang.id Selasa (17/07).

Fenomena pernikahan dini, menurut Cipto, berawal dari kesepakatan antar orang tua itu. Hingga saat ini, meski sudah berkurang, lembaran kelam itu masih terjadi.

"Kadang di suatu hari kan masih banyak anak kawin di usia dini karena keinginan orang tuanya yang segera untuk menjalin hubungan besanan, sehingga memaksakan putra putrinya untuk kawin dini itu," lanjutnya.

Sekitar 2.000 jiwa dari 700 Kepala Keluarga (KK) warga desa yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Wonosobo ini hidup dari bertani ladang. Hanya tanaman kayu dan palawija menjadi andalan di setiap musimnya. Sejak program Keluarga Berencana menyentuh warga, tradisi pernikahan dini mulai sirna.

Cipto menuturkan, dalam sepuluh tahun terakhir, tradisi kawin muda itu sudah mulai luntur. 

"Untuk periode saya yang kedua ini (menjabat Kepala Desa) sedikit demi sedikit hilang. Bukannya berkurang lagi tapi agak hilang," tutur Cipto.

Hal itu seiring meningkatnya pengetahuan dan kesadaran warga. Anak-anak mendapat pendidikan layak 9 tahun.

"Mungkin orang tua orang tua yang ada di desa kami sekarang sudah sadar dengan adanya pendidikan dan resiko pernikahan dini itu," ungkapnya.

Penempatan Rumah Dataku dari program lintas sektor Pemerintah dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Desa Pandanretno telah merubah pola kesadaran warga untuk lebih sejahtera.

Saat ditemui BeritaMagelang.id saaat peluncuran Rumah Dataku di Desa Pandaretno, Selasa (17/07), Deputi Bidang Keluarga Berencana BKKBN RI, Dwi Listyawardani mengungkapkan bahwa terjadinya pernikahan dini itu dipicu oleh beberapa faktor, antara lain ekonomi, pendidikan, pergaulan dan faktor agama.

"Jadi banyak sekali faktor taktor itu yang perlu kita perbaiki. Salah satunya yang sangat strategis yaitu faktor pendidikan untuk anak perempuan karena kalau anak perempuan bisa lulus SMA dia sudah mencapai usia 19 tahun yang secara otomatis bisa mendewasakan perkawinan," ungkapnya.

Upaya lain yang dilakukan BKKBN adalah dengan memfasilitasi serta menyediakan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) di setiap Kampung KB dan Rumah Dataku.

"Peran PIK Remaja itu dari dan oleh untuk remaja, terutama tentang 3 bahaya pokok yang mengancam kehidupan remaja, pertama narkoba, kedua pergaulan bebas pola pacaran yang semakin bebas, dan pernikahan dini yang kita harapkan bisa dihindari itu," pungkasnya.


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar