Kepedulian Satuan Pendidikan pada Lingkungan Hidup

Dilihat 1662 kali
Sekolah yang asri dan nyaman sebagai indikator semua warga sekolah peduli akan pentingnya lingkungan hidup.

Permasalahan lingkungan di lingkup kota maupun desa sekarang ini kian bertambah kompleks. Fenomena tersebut dipicu oleh lajunya pertumbuhan penduduk dan perkembangan infrastruktur, seperti pemukiman, pusat-pusat perbelanjaan, perkantoran, sarana pendidikan, dan infrastuktur lainnya sebagai penyebab terganggunya keseimbangan lingkungan. Di satu sisi, laju pertumbuhan penduduk terus bertambah, tetapi di sisi lain ketersediaan lahan semakin terbatas.


Permasalahan pokok akibat lonjakan penduduk dan pembangunan diantaranya adalah pencemaran lingkungan. Permasalahan tersebut bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, namun menjadi tanggung jawab bersama termasuk lembaga pendidikan pun harus bertanggung jawab dalam mengelola lingkungan hidup.


Dalam menciptakan satuan pendidikan (sekolah) berbudaya lingkungan, implikasinya tidak hanya sekadar menciptakan budaya bersih, indah, dan hijau dipandang mata. Ada tanggung jawab moral yang lebih berat yakni memberi pengertian menyeluruh kepada peserta didik mengenai wawasan lingkungan sehingga seluruh warga satuan pendidikan terbiasa untuk peduli pada lingkungan.


Satuan pendidikan merupakan tempat yang stragegis untuk dilibatkan dalam pengelolaan lingkungan karena, pertama, pendampingan dan pengembangan lingkungan sangat potensial disampaikan melalui jalur pendidikan sejak dini. Kedua, pelibatan peserta didik secara aktif akan menumbuhkan kepedulian dalam hal pengelolaan hidup sejak dini. Ketiga, diharapkan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat sekitar satuan pendidikan untuk lebih peduli terhadap lingkungan.


Seiring dengan semangat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), pihak satuan pendidikan diberi otoritas penuh oleh pemerintah terhadap implementasi pendidikan lingkungan hidup. Terkait dengan teknis pelaksanaannya bisa dilaksanakan dengan cara integrasi maupun monolitik disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah asal satuan pendidikan.


Keterlibatan Semua Komponen


Kegiatan program pendidikan lingkungan kiranya perlu ditempuh dengan berbagai tahapan, diantaranya kebijakan satuan pendidikan untuk bersama-sama melaksanakan dengan konsekuen, mengintegrasikan dalam berbagai mata pelajaran, dan kegiatan berbasis partisipatif.


Implementasi kegiatan pendidikan lingkungan tidak bisa terlepas dari prinsip dasar program Adiwiyata, yaitu partisipatif dan berkelanjutan. Partisipatif mengandung pengertian melibatkan semua komponen komunitas satuan pendidikan dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing. Sedangkan berkelanjutan berimplikasi program harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komprehensif.


Adapun langkah strategis untuk mendukung program pendidikan lingkungan tersebut, guru dapat mengkreasi model pembelajaran alam sekitar yang oleh Fr. Finger dikenal dengan sebutan heimakunde (pembelajaran alam sekitar). Manfaat mendasar dari pembelajaran alam sekitar ini bagi perkembangan peserta didik yaitu dapat memberi apersepsi intelektual yang kukuh, tidak verbal, dan dapat memberikan apersepsi emosional karena alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan peserta didik.


Pada prinsipnya segala kejadian di alam sekitar merupakan sebagian dari hidup para peserta didik sendiri dalam suka maupun duka seperti kelahiran, kematian, pesta panen, gotong royong, berladang, dan sebagainya. Alam sekitar sebagai fundamen pendidikan dan pengajaran, dapat memberikan dasar emosional, sehingga peserta didik menaruh perhatian spontan terhadap segala sesuatu yang diberikan dari lingkungan di sekitarnya.


Di samping alam sekitar dapat sebagai materi bahan ajar, alam sekitar juga dapat menjadi kajian empirik melalui eksperimen, studi banding, dan sebagainya. Dengan memanfaatkan sumber-sumber dari alam sekitar dalam proses pembelajaran, dimungkinkan peserta didik akan lebih menghargai, mencintai, dan melestarikan lingkungan alam sekitar sebagai sumber kehidupannya.


Kesadaran Kritis


Dalam kondisi seperti sekarang ini, pembelajaran berbasis lingkungan harus dapat menjadikan peserta didik sadar dan kritis akan dampak negatif  elaborasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak terjerumus dalam ikut serta memperbesar dampak negatif yang ditimbulkan (Paul Suparno, 2002).


Oleh karena itu pembelajaran di satuan pendidikan harus menghasilkan peserta didik yang memiliki kesadaran akan pentingnya penyelamatan dan kelestarian lingkungan. Beberapa kiat yang dapat dilakukan antara lain, pertama peserta didik dibiasakan untuk mengkaji realitas masalah yang ada di sekelilingnya. Atau juga peserta didik dapat mengkaji masalah aktual yang kontroversial dari pemberitaan media massa. Masalah-masalah tersebut dikaji di dalam kelas secara multidispliner sehingga dampak dan solusi dapat dimengerti secara keseluruhan.


Kedua, peserta didik dengan bantuan para guru sebagai pendamping perlu dibantu agar dapat mengembangkan kesadaran dan kecintaaannya akan lingkungan dan komunitasnya. Persoalan pencemaran, dampak limbah produksi bagi lingkungan, dampak pendirian pabrik bagi kesehatan masyarakat, dan lain-lain, dapat menjadi perhatian serius dalam pengkajian terhadap obyek yang dipelajarinya.


Metode pembelajaran yang sangat kondusif untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan dalam diri peserta didik adalah pembelajaran reflektif. Melalui pembelajaran reflektif, pesera didik tidak hanya memahami materi sampai pada kesadaran akan adanya sebuah masalah dalam lingkungan komunitasnya, melainkan juga ditantang untuk bertindak nyata dalam kehidupannya untuk melestarikan lingkungannya.


Kedekatan dengan lingkungan alam sebagai bagian pendidikan secara faktual tidak dapat dipisahkan dengan peserta didik dari jenjang apapun diyakini akan dapat menghasilkan generasi yang lebih baik. Peserta didik dapat bebas mengeksplorasi dan mengembangkan kreativitas dengan sistem pendidikan yang tidak konvensional dan mengekang peserta didik yang selalu ingin menuntut ilmu.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar