Perjuangan Petani Karet Bandongan, Kesabaran Berbuah Manis

Dilihat 1938 kali
Kebun karet siap panen

BERITAMAGELANG.ID-Karet adalah satu produk unggulan bangsa Indonesia. Namun demikian di Magelang budidayanya barangkali belum populer. Belum sepopuler tembakau, cengkeh, klembak, panili atau tanaman lain.

Meskipun demikian  bukan berarti di wilayah ini belum ada pembudidaya tanaman karet. Belum banyak memang. Tetapi ada saja  yang melakuk!an budi daya tanaman ekspor ini. Salah satu pembudidaya itu adalah Tarom dan adiknya, Mohammad Sabikhun. Mereka berdua adalah warga Dusun Mirimunggur Desa Gandusari Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang.

"Sebenarnya saya hanya membantu kakak saya, mas Tarom. Tapi karena dia sibuk akhirnya saya yang banyak mengelola usaha tanaman karet itu," jelas Mohammad Sabikhun.

Mereka berdua melakukan budidaya karet sejak 10 tahun lalu. Keduanya terinspirasi setelah mendengar cerita keberhasilan sanak saudaranya yang mengembara lalu melakukan budidaya karet dan Kelapa sawit di Kalimantan dan Sumatera.

Cerita keberhasilan yang begitu merasuk dalam jiwa. Sepertinya menjadi petani karet dan kelapa sawit itu mudah dan banyak untungnya. Keduanya  bertekad untuk membudidayakan di desanya.

Pucuk dicinta ulam tiba. Demikianlah yang terjadi. Tidak lama sejak dari kedatangan sanak saudara dari Sumatera tak dinyana datang promosi penjual bibit karet di Dusun Mirimunggur.  Waktu itu promosi disertai dengan jaminan bahwa penjual bibit akan membeli karet hasil panennya kelak.

Tarom dan Sabikhun kian mantap. Saat itu juga mereka menanam pohon karet dalam jumlah 1000 pohon dengan jarak tanam antara 2,5 sampai dengan 3,5 meter.

Menurut Sabikhun, ketika itu, bukan hanya mereka berdua yang tertarik dengan promosi itu. Beberapa orang di wilayah Kecamatan Bandongan dan Windusari terpikat dengan promosi tersebut dan menanam pohon karet.

"Ternyata karet cocok ditanam di tempat kami. Cepat tumbuh dan cepat besar. Kami jadi kian berharap. Terbayang  betapa banyak untung yang akan kami dapat," harapnya.

Tinggal Janji

Setahun, dua tahun, tiga tahun pohon karet milik Sabikhun dan kawan-kawan kian besar dan telah memasuki masa panen. Mereka menunggu janji kedatangan si penjual bibit yang hendak membeli hasil kerja keras mereka saat itu. Tetapi yang diharap tak kunjung datang menyambangi para petani itu.

Hari demi hari para petani itu hanya berharap. Sementara pohon karet kian besar dan membutuhkan perawatan rutin yang cukup menyita waktu.

Sabikhun dan kawan-kawan menunggu dengan kesabaran sampai bertahun tetapi pembeli tak juga kunjung datang.

Tetapi kesabaran manusia ternyata ada batasnya. Menurut Sabikhun sebagian besar petani karet tidak lagi mampu bertahan. Sebagian besar menebang pohon karetnya. Lalu dibuat arang dan dijual. Arang ternyata lebih laku dari karet hasil sadapan meskipun dikatakan karet merupakan produk unggulan perdagangan dunia.

Pada akhirnya, tinggal beberapa petani yang mempertahankan pohon karetnya hingga sekarang, kata Sabikhun. "Ketika teman-teman mulai menebangi karetnya. Saya dan beberapa teman tetap bersabar. Dengan keyakinan suatu ketika kelak kami akan memetik hasil jerih payah yang selama ini kami pertahankan," ungkapnya.

Secercah Harapan

Kesabaran Sabikhun ternyata tidak sia-sia. Secercah harapan muncul di sela-sela kesabaran pria yang mengisi hidupnya dengan kerja seadanya disela-sela kesibukannya merawat pohon karet itu dan mengajar mengaji untuk anak di dusunnya.

"Kira-kira dua tahun lalu. Tiba-tiba muncul seseorang yang mengunjungi kebon karet saya. Orang itu lalu menyatakan akan membeli getah karet." kisahnya

Kedatangan calon pembeli itu berita gembira yang luar biasa. Sabikhun sangat bersyukur kepada Allah SWT yang berkenan menatangkan pembeli komoditas yang berpuluh tahun dirawatnya.

Kesabarannya ternyata tidak sia-sia. "Ketika itu setiap kilogram hasil sadapanya dibeli dengan harga Rp 6000 per kilogram. Sehari setiap sepuluh pohon menghasilkan satu kilogram karet," jelasnya.

Kala Pandemi

Belum lama menikmati penjualan karet sadapan. Tiba-tiba datang pandemi covid-19. Peristiwa yang membuat putaran ekonomi seolah menjadi lamban.

Hal itu juga dirasakan Sabikhun dengan karetnya. Namun demikian Sabikhun masih bisa merasa bersyukur karena dalam kondisi seperti itu selama 7 bulan ia masih dapat menyadap karet dengan menghasilkan 1,3 ton karet sadapan.

"Alhamdulillah dalam kondisi seperti itu karet masih menghasilkan," katanya.

Mengembangkan

Dengan longgarnya pembatasan pandemi, ternyata harapan budidaya karet yang dilakukan Sabikhun semakin cerah. Saat ini harga hasil sadapan karet Sabikhun semakin baik. Harganya sudah mencapai Rp 11.000/kg.   

"Alhamdulillah pembeli sudah ada dan rutin mengambil karet sadapan kami. Dengan adanya teknologi informasi penjualan jadi lancar. Biasanya pembeli cukup kirim pesan lewat WA dulu. Setelah ada kepastian mereka datang langsung mengambil," jelasnya bersyukur.

Dengan semakin baiknya hasil penjualan, petani karet dari Kecamatan Bandongan ini terus menambah tanaman karetnya. Jika di awal budidaya Sabikhun menanam sekitar 1000 pohon. Saat ini di kebonnya sudah mencapai 3000 batang pohon karet. Dari jumlah itu 1800 batang lainnya telah produktif.

Dengan bertambahnya jumlah pohon karet yang harus disadap, Sabikhun tidak sendiri lagi mengelola usaha keluarga tersebut. Anggota keluarga yang terlibat mengelola usaha telah bertambah seorang lagi. Namanya Mas Khakim, pungkas Mohammad Sabikhun menutup percakapan petang itu.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar