BERITAMAGELANG.ID-Penuh semangat, Bu Hajjah Sin, warga Dusun Sindon Desa Sambak Kecamatan Kajoran Magelang mendemonstrasikan nyala kompor gas yang biasa digunakannya untuk memasak makanan sehari hari bagi keluarganya.
"Biru to apinya. Padahal kami hanya memakai gas hasil pengolahan limbah pabrik tahu," ungkapnya.
Terlihat api kompor itu berwarna biru dan panas tak jauh beda dengan kompor gas LPG melon subsidi pemerintah. Semua warga Dusun Sindon, ujarnya, termasuk dirinya telah memanfaatkan gas hasil olahan limbah tahu sudah sejak beberapa tahun lalu.
"Jumlah Kepala Keluarga di Dusun Sindon itu jumlahnya ada 60 KK. Semua memanfaatkan gas hasil dari olahan limbah pabrik tahu yang diprakarsai oleh Pemerintah Desa Sambak. Alhamdulillah gas olahan limbah itu amat bermanfaat dan meringankan beban warga masyarakat. Sebulan kami hanya membayar iuran pemeliharaan sebesar Rp. 15 ribu, tapi kami dapat menikmati biogas sepuas hati. Selama 24 jam sehari jelas," jelasnya.
Kisah Dusun Sindon berkenaan dengan upaya memenuhi kebutuhan energi bio gas bagi masyarakat sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Hajjah Sin di Sindon itu merupakan kisah panjang kemandirian energi yang dirintis oleh Pemerintah Desa Sambak Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang bersama warga masyarakatnya sejak lama.
Diungkapkan oleh Kepala Desa Sambak, Dahlan, upayanya itu bermula dari keprihatinan masyarakkat atas terjadinya pencemaran lingkungan dari limbah pabrik tahu yang banyak tumbuh. di desa itu.
"Ketika itu warga mengeluhkan bau limbah pabrik tahu yang tidak sedap. Para petanipun mengeluhkan, saat limbah dibuang di sawah tanaman menjadi sangat subur tetapi gabug tidak berbuah. Ketika limbah dialirkan ke kolam ikan, ternyata bisa meracuni," ungkapnya.
Bermula dari keadaan itu, pada tahun 2014, Pemerintah Desa Sambak, membuat proposal pengelolaan limbah tahu kepada Dinas ESDM untuk mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan alam itu.
Upaya Pemerintah Desa yang terletak di perbukitan Potorono di wilayah barat Kabupaten Magelang itu bagaikan gayung bersambut. Proposal yang disampaikan ke Dinas ESDM terkabul.
Sejak itulah Pemerintah Desa membangun bio digister. Biodigester merupakan alat yang digunakan untuk mengubah limbah organik menjadi biogas. Biogas sesungguhnya merupakan salah satu energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, memasak, misalnya, seperti yang dilakukan oleh warga Desa Sambak.
Dahlan menjelaskan hingga saat ini di Desa Sambak terdapat 8 biodigister. "Tujuh biodigister untuk mengolah limbah industri tahu dan satu biodigister untuk mengolah limbah ternak puyuh," jelasnya.
Pendanaan untuk membangun biodigister itupun diperoleh dari berbagai sumber. Ada yang bersumber dari dana desa, dari Dinas ESDM, dan juga dari Dinas Lingkunngan Hidup.
Industri tahu di Desa Sambak mulai berkembang sejak lama. Sudah sejak jaman orde Baru, yaitu kira-kira pada tahun 1996. Di Dusun Sindon saja setidaknya saat ini ada tujuh (7) pengusaha pembuatan tahu. Produknya, untuk memenuhi kebutuhan pasar di wilayah Magelang, Kreteg, Wonosobo, Banjarnegara dan tempat lainnya.
Industri tahu, bagi warga Desa Sambak, tidak hanya mendatangkan keuntungan ekonomi tetapi juga energi. Biogas hasil olahan limbah tahu telah memenuhi kebutuhan gas untuk 88 KK di desa.
"Kami juga membentuk lembaga pengelola Biogas sehingga kinerja biodigister tetap konsisten melayani warga. Kebetulan ada warga Sambak yang menguasai teknologi biodigister," jelasnya sambil menunjukkan beberapa piagam penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkenaan dengan kemandirian energi.
0 Komentar