Rayakan Hari Kemerdekaan, Warga Ngargoretno Gelar Ritual Basuh Tebing Marmer

Dilihat 105 kali
Ritual membasuh tebing marmer merah di Desa Ngargoretno, Salaman, Magelang.

BERITAMAGELANG. ID - Berbagai ekspresi rasa syukur disampaikan warga saat memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-80 RI. Merayakan kemerdekaan dengan cara menjaga lingkungan dan melestarikan tradisi lokal.


Warga Dusun Karangsari, Desa Ngargoretno, Salaman menggelar ritual membasuh tebing marmer merah dan rumpun-rumpun bambu sebagai bentuk mensyukuri kekayaan alam.


Ritual diadakan bertepatan dengan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2025 atau Minggu Legi, tanggal 22 Safar. Gerakan konservasi lingkungan ini dimulai dengan kirab mengarak tumpeng ke sendang Sunan Kalijaga di Dusun Karangsari.


Warga kemudian mengambil air dari sendang untuk menyirami tebing-tebing marmer merah, rumpun bambu, serta tanaman karangkitri yang tumbuh di sekitar kampung. 


Menurut sesepuh desa, Mbah Ponco, ritual ini menjadi simbol upaya warga melindungi marmer merah dari eksploitasi. Keberadaan sendang di antara tebing marmer dan rumpun bambu, menunjukkan fungsi bentang alam ini sebagai tempat menyimpan air. 


"Ritual ini upaya kami melindungi marmer merah, sekaligus sebagai wujud syukur agar hubungan masyarakat dengan alam terjaga dengan baik dan seimbang," kata Mbah Ponco, Minggu (17/8).  


Selain untuk membasuh tebing marmer merah dan rumpun-rumpun bambu, air dari sendang Sunan Kalijaga juga dipakai untuk menyucikan peralatan pertanian dan perangkat musik tradisional. 


Ritual ngumbah gaman peralatan pertanian seperti cangkul dan sabit, dimaksudkan agar usaha pertanian warga lancar pada masa mendatang. Begitu juga dengan usaha kesenian melalui ritual jamas budoyo atau mencuci perangkat musik tradisional.


Mbah Ponco menjelaskan filosofi ritual diadakan pada Hari Kemerdekaan 17 Agustus, bertepatan Minggu Legi, dengan harapan upaya warga melakukan konservasi alam dapat berbuah manis dan menyejahterakan. 


Kepala Desa Ngargoretno, Dodik Suseno mendukung ritual ini menjadi tradisi tahunan. Ritual membasuh tebing marmer merah dapat menjadi pembelajaran kepada generasi muda untuk terus menumbuhkan rasa cinta terhadap alam dan lingkungan.


"Ritual ini mengandung nilai-nilai baik bagi generasi penerus. Agar senantiasa menjaga berkah alam yang sudah ada dan terus terpelihara di Desa Ngargoretno," ujar Dodik Suseno.


Koordinator Gerakan Konservasi Alam Desa Ngargoretno, Soim menjelaskan kegiatan ini murni lahir dari inisiatif warga. Menurut dia, gerakan rakyat menjaga kelesatarian alam akan terus dikembangkan.


"Kami berharap setiap desa di kawasan pegunungan Menoreh memiliki sikap dan gerakan nyata untuk melestarikan kawasan dan lingkungannya," kata Soim.


Marmer merah di Desa Ngargoretno termasuk jenis batuan langka. Untuk menjaga agar marmer tidak habis dieksploitasi, warga melakukan penghijauan dengan menanami kawasan dengan ribuan rumpun bambu.  


Lahan seluas 27 hektar disiapkan untuk lokasi penanaman bambu. Sebanyak 15.875 bibit bambu ditanam secara bertahap pada lahan tersebut.


Bambu merupakan tanaman yang sudah lama dikenal dan tumbuh liar di Desa Ngargoretno. Bambu dimanfaatkan oleh warga untuk material membangun rumah atau kebutuhan harian lainnya.


Warga saat ini didorong untuk mengolah bambu menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi. Manfaat ekonomi pembudidayaan bambu diharapkan mengubah cara pikir masyarakat agar tidak menjadikan marmer merah sebagai komoditas pertambangan.


Desa Ngargoretno dihuni oleh sekitar 1.500 kepala keluarga atau 3.500 jiwa. Kondisi geografis desa ini rentan kekeringan ketika musim kemarau dan rawan longsor ketika musim hujan.


Gerakan menjaga tebing marmer merah bertujuan mencegah dampak buruk bencana alam akibat eksploitasi. Batuan marmer saat ini menjadi penyangga geografis Desa Ngargoretno dan kawasan pegunungan Menoreh.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar