Pencegahan Tawuran Pelajar Melalui Keadaban Sekolah

Dilihat 551 kali

UPAYA menciptakan keadaban sekolah perlu dilakukan dengan menciptakan suasana lingkungan sekolah yang kondusif. Ketegasan penerapan aturan tata tertib, kedisiplinan dan sanksi merupakan harga mati untuk ditaati oleh siswa dan warga sekolah yang lain (guru dan karyawan). Sebuah aturan yang lentur akan menjadikan boomerang penyalahgunaan dan pelanggaran.

Menurut Komarudin Hidayat (2018), pendidikan merupakan upaya sadar mengubah kebudayaan masyarakat, sehingga meningkatkan peradaban. Salah satunya melalui Pendidikan Kewarganegaraan yang tepat. Sebab bila menyimpang akan lahir masyarakat egois, di mana pluralisme tidak dilihat sebagai anugerah, malah justru menjadi sumber konflik. Maka sangat dibutuhkan suasana sekolah yang berdaya dan beradab.

Penyebab Konflik

Konflik yang terjadi, di mana siswa sering menjadi korban, tidak serta merta menyalahkan siswa sebagai biang masalah. Sebab kondisi proses belajar mengajar menjadi ramai, gaduh, tidak terkendali, tidak mengakui bersalah, saling menuduh, saling memfitnah teman dan mengadu domba, itu semua terjadi karena lemahnya sistem kerja manajemen sekolah dan kontrol yang kurang baik.

Di dalam teamwork kinerja guru dan staf kurang terjadi kolaborasi yang saling membantu, menjaga, dan kerja sama. Misalnya guru yang tidak berdisiplin dalam mengajar atau tidak masuk kerja tanpa alasan tidak mendapatkan sanksi. Ironisnya, guru yang mbolos tadi tidak juga menyampaikan pemberitahuan dan memberikan tugas kepada siswa. Begitu pula rekan guru yang ada tidak berusaha mengisi kekosongan kelas yang ditinggal. Suasana sekolah seperti inilah yang menyebabkan terjadinya konflik antar warga sekolah dan keadaban sekolah menjadi hilang.

Hakikatnya pendidikan merupakan usaha sadar agar siswa yang terdidik mampu mengembangkan potensi dirinya. Potensi yang diharapkan tentu mengarah pada sikap positif, konstruktif dan bertanggung jawab. Sebab tidak ada lembaga pendidikan manapun yang mendidik warganya untuk melakukan aksi kekerasan, brutal, anarkis dan bertindak destruktif.

Oleh karenanya guna membentuk manusia yang berakhlak, berkepribadian, terampil dan cerdas, yang nantinya dapat berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara, warga sekolah yang menjunjung peradaban, akhlak, moral dan nilai-nilai sosial. Untuk itu diperlukan upaya saling melakukan pendampingan agar terjadi kontak personal yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa; menjadikan peserta didik itu sehat, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri. Maka tindakan guru melakukan kekerasan kepada siswa jelas tindakan yang tidak dibenarkan.

Guru dan orang tua harus terlibat aktif di dalam pendampingan anak-anak. Saling berkolaborasi demi kepentingan masa depan generasi penerus harus selalu dilakukan. Upaya mencegah kekerasan pada anak didik harus selalu dikampanyekan dan diwujudnyatakan. Jangan biarkan kebiadaban itu terjadi di sekolah, di mana guru-guru mudah tersulut emosinya menghadapi siswa di sekolah yang emosinya belum stabil, sehingga menimbulkan perasaan dendam yang menjadikan embrio penyalahgunaan wewenang semakin berlanjut.

Mengenal Kepribadian

Menjadikan warga sekolah berbudi pekerti, bersikap, bertingkah laku dan bertutur kata sopan merupakan dambaan bersama. Karena itu diharapkan warga sekolah mampu mengenal watak dan kepribadian masing-masing. Sebuah institusi yang bertanggung jawab terhadap masa depan anak didik tentu ada program saling mengenal watak dan kepribadian dalam komunitas yang menjadi hak, kewajiban dan tanggung jawabnya.

Hakikatnya masing-masing individu memiliki kepribadian yang tidak sama dan unik. Pada tahun 400 SM, Hipocrates telah menemukan bentuk kepribadian manusia. Yang membuat manusia berbeda satu dengan yang lain karena faktor kimiawi dalam tubuh mereka dipengaruhi oleh darah, yellow bile (empedu), plegm (dahak) dan black bile. Keempat faktor ini sangat memperngaruhi perilaku seseorang.

Dari pemahaman kepribadian ini warga sekolah harus mau dan mampu mengenal kekuatan dan kelemahan kepribadian manusia. Dari sinilah mulai kita bisa saling menjaga perasaan, sikap, tutur kata dan perbuatan agar tidak menyinggung perasaan. Sebab kekerasan di sekolah saat ini tidak hanya dilakukan oleh guru kepada siswa namun juga guru terhadap guru dan antar siswa sendiri (perkelahian, tawuran, pengeroyokan sampai pembunuhan).

Dengan mengenal kepribadian, kita dapat membedakan kecenderungan menjadi empat tipe. Pertama, sanguinis yang cenderung ekstrovert, senang berbicara, ekspresif, periang, spontanitas tinggi dan selalu optimis. Kedua, melankolis yang cenderung introvert, analitis, tekun, hati-hati, perasa, pemikir, dan pesimis. Ketiga koleris cenderung dominan ekstrovert, dominan, tegas, cepat dalam bertindak, aktif dan selalu optimis. Keempat, plegmatis cenderung dominan introvert tenang, sabar, sederhana, menghindari konflik, santai dan pesimis.

Selain mengenal karakter kepribadian, saatnya tegas dan disiplin dalam menegakkan aturan tata tertib sekolah. Tata tertib jangan hanya sebagai hiasan dinding kelas. Sanksi diterapkan kepada siapa saja warga sekolah yang melanggar aturan tanpa pandang bulu. Tata tertib sekolah selalu diperbarui dan disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan demikian maka keadaban sekolah tentunya akan terwujud. Bila keadaban sekolah sudah terwujud maka harapannya  tawuran antar pelajar di satu sekolah maupun tawuran pelajar antar sekolah bisa dicegah. Semoga.


Penulis: P. Budi Winarto, S.Pd Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar