Komunitas sekolah merupakan sebuah lingkungan pendidikan yang menawarkan sistem terbuka bagi semua kalangan. Sekolah tidak boleh membatasi anggota komunitas sekolah berdasarkan suku, kelompok, atau mereka yang berasal dari budaya tertentu. Belajar menghormati budaya lain selain budaya sendiri merupakan tanda keterbukaan dan apresiasi sekolah terhadap nilai-nilai dan kekayaan budaya dari pihak lain.
Sekolah perlu menunjukkan rasa hormat dan penghargaan kepada budaya lain. Budaya lain yang dimaksud di sini adalah kebiasaan, tradisi, dan nilai-nilai luhur yang diyakini oleh komunitas tertentu selama berabad-abad. Sebagai contoh, sekolah yang berada di lingkungan yang kental budaya Jawa, perlu belajar memahami budaya lain dari para anggotanya seperti budaya dan nilai-nilai orang Padang, Minangkabau, atau mereka yang memiliki konteks lingkungan sosial dan budaya yang berbeda.
Nilai keberagaman
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal di dalamnya seharusnya menjadi tempat penyemaian nilai-nilai keberagaman yang menjadi kekayaan bangsa ini. Paling tidak sejak jenjang sekolah dasar, peserta didik diajarkan bahwa Indonesia adalah bangsa majemuk, yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama/kepercayaan. Semua elemen bangsa berkomitmen hidup bersama dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi satu sebagai bangsa Indonesia.
Namun, menyemai nilai-nilai keberagaman tidak bisa hanya dengan menyampaikan materi itu agar peserta didik tahu, bahkan hafal, dan akhirnya mendapatkan nilai bagus saat ujian. Tidak ada pelajaran khusus yang dapat yang dapat menjadi media untuk menyemai nilai-nilai keberagaman. Kiranya sekolah dan guru, perlu menghadirkan nilai-nilai keberagaman tersebut dalam kegiatan belajar mengajar dan pergaulan di sekolah.
Peserta didik diberi pengalaman agar dapat menerima dan menghargai perbedaan. Terlebih dahulu sekolah dan guru menerima dan menghargai perbedaan pada diri setiap peserta didik. Perbedaan bukan untuk disetujui atau tidak disetujui, bukan untuk dihitung, apalagi dipinggirkan jika jumlanya sedikit.
Bukan hanya perbedaan suku, bahasa, agama/kepercayaan, melainkan lebih luas lagi perbedaan sosial ekonomi, geografis, kepribadian, gaya belajar, cara pandang/pendapat juga perlu dihargai. Contoh sederhana, apakah guru menerima ketika peserta didik menyatakan apa yang disampaikan guru kurang tepat. Apakah guru memberi kesempatan peserta didik untuk menyampaikan alasan yang mendasari pendapatnya tersebut.
Panduan UNESCO
Dalam upaya menyemai nilai keberagaman dan menghentikan segala bentuk diskriminasi dalam pendidikan, termasuk intoleransi, UNESCO melalui konsep teaching respect for all (mengajar menghormati semua) sejak 2012 telah memberikan panduan bagi negara-negara anggota untuk melaksanakan pendidikan dan mempromosikan prinsip serta nilai universal berdasarkan hak asasi manusia. Panduan ini telah diujicobakan di sejumlah negara, termasuk Indonesia (Kompas, 2021).
Konsep teaching respect for all digunakan untuk lebih memperkuat kebijakan pendidikan hak asasi manusia (HAM) yang ada. Kebijakan HAM tersebut bertujuan mendorong pembelajaran hidup bersama di antara populasi dengan latar belakang yang beragam.
Dengan demikian, pendidikan memainkan peran penting dalam transformasi masyarakat untuk menjadi lebih adil dan inklusif. Untuk itu pendidikan yang menjadi kata kuncinya. Pendidikan yang majemuk dapat membekali peserta didik dengan sikap dan keterampilan untuk merangkul keragaman, meningkatkan empati dan rasa solidaritas untuk orang lain, dan membangun keterampilan pemecahan masalah dari berbagai perspektif.
Menghargai perbedaan adalah dasar pendidikan karakter yang dikuatkan dalam Kurikulum 2013. Pengalaman menghargai perbedaan tak hanya menciptakan saling menghargai dan menghormati antarwarga sekolah, tetapi juga meningkatkan daya pemikiran kritis peserta didik sekaligus mendapatkan manfaat dari pembelajaran demokratis.
Di samping itu, pengalaman menghargai perbedaan akan membantu peserta didik dalam mengasah keterampilan untuk berkolaborasi dengan mereka yang mempunyai pendapat berbeda. Hal ini akan sangat membantu peserta didik dalam beradaptasi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan di masyarakat.
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Guru Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang
0 Komentar