Tidak bisa dipungkiri, dalam dinamika perjalanan waktu kebudayaan dapat menjadi parameter dan perekat kehiduapan berbangsa dan negara. Sebagai negara kepulauan dengan berbagai keberagaman suku, bahasa, dan kulturnya menandakan bahwa Indonesia memiliki potensi kebudayaan luar biasa.
Perhatian pemerintah terhadapap eksistensi kebudayan tersebut pada saat ini juga layak diapresiasi. Sekarang sudah terbentuk Kementerian Kebudayaan sebagai momentum gerakan kebudayaan bersama agar semua komponen dalam masyarakat mendukung secara optimal. Di samping itu, pemerintah juga akan memfasilitasi agar tujuan tersebut dapat dicapai. Karena perlu disadari, bahwa untuk memajukan kebudayaan sebagaimana amanat UU No. 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan, perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Aksi nyata berikutnya pemerintah telah menetapkan setiap tanggal 17 Oktober diperingati sebagai Hari Kebudayaan Nasional berdasar Surat Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 tanggal 7 Juli 2025. Penetapan tersebut merujuk pada momen ketika Presiden Soekarno menandatangani PP Nomor 66 tahun 1951 yang menetapkan lambang Garuda Pancasila beserta semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada 17 Oktober 1951. Secara simbolik hal ini mengandung maksud bahwa kebudayaan merupakan dasar identitas bangsa Indonesia (Kompas, 17/10/2025).
Ditegaskan juga oleh Soekarno pada saat Kongres Kebudayaan pada1951 di Bandung bahwa kebudayan adalah hasil perjuangan bangsa yang harus dibangun dengan semangat gotong royong. Lebih tegasnya tersirat pandangan bahwa pembangunan negara tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga harus membangun jiwa bangsa melalui budaya yang berakar pada kearifan lokal.
Memandang Kebudayaan
Hari Kebudayaan Nasional yang ditetapkan 17 Oktober manandai friksi besar cara negara memandang perspektif kebudayaan. Pada awalnya kebudyaan dipandang hanya sekadar simbolik. Namun, kini sudah saatnya menjadi strategis. Taktis strategis untuk memperkuat identitas kolektif dan kebanggaan nasional di tengah dinamika globalisasi yang kian menggerus nilai-nilai lokal. Fluktuasi situasi politik dan ekonomi global yang kadang sulit diprediksi, kekuatan budaya menjadi jangkar yang menstabilkan bangsa.
Dalam momentum Hari Kebudayaan Nasional tersebut, pemerintah juga berkomitmen untuk konsisten mengarahkan kebijakan budaya sebagai instrumen strategis pembangunan. Diantaranya meningkatkan pemahaman publik atas nilai-nilai budaya lokal dan nasional, mengarusutamakan kultur dalam kebijakan pendidikan dan karakter bangsa. Tak kalah pentingnya, menjadikan budaya sebagai motor penggerak ekonomi kreatif, wisata, dan diplomasi internasional.
Usulan Hari Kebudayaan tersebut berawal dari inisiatif para seniman dan budayawan dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Oleh pemerintah ditindaklanjuti dengan penetapan yang didasarkan berbagai pertimbangan yang cukup elementer. Pertimbangan tersebut antara lain merujuk aspek pentingnya kebudayaan dalam memperkuat karakter bangsa, melimpahnya potensi warisan budaya sebagai modal pembangunan, perlunya pelestarian budaya untuk memengaruhi arah peradaban dunia, serta pentingnya rekognisi nasional terhadap kebudayaan.
Ketika penetapan sudah terealisir, sekarang kewajiban para seniman, budayawan, dan seluruh komunitas adalah melakukan proses kreatif dalam berbagai sektor kebudayan dengan aksi nyata. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kebudayan adalah memori kolektif bangsa, nafas yang menggerakkan jiwa dan nalar, serta fondasi jati diri dan ketahanan bangsa.
Sumaryono dalam buku Antropologi Tari Dalam Perspektif Indonesia (2016) menegaskan bahwa kebudayaan lahir juga karena proses kehidupan manusia tersebut. Tidak bisa dipungkiri dalam proses perjalanan waktu, sebagai suatu proses kehidupan dinamis, manusia dan kebudayaan tersebut senantiasaa berbanding lurus untuk selalu adaptif dan melakukan perubahan. Adapun perubahahan tersebut merupakan suatu pertanda kehidupan yang juga selalu dinamis selaras dengan dinamika zaman.
Adapun pilar tujuan dari penetapan Hari Kebudayan Nasional tersebut antara lain, pertama penguatan identitas nasional. Dalam pilar ini ditegaskan bahwa kebudayaan adalah fondasi kesatuan, bukan hanya ekspresi estetika semata. Kebudayaan menjadi fondasi kesatuan bangsa karena berperan sebagai perekat, identitas, dan sumber nilai-nilai luhur yang menyatukan keberagaman.
Kedua, pelestarian dan pemanfaatan budaya. Pilar ini memperluas peran kebudayaan dari ranah konservasi menjadi bagian dari pembangunan berkelanjutan dan inklusif. Di samping itu pilar ini juga menegaskan bahwa Hari Kebudayaan Nasional dapat menjadi momentum untuk mendorong upaya pelindungan dan pengembangan, serta pemanfaatan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan.
Ketiga, pendidikan dan kebanggaan Budaya. Pilar ini lebih menekankan perlunya menumbuhkan kesadaran budaya di kalangan generasi muda agar mereka tidak tercerabut dari akar budayanya. Selain itu kebudayaan dapat dijadikan sumber inspirasi dalam menghadapi tantangan global.
Dengan demikian kebudayaan memiliki peran signifkan menjadi regulasi agar manusia dapat melakukan pola kehidupan normatif sesuai dengan pranata yang berlaku. Apabila masyarakat konsisten dalam menjalankan norma-norma kebudayaan, akan terbangun kehidupan harmonis dan saling toleran.
Kabupaten Magelang memiliki potensi luar biasa terkait dengan aspek-aspek kebudayaan tersebut. Sampai saat ini tercatat 2.700 kelompok seni dengan jumlah 50 jenis seni, baik seni pertunjukan, seni rupa, maupun seni media rekam. Jenis seni tersebut tersebar di 21 kecamatan. Belum lagi, dengan berbagai upacara-upacara adat seperti upacara nyadran yang setiap desa pasti mengadakan tiap tahunnya. Upacara ritual lain, seperti Sungkem Tlompak di lereng Merbabu, Ritual Sendang Suruh di Giri Tengah Borobudur, Upacara Suran Tutup Ngisor Merapi, dan peritiwa-peristiwa budaya lain yang menyertai.
Potensi kebudayaan di Kabupaten Magelang tersebut, dapat menjadi indikator bahwa, kebudayaan di Kabupaten Magelang berkembang dinamis. Di sini peran kebudayaan sangat signifikan untuk membentuk karakter, norma, moral serta pola interaksi sosial di masyarakat, yang tentu saja sangat berkorelasi dengan pengambilan kebijakan dan strategi pembangunan di sebuah daerah. Pada prinsipnya, kebudayaan tidak hanya sekadar warisan untuk dilestarikan, tetapi juga kekuatan untuk mendorong kreativitas dan pembangunan berkelanjutan.
Ekosistem Kebudayaan
Pada saat ini kita sudah memiliki UU No. 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Diktum dalam undang-undang itu memuat spirit baru untuk membangun sistem kebudayaan yang berkelanjutan. Konsep dalam ekosistem tersebut menandai friksi dari paradigma lama yang sektoral menuju pemahaman budaya sebagai sistem hidup yang terkoneksi, dinamis, dan saling menopang.
Dengan menguatkan ekositem kebudayan yang ditopang oleh berbagai sektor ini, diharapkan kebudayaan akan menemukan peran strategisnya yang bukan sekadar produk yang ditampilkan, melainkan juga proses belajar kolektif yang terus menginterpretasikan ulang nilai-nilai kehidupan.
Dengan semangat Hari Kebudayaan Nasional, kiranya dapat menjadi refleksi bahwa kebudayan dapat menjadi ruang kesadaran nasional untuk menegaskan kembali arah kehidupan bersama yang lebih berkelanjutan dan berkeadaban. Kiranya pemikiran Trisakti Soekarno terkait dengan kebudayaan masih relevan untuk diaktualisasikan di era digital ini. Membangun jiwa merdeka dan mengubah cara pandang bangsa agar maju dan modern, tetapi tetap berakar kuat pada nilai-nilai luhur budaya bangsa sendiri.
Selamat merayakan Hari Kebudayaan Nasional tahun 2025.
Penulis: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang
0 Komentar