BERITAMAGELANG.ID - Pemerintah Kabupaten Magelang kembali membuka ruang dialog langsung dengan masyarakat melalui program Ruang Aspirasi Bupati Magelang. Kali ini digelar di Kantor Kecamatan Mertoyudan, Jumat (19/12). Kegiatan tersebut menjadi forum terbuka bagi warga untuk menyampaikan berbagai masukan, usulan, serta keluhan terkait persoalan pembangunan di wilayahnya, khususnya Kecamatan Mertoyudan, dan Kabupaten Magelang secara umum.
Bupati diwakili Sekretaris Daerah Kabupaten Magelang, Adi Waryanto menegaskan, Ruang Aspirasi bukan sekadar agenda seremonial, melainkan forum strategis untuk menjaring persoalan nyata yang dihadapi masyarakat di tingkat desa dan kelurahan. Menurutnya, pembangunan daerah yang efektif harus berangkat dari kebutuhan riil warga.
"Melalui ruang aspirasi ini, kami meminta saran, masukan, dan kritik dari panjenengan semua sebagai bahan perencanaan pembangunan ke depan," ujar Adi.
Ia menambahkan, setiap aspirasi yang disampaikan masyarakat akan dicermati dan dibahas bersama perangkat daerah terkait. Pemerintah daerah, kata dia, berkomitmen menindaklanjuti aspirasi tersebut sesuai dengan kewenangan, skala prioritas, serta kemampuan anggaran daerah.
"Aspirasi Bapak dan Ibu hari ini menjadi masukan berharga. Kami akan membahasnya bersama OPD terkait dan mengupayakan tindak lanjut secara bertahap," lanjutnya.
Dalam sesi dialog, berbagai persoalan disampaikan warga. Didik, perwakilan Paguyuban RW Desa Sumberejo mengungkapkan, selama ini banyak kegiatan RW masih mengandalkan swadaya masyarakat. Ia berharap adanya dukungan anggaran dari kelurahan untuk menunjang kegiatan kemasyarakatan.
Selain itu, Didik juga menyoroti persoalan pemanfaatan tanah eks bengkok yang saat ini masih berstatus sewa. Ia menyebut, hasil pengelolaan sawah tersebut tidak sebanding dengan biaya sewa yang harus disetorkan ke daerah.
"Setahun hasilnya sekitar Rp2,5 juta, tetapi kami harus menyetor ke BPPKAD sebesar Rp2,8 juta. Ini membuat kelurahan justru merugi, padahal harapannya hasil tanah itu bisa dimanfaatkan untuk kegiatan di kelurahan. Kami juga masih kekurangan sarana dan prasarana," ungkapnya.
Persoalan pengelolaan lingkungan juga mencuat dalam forum tersebut. Budi Utami, pegiat lingkungan sekaligus pengelola TPS3R dan Ketua Bank Sampah Induk Kecamatan Mertoyudan menyampaikan, dari enam TPS3R yang ada di wilayahnya, baru tiga yang beroperasi. TPS3R Sumberejo bahkan baru mulai beroperasi dengan keterbatasan anggaran dan sarana prasarana.
"Kami kesulitan berinovasi karena anggaran terbatas. Sarana yang kami miliki sangat memprihatinkan, terutama kendaraan angkut sampah," kata Budi.
Menanggapi berbagai aspirasi tersebut, Bupati Magelang Grengseng Pamuji dalam pernyataannya yang disampaikan pada forum itu menekankan pentingnya penyelesaian persoalan sampah dari tingkat desa. Menurutnya, sampah tidak hanya menjadi masalah, tetapi juga memiliki potensi nilai ekonomi jika dikelola dengan baik.
"Masalah sampah harus diselesaikan di desa. Di desa, sampah bisa bernilai ekonomi," ujar Grengseng.
Ia mengungkapkan, pihaknya telah menandatangani rancangan peraturan bupati (Raperbup) terkait pembentukan BLUD Sampah, yang nantinya akan mengelola transaksi sampah dengan skema usaha, bukan hibah. Tata kelola BLUD tersebut akan diatur secara khusus agar pengelolaan sampah lebih profesional dan berkelanjutan.
"Targetnya mulai 2026. Saat ini kami fokus di kawasan Borobudur dan Telomoyo karena merupakan pusat wisata. Tahun 2026 kami menargetkan 50 desa," kata Grengseng.
Grengseng juga meminta peran aktif pemerintah desa, khususnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), untuk terlibat dalam pengelolaan sampah sebagai peluang usaha. Ia menekankan perlunya evaluasi proyeksi jumlah sampah agar pengelolaannya tepat sasaran.
Perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang menambahkan, kebijakan pengelolaan sampah difokuskan pada titik TPS3R. Berdasarkan data yang ada, saat ini terdapat empat desa yang TPS3R-nya sudah beroperasi. TPS3R yang telah berjalan dapat melayani beberapa desa dalam satu kecamatan, sehingga tidak semua desa harus memiliki TPS3R sendiri.
Terkait sarana prasarana, DLH menjelaskan saat ini sudah ada kerja sama dengan pihak ketiga, sehingga pengadaan sarpras tidak sepenuhnya dibebankan kepada desa. Sarana yang tersedia di antaranya mobil pengangkut sampah, sementara untuk skala masyarakat cukup menggunakan kendaraan roda tiga. Konsep pengelolaan yang dikembangkan tidak hanya sebatas pengolahan, tetapi juga mendukung ekonomi sirkular.
Adapun persoalan sewa lahan eks bengkok dijelaskan oleh perwakilan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD), Wulan menyampaikan, kebijakan sewa tersebut bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2020 terkait pemanfaatan aset daerah yang belum sesuai ketentuan.
"Pada tahun 2024, sesuai temuan BPK, pengelolaan tanah dikembalikan dengan mekanisme sewa yang telah diatur dalam regulasi. Namun kami akan berupaya mengkaji kembali besaran biaya sewa agar tidak memberatkan," jelasnya.
Melalui Ruang Aspirasi Bupati Magelang ini, Pemerintah Kabupaten Magelang berharap terjalin komunikasi dua arah yang efektif antara pemerintah dan masyarakat, sekaligus menjadi dasar penyusunan kebijakan pembangunan yang lebih tepat sasaran dan berorientasi pada kebutuhan warga.
0 Komentar