Cegah Kerusakan Lingkungan Alam dengan Pertanian Organik

Dilihat 116 kali

Ramainya isu kerusakan lingkungan alam akhir-akhir ini mengingatkan kita kembali untuk mencintai alam semesta. Sadar ataupun tidak, selama bertahun-tahun dengan alasan modernisasi, kita telah mengeksploitasi alam sekaligus merusaknya. Termasuk modernisasi di bidang pertanian yang juga ikut menyumbang kerusakan alam semesta ini. Pertanian modern yang monokultur (satu jenis tanaman) menggenjot alam agar cepat membuahkan hasil.


Rekayasa genetika juga memunculkan jenis tanaman baru yang serba super. Seperti super besar, super cepat, dan termasuk super rakus menyerap nutrisi di dalam tanah. Untuk itu perlu asupan pupuk buatan. Alam, khususnya tanah, akhirnya menjadi rusak, keseimbangan unsur haranya berantakan karena digempur pupuk kimia. Residu pupuk kimia yang berlebihan membuat tanah tidak bisa ditanami lagi. Efek secara berantai, akhirnya berakibat keseimbangan alam secara keseluruhan juga terganggu.


Sudah saatnya kita sadar untuk mengembalikan kondisi alam yang sudah mulai rusak ini. Salah satu caranya adalah dengan pertanian organik. Konsep pertanian organik bisa dianalogikan seperti organisme alam. Organisme alam terdiri atas binatang, tumbuhan, hutan, manusia, dan makhluk hidup lainnya. Semua bisa hidup karena dukungan semua organnya, dan setiap organ bertujuan hanya satu, yakni melayani organismenya. Kalau organ melayani dengan baik, organisme pasti sehat.


Nah, pertanian organik merupakan kerja sama dan harmoni dari unsur-unsur kehidupan, seperti iklim, binatang, dan tumbuhan. Tak heran pertanian organik menjadi murah karena terwujud dari saling melayani setiap unsur kehidupan. Ambil contoh ketika peternakan dan pertanian berjalan bersama sebagai satu kesatuan usaha. Peternakan sapi menghasilkan kotoran untuk pupuk sayuran, kemudian dari sisa hasil panen sayuran bisa menjadi bahan makanan untuk sapi.


Akan tetapi, saat ini keadaannya lain. Masalah terbesar di dunia sekarang adalah manusia ingin serba cepat. Padahal menurut hukum alam, semua itu perlu waktu. Misalnya satu hektar sawah secara alamiah akan menghasilkan gabah satu ton dalam waktu setahun. Namun, manusia maunya satu ton gabah tadi diperoleh dalam waktu separuhnya. Segala upaya dikerahkan demi ambisi tadi, meski harus mengorbankan sang alam. Begitulah esensi dari pertanian modern. Alam direkayasa untuk memenuhi keinginan manusia.


Pertanian organik berlawanan dengan pertanian modern. Intensifikasi pertanian sebagai pengembangan dari revolusi hijau pada praktiknya adalah memperlakukan alam dengan keserakahan. Akibatnya, usaha tani menjadi rentan hama dan pergantian iklim. Pertanian modern juga semua beracun, bagaimana bisa sehat? Kalau demi alasan untuk kebutuhan manusia karena makan untuk hidup, apakah nanti bukannya sama saja mempercepat kematian manusia itu sendiri? Karena makanan yang beracun lama-lama akan membunuh manusia juga.


Salah satu kelemahan pertanian organik adalah hasil panen yang sedikit. Meski sebenarnya hasil ini mungkin sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia saat itu. Sifat serakah manusia malah bisa menghancurkan diri sendiri. Memang pertanian organik berlawanan dengan sikap egois. Kita sebagai manusia sebenarnya tidak banyak tahu, justru alam yang lebih tahu. Dan alam yang memberi.


Saat ini sangat penting dan mendesak untuk terus mengembangkan pertanian organik karena pertanian organik menggambarkan satu unit atau kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian yang semua teratur, terarah pada kepentingan bersama, yakni harmoni. Dengan begitu, pertanian organik sesungguhnya tidak sekadar tanpa pupuk kimia dan pestisida buatan. Juga bukan soal sertifikasi produk organik tetapi juga menyangkut sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta. Semoga.


Penulis: P. Budi Winarto, S.Pd. Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang. (Petani bunga organik)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar