Pengelolaan Ambisi Untuk Meningkatkan Kompetensi Diri

Dilihat 252 kali

Kebanyakan orang mengaku risih dan segan kalau ditanya mengenai apa ambisi anda? Maklum saja, umumnya orang Indonesia seperti alergi terhadap istilah tersebut. Hingga hari ini mengungkapkan ambisi-ambisi pribadi secara terbuka masih menjadi hal yang tabu dan terkesan kurang ketimuran. Apa sebab? Karena kata ambisi terlanjur dikonotasikan negatif dan terkesan menyombongkan diri, entah karena keliru bahasa atau karena pengaruh budaya yang menyebabkannya.

Ada baiknya kita mulai berdamai dengan ambisi, karena tanpa disadari atau tidak, ambisi memiliki peran besar dalam kehidupan karena memiliki ambisi adalah positif, dengan ambisi maka seseorang akan lebih terpacu menggapai impian. Tanpa ambisi, maka impian tetaplah menjadi impian.

 

Penggerak Diri

Meski sering disangkal, setiap manusia lumrahnya memiliki ambisi, bahkan mungkin telah tertanam sejak kecil. Permasalahannya, pemahaman istilah yang dimiliki masing-masing individu bisa saling berbeda. Ada orang-orang tertentu yang menganggapnya sebagai hal yang positif, namun tidak bagi yang lain. Ada orang-orang tertentu yang lebih suka menghindarinya. Perbedaan pemaknaan inilah yang menyebabkan orang juga berbeda-beda dalam menyikapinya.

Padahal setiap orang memiliki cita-cita yang selalu ingin dicapai. Ambisi bisa digambarkan sebagai gunung es, ada yang muncul di permukaan dan ada pula yang tersembunyi. Dorongan ambisi ini sifatnya tidak terukur dan bersifat pribadi sekali karena tersembunyi dari orang lain. Untuk mengenali seberapa besar ambisinya, bisa dilihat dari seberapa besar usaha/perilaku yang seseorang lakukan untuk meraih cita-citanya.

 

Antara Positif dan Negatif

Ambisi sebenarnya positif karena memacu seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang baik dan mempunyai tujuan di dalam ambisi itu.

Jika ambisi adalah positif, lalu bagaimana dengan ambisius? Sering kali orang merasa alergi dijuluki demikian karena identik dengan keserakahan. Ambisius kebanyakan dikaitkan dengan pengejaran uang dan kedudukan secara berlebih. Padahal sebetulnya tak melulu seperti itu.

Ambisius itu kata sifat dari ambisi, jadi ambisius bukanlah predikat yang perlu dihindari karena lumrahnya setiap orang memilikinya. Meski begitu, yang namanya kata sifat tentu ada positif dan negatifnya. Ambisi yang positif dimiliki oleh orang supaya menghasilkan hasil terbaik, sementara yang negatif itu sebuah ambisi berlebihan.

Dikatakan berlebihan bila ambisi tidak sebanding dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Bila itu terjadi maka orang tersebut tidak bisa melihat lagi realita dengan jelas dan tepat. Ditakutkan mereka dapat membabi buta dan menghalalkan segala cara demi mencapai keinginannya itu.

Akibat kenekatan tersebut bisa bermacam-macam, ada gejala kejiwaan dan juga perilaku. Dalam gejala kejiwaan, orang ini tidak bisa melihat realita dengan tepat dan kadang-kadang secara ekstrem bisa menderita beberapa macam gangguan jiwa. Orang seperti itu bisa saja merusak dirinya dan orang lain kerena frustasi keinginannya tidak tercapai.

 

Kendali mengelola ambisi

Ada beberapa poin yang harus dilakukan dari ambisi untuk meningkatkan kompetensi diri dan tidak menjadi bumerang bagi diri kita. Pertama, seseorang perlu sadar terhadap batas-batas kemampuannya sendiri (realistis). Bukan hal yang bijak bila seseorang terus saja mempertahankan ambisi tanpa melihat kemampuan, lingkungan dan perkembangan dirinya. Kalau seseorang terbiasa menyesuaikan ambisi dengan realita kehidupan maka bisa lebih fleksibel menatanya. Dengan begitu bisa terhindar dara rasa frustasi dan akhirnya mampu meningkatkan kompetensi diri di berbagai bidang.

Kedua, mulailah memikirkan lagi apa yang dicita-citakan dan mencari alternatif lain pada saat cita-cita yag disusun masih sulit dicapai. Kita bukannya menyerah justru tetap bertahan untuk maju tapi harus dengan melihat situasi yang ada. Bila ambisi kita kelola dengan baik, maka ambisi yang kita miliki dapat meningkatkan kompetensi diri kita untuk meraih cita-cita yang telah kita susun. Semoga.

 

Penulis : P. Budi Winarto, S.Pd. Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar