Saat itu penulis sedang mengambil gambar video menggunakan pesawat drone saat melakukan peliputan kirab Piala Adipura 2017 beberapa waktu lalu di daerah Prumpung Muntilan, tepatnya di sekitaran Monumen Bambu Runcing.
Kemudian kami didekati seorang lelaki lanjut usia. Dengan santun beliau berkata, "Mas, mbok Monumen Bambu Runcing niku diambil gambarnya. Niku sing ndamel kulo", ujarnya.
Dalam hati saya memuji "wah luar biasa", bangunan lama yang sudah puluhan tahun menjadi ikon Kota Muntilan dan sekarang masih berdiri kokoh menantang langit Muntilan. Ditambah ketemu dengan sang pembuatnya. Ini luar biasa!!!
Ya, menengok sejarah para pendahulu kita, para pejuang kita dengan senjata seadanya, bambu runcing, yang digunakan sebagai alat perjuangan, berangkat dari ketiadaan, kekurangan peralatan perang yang tersedia, sementara perjuangan harus dilanjutkan terutama setelah Indonesia merdeka.
Musuh Indonesia setelah proklamasi sangat banyak dan memiliki kekuatan besar. Jepang yang masih bercokol, Belanda yang ingin menguasai lagi dan Sekutu yang juga akan menjajah menggantikan Jepang dan Belanda. Praktis, keperluan persenjataan dibutuhkan. Bambu runcing dan peralatan tradisional lain menjadi alternatif, murah dan bersifat massal, ditambah doa, menjadi faktor utama kekuatan alat-alat tradisional tersebut.
Banyak cara untuk mengenang suatu kejadian bersejarah. Bisa lewat buku, patung, atau membangun monumen. Yang terakhir ini cukup banyak kita temui di Indonesia. Sebagai bangsa yang besar, banyak sekali peristiwa sejarah yang telah kita lalui, baik dari segi politik, budaya, atau ekonomi.
Contoh terdekat adalah Monumen Bambu Runcing yang ada di Kota Muntilan, tepatnya di daerah Prumpung, Muntilan. Monumen ini dibangun untuk mengenang para pahlawan yang berjuang melawan penjajahan bersenjatakan bambu runcing. Monumen berbentuk menyerupai bambu runcing ini tepatnya berada di sebelah barat Kota Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ada juga yang berkata monumen ini merupakan monumen selamat datang bagi orang yang akan memasuki muntilan dari arah Magelang/Semarang.
Monumen Bambu Runcing dibangun pada tahun 70-an dan sekarang menjadi taman terbuka bagi seluruh warga Muntilan dan sekitarnya. Bagi sebagian orang, mungkin termasuk warga sekitar, Bambu Runcing punya arti tersendiri.
Doelkamid Djayaprana, Pembuat Monumen Bambu Runcing Muntilan.
Doelkamid Djayaprana adalah salah satu maestro seniman patung yang dimiliki oleh Kabupaten Magelang. Jangan menyepelekan pemahat batu yang satu ini. Selain karya-karya yang fenomenal seperti Monumen Bambu Runcing yang ada di Prumpung Muntilan dan masih kokoh berdiri sampai sekarang meski dibangun puluhan tahun lalu.
Orangnya berambut gondrong, santun, cara berbicaranya sangat sopan meski dengan orang yang jauh lebih muda. Tetapi jika bicara tentang patung, beliau sangat senang, dan dengan runtut meladeni pertanyaan yang memberondongya.
Darah seni pahat berasal dari ayahnya yang bernama Salim Djoyopawiro. Doelkamid kecil berkarya membuat patung sampai sekarang, sementara keluarganya yang lain pun membuat alat-alat rumah tangga seperti cowek, kijing, pipisan, lesung dan sejenisnya.
Semangat sang maestro patung ini patut diacungi jempol, karena dengan kepiawaiannya telah menggugah pemahat patung lainya, tak heran jika di daerah Taman Agung, Prumpung, Muntilan, Tejowarno banyak bertebaran kerajinan dari batu andesit. Batu yang didatangkan langsung dari Gunung Merapi.
Menurutnya apa yang ditekuni warga Prumpung dan sekitarnya merupakan warisan nenek moyang. Dari cerita leluhur, dusun Prumpung adalah tempat peristirahatan para pekerja pengusung batu dari lereng Merapi ketempat pembuatan Candi di Borobudur.
Ia juga membuat miniatur Candi Borobudur yang dipajang di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Dari tangannya terlahir tujuh miniatur candi, diantaranya candi Prambanan, Gedongsongo, Candi Sewu Penataran dan Pring Apus.
Sebagai Maestro patung legendaris, Doelkamid banyak menerima penghargaan, mulai dari Letjend. Gatot Subroto, dari Gubernur Jawa Tengah pada masa itu, Ismail, juga Byakana Bhakti Upapradana dari Presiden Suharto, Upakarti.
Di sanggarnya di Prumpung banyak sekali terpampang tamu-tamu penting yang pernah bertandang, sebut saja foto Bupati, Gubernur, Raja Klungkung Bali, Jendral Gatot Subroto, Presiden Soeharto beserta istri, Ali Sadikin, hingga Perdana Menteri India saat itu, Indira Gandhi, dan masih banyak yang lainnya. Berbagai penghargaan juga terpampang di sanggarnya. Semua itu berkat kegigihan dan buah karya seorang maestro pematung dari Muntilan.
"Beruntung sekali waktu itu saya didawuhi oleh Gubernur Jawa Tengah Supardjo Rustam, dan juga Bupati Magelang Ahmad untuk membangun Monumen Bambu Runcing ini. Waktu itu kami dibantu seniman-seniman patung untuk melaksanakan, menata, dan membuat Patung Bambu Runcing, dan saya beruntung kembali bahwa ternyata tempat monumen itu dipilih tepat di depan rumah saya di Prumpung, sehingga waktu pengerjaaanya tidak ribet", kisahnya.
Menurutnya ada tiga titik yang menjadi dasar pembuatan Monumen Bambu Runcing, yakni Monumen Bambu Runcing yang menggunakan relief perjuangan pada waktu itu, yakni dengan menggunakan Bendera Merah Putih, bambu runcing, menggunakan senjata, patung yang sedang membawa bakul nasi, dan yang terakhir alat perawatan. Semuanya menggambarkan perjuangan pada waktu itu.
Awalnya ada 12 (dua belas) patung pahlawan yang dituangkan di monumen tersebut, kemudian di sekitar ada perpustakaan tapi belum terlaksana. Bangunan itu memiliki ketinggian sekitar 24 m, lebar 12 m, dan bersegi 8 (delapan). Sementara waktu itu disepakati bahwa bea/anggaran waktu itu 50% dari Anggaran Pemerintah dan 50% swadaya masyarakat, namun pihaknya tidak secara rinci berapa bea untuk menanggung semua pembangunan monumen bambu runcing tersebut.
Di akhir pembicaraan, sang maestro mengungkapkan kekagumannya pada para pahlawan. "Saya kagum dengan perjuangan Bung Karno dan para pejuang yang lain, cinta perdamaian dan akan mengenang para pahlawan lewat seni patung ini", tandasnya. Selamat Hari Pahlawan! - (bgs).
0 Komentar