Belajar Menerima Kekalahan

Dilihat 725 kali
Guru perlu dengan sabar memberikan pendampingan dan motivasi kepada peserta didik untuk menghargai suatu proses dalam berbagai kegiatan dengan segala konsekuensinya.

Dalam suatu kesempatan, penulis menyaksikan suara lantang dari peserta didik di podium aula, ketika mereka akan mengikuti FLS2N (Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional) mewakili sekolah dalam cabang seni tari. 


"Teman-teman, usaha yang sudah kita lakukan dengan maksimal merupakan indikator bahwa kita telah berusaha. Kita tidak usah kecewa, kalau nanti usaha yang kita lakukan dengan maksimal ini, hasilnya tidak sesuai harapan. Kita tetap akan menerima segala konsekuensi dari kerja keras ini, karena di sekolah ini kita sudah diajari pentingnya menghargai suatu proses".


Pernyataan tulus dari peserta didik yang sekaligus sebagai pengurus OSIS bidang seni budaya tersebut, dapat menjadi spirit dan pemantik motivasi siapa saja untuk berusaha semaksimal mungkin dalam meraih tujuan yang diharapkan, sekaligus menerima kemungkinan paling buruk sekalipun dengan lapang dada. Mereka berprinsip, hasil dari kerja keras yang telah diperjuangkan, nantinya tentu akan berbuah. Tidak hanya sekadar di area lomba, namun dapat menjadi bekal tuntunan hidup kelak di kemudian hari.


Bahan Refleksi


Berbagai informasi yang berseliweran saat ini, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain, dapat ditarik suatu tautan benang merah, bahwa era saat ini sistem informasi sudah berkembang sangat pesat, bagaikan menembus batasan ruang dan waktu.


Dari informasi tersebut dapat ditengarai, banyak agenda-agenda kegiatan kompetisi seperti olahraga, seni, ajang kompetisi kandidat kepala daerah, dan agenda-agenda besar lainnya diselenggarakan dengan kemasan menarik, namun ujung-ujungnya mereka tidak siap menerima kekalahan. Bahkan, masih banyak kelompok yang tidak terima kekalahan tersebut, dengan melakukan tindakan tidak terpuji, seperti mengamuk atau merusak fasilitas umum. Memang banyak sistem dari negeri ini yang dapat kita contoh, karena sudah melakukan lompatan teknologi yang luar biasa, tetapi satu hal yang sulit untuk ditiru, yakni sikap untuk menerima kekecewaan dan kekalahan.


Berbagai permasalahan tersebut dapat menjadi refleksi pembelajaran di kelas, yang dapat dimasukkan ke dalam mata pelajaran apa pun. Refleksi dapat dimaknai sebagai sebuah proses untuk mengajak mengendapkan makna manusiawi tentang berbagai hal yang sudah dilakukan dan pentingnya bagi sesama. Dari berbagai hal yang terjadi di lingkungan sekitar atau diri sendiri sebagai personal, terdapat banyak nilai-nilai kehidupan yang sering dijumpai untuk mendapatkan nilai-nilai (St. Kartono, 2002).


Dari refleksi tersebut peserta didik perlu mendapat pendampingan juga motivasi untuk menerima siap menerima kekalahan dari usaha keras mereka. Tidak jarang dari mereka yang kecewa, karena kakalahan dalam melakukan suatu kegiatan tidak mendapat penghargan atau pujian. Sanjungan hanya diberikan kepada mereka yang berhasil. Sementara mereka yang belum berhasil, walau usahanya sudah maksimal jarang diberikan, bahkan sering kali dicemooh. 


Oleh karena itu, guru perlu memberikan pendampingan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik pentingnya menerima kekalahan. Di antanya, pertama, membangun cara pandang. Dalam suatu ajang kompetisi, menang dan kalah adalah hal wajar. Usaha keras untuk mencapai tujuan merupakan substansi yang perlu dikedepankan. Dengan usaha keras tersebut, sudah terbangun nilai karakter pantang menyerah.


Kedua, membiasakan instrospeksi. Dari kekalahan yang dilakukan, peserta didik perlu diberikan penguatan untuk selalu insrospeksi dengan tujuan perbaikan diri agar lebih baik ke depannya. Instrospeksi juga dapat menjadi pemantik untuk selalu melakukan koreksi diri dari simpul-simpul kelemahan yang pernah dilakukan agar tidak terulang lagi.


Ketiga, membangun sikap positif. Sikap postif ini dapat menjadi fondasi kuat agar peserta didik menanggapi suatu permasalahan dengan sikap positif. Kekalahan dalam suatu kompetisi bukan akhir segala-galanya. Untuk itu, peserta didik perlu didampingi untuk selalu membudayakan dalam memberi ucapan selamat pada lawan yang telah memenangkan kompetisi. Sikap tersebut juga dapat dimaknai, bahwa peserta didik perlu berbesar hati dalam menerima kekalahan.


Bentuk Penghargaan


Beberapa waktu lalu, putri penulis mengabarkan bahwa karya puisinya yang dilombakan di level nasional  hanya masuk urutan 25 dalam ajang lomba karya puisi mahasiswa. Terasa nada sesal dan kesal dalam penyampaiannya. Balasan penulis justru sebaliknya: "Luar biasa, lho!" Juga ada peserta didik penulis yang menyampaian pesan singkat bahwa dirinya hanya  berada di urutan 6 dalam lomba seni tari antar peserta didik SMK tingkat kota. Jawaban yang sama penulis saya sampaikan: "Hebat, bagus!"


Jawaban-jawaban tersebut bukan sekadar menghibur. Di sana terdapat bentuk penghargaan atas kerja kerasnya menyiapkan diri dan bertekun lama. Jika dikomparasikan dengan jumlah pesera lomba, urut-urutan atau peringkat kemenangan menjadi sangat membanggakan. Urutan ke-25 dari ribuan peserta atau urutan keenam dari puluhan peserta lomba menjadi bukti bahwa kerja keras sudah dilakukan. Penulis paham peserta didik atau anak-anak sedang belajar kecewa, apalagi kalau terbiasa menang.


Dengan demikian guru, perlu selalu memberikan motivasi agar peserta didik berani untuk menerima konsekensi dari hasil kerja kerasnya. Kiranya semua harus menyadari bahwa jiwa-jiwa muda yang sedang tumbuh tersebut membutuhkan fondasi kuat untuk dapat menerima konsekuensi, termasuk yang paling pahit sekali pun. Apabila hal tersebut sudah dikuasai, kita yakin mereka mentalitasnya akan tertempa dan dapat tumbuh menjadi generas tangguh andalan masa depan bangsa.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar