Demokrasi Sebagai Jati Diri Pendidikan

Dilihat 386 kali
Peran guru sebagai fasilitator pembelajaran dapat menjadi energi positif bagi peserta didik untuk belajar memahami sistem demokratis sampai tingkat kedalamannya.

Dalam suatu kesempatan, penulis sebagai guru juga wali kelas, pernah mengalami pengalaman menarik. Memasuki tahun pelajaran pertama, kelas perlu memiliki struktur kepengurusan yang tangguh. Tak urung mereka saling menunjuk teman satu dengan lainnya. Penulis segera memediasi peserta didik untuk membuat pemilihan ketua kelas dengan cara demokratis. Mereka menentukan tiga calon ketua kelas untuk dipilih dengan cara pemungutan suara. Pemilihan suara yang dilakukan secara langsung dan demokratis tersebut, akhirnya dapat diterima semua pihak.


Ilustrasi di atas menandakan bahwa sistem demokratis dalam pemilihan ketua atau pimpinan menjadi kata kunci yang tidak bisa ditinggalkan. Sekolah sebagai suatu lembaga tempat menempa kaum muda untuk menimba semua pengetahuan perlu menjadi garda depan dalam mendampingi peserta didik memahami makna demokrasi sampai intensitasnya.


Sebagaimana diketahui sejak era reformasi, kehidupan masyarakat Indonesia menjadi serba transparan. Keterbukaan menjadi kanal untuk mengeluarkan aspirasi dari berbagai bidang. Berbagai fenomena tesebut tentunya memengaruhi berbagai perspektif kehidupan. Salah satunya bidang pendidikan. Di sekolah, ajang demokrasi untuk mengeluarkan pendapat menjadi pilar utama, guna membentuk peserta didik menjadi pribadi utuh.


Demokrasi pendidikan merupakan pandangan yang mengedepankan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan sekolah yang sama dan adil kepada semua peserta didik tanpa membeda-bedakan dalam semua aspek, termasuk aktivitas pembelajaran baik di dalam maupun luar kelas.  


Demokrasi pendidikan juga memberikan kesempatan yang sama kepada setiap individu tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, dan juga status sosial untuk mengutarakan pendapat serta mengembangkan potensi yang dimiliki tanpa dibatasi sekat-sekat sosial dengan diselaraskan dengan norma dan etika yang berlaku.  


Dalam demokrasi pendidikan ekspektasi yang ingin dicapai tak lain, agar peserta didik dapat dengan bebas dan penuh etika dalam menyampaikan gagasan atau ide inspiratifnya. Mereka tidak hanya sekadar objek dari guru, namun seharusnya dapat menjadi subyek pembelajaran, sehingga interaksi pembelajaran dapat kondusif, interaktif dan menyenangkan. 


Dalam hal ini guru hanya sebagai fasilitator, sehingga peran peserta didik menjadi utama, baik dalam mengelaborasikan materi diselaraskan dengan kondisi aktual, mempertahankan argumentasi, memberikan sanggahan, menerima kritik konstruktif, sehingga nuansa demokratis menjadi semakin membumi (Khuzaimah & Farid Pribadi, 2022).


Jati diri pendidikan


Sistem demokrasi yang bergaung di komunitas, tentunya dapat menjadi pemantik pembelajaran di sekolah untuk dikaji secara mendalam dari sudut pandang keilmuan. Peserta didik diberikan kesempatan untuk terus mengelaborasikan pengetahuannya dengan mensinergikan pengetahuan yang didapatkan di sekolah dengan fakta yang berlangsung di mayarakat luas.


Pesta demokrasi di Indonesia tahun 2024 dapat menjadi sumber pembelajaran menarik. Mulai dari sosialisasi, debat, kampannye, euforia di masyarakat dalam menyemarakkan pesta demokrasi, tentunya dapat menjadi sumber pembelajaran yang sangat aktual. Guru dapat memfasilitasi untuk menjadikan momentum tersebut, agar peserta didik dapat mengkaji secara lebih mendalam, makna demokrasi bagi masa depan bangsa dan negara. Kejelian dalam membidik peristiwa aktual sebagai pengembangan pengetahuan merupakan jati diri pendidikan di sekolah. Lembaga pendidikan tidak hanya sekadar menara gading eksklusif, namun harus peka terhadap peristiwa aktual yang terjadi di komunitas.


Adapun sekolah sebagai satuan pendidikan hendaknya menjadi laboratorium kehidupan demokratis secara praktis dan konkret. Tentunya dibutuhkan kesadaran akan kebutuhan-kebutuhan dan prosedur untuk memahami pikiran orang lain, mendengar maupun menghormati suara minoritas, serta suara-suara yang berbeda. Untuk itu, kiranya belajar memahami sesama perlu menjadi aspek utama dalam belajar demokrasi secara profesional dan akuntabel. Menghargai pihak lain adalah kata kunci demokrasi yang tidak harus memaksakan kehendak atau prinsip personal masing-masing.


Dalam curah pendapat atau musyawarah, sebagai ciri demokrasi, semua pihak perlu membuka hati terhadap pendapat orang lain, agar terjadi kata sepakat. Dinamika perbedaan pendapat boleh saja, namun diupayakan agar dapat mengerucut menjadi pemahaman bersama yang dapat mengakomodasi semua pihak. Untuk itu, belajar mendengarkan orang lain, mengkaji, dan menghargai menjadi sarana efektif agar demokrasi berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

 

Pribadi Kuat


Ruang kelas pada prinsipnya bukan hanya sekadar ruangan statis, namun perlu dimaknai sebagai ruang hidup tempat persemaian jiwa-jiwa muda yang ingin menimba ilmu setinggi mungkin. Bagi guru mengelola kelas pun berarti mengelola banyak kemauan dari berbagai karakter peserta didik yang beragam, bukan hanya sekadar mengatur ruangan. Oleh karena itu, peserta didik perlu didampingi dalam belajar berkompetisi secara sehat, silang pendapat, adu gagasan, bahkan bersitegang dengan teman sebayanya dalam koridor keilmuwan di kelas, sehingga mereka tumbuh menjadi pribadi yang kuat.


Oleh karena itu, agar peserta didik mampu menghargai berbagai pihak, mereka perlu diberi kesempatan untuk terus melakukan pembiasaan positif. Pola pikir dan pola tindak mereka senantiasa perlu diasah terus menerus agar dapat lebih memaknai hakikat perbedaan sebagai wujud nyata dari prinsip toleransi. Tentunya, guru perlu melakukan pendampingan, agar mereka dapat memahami bahwa perbedaan pandangan merupakan dinamika untuk memperkaya wawasan agar tidak terkurung dalam tempurung pembidangan yang menurut dirinya paling benar.


Guru perlu juga melakukan model pembelajaran berbasis masalah agar peserta didik memiliki sensitifitas tinggi dengan lingkungannya. Peserta didik dapat diajak oleh guru untuk menafsirkan berbagai tempat atau peristiwa yang berlangsung di seluruh dunia  ataupun yang terjadi di komunitas luas. Langkah-langkah tersebut akan membuat mereka lebih tertarik dan menjadi peka terhadap kejadian di dunia yang lebih besar di sekitar mereka.


Dengan demikian, pendidikan demokratis akan dapat terwujud sesuai dengan harapan tentunya membutuhkan kebersamaan semua warga sekolah serta terciptanya kultur sekolah yang mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak. Dengan mengaplikasikan pendidikan demokratis di sekolah, dapat menjadi landasan jati diri untuk menyiapkan peserta didik ketika terjun langsung di tengah masyarakat.


Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar