Nilai Keutamaan Cerita Panji

Dilihat 6406 kali
Cerita Panji menjadi inspirasi penciptaan karya seni seperti seni rupa dalam bentuk lukisan kaca

Cerita Panji merupakan cerita asli Indonesia yang telah tersebar luas di seluruh kawasan Nusantara hingga ke negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Sebagai karya sastra, persebaran cerita Panji dalam berbagai macam versinya dapat ditemukan di Jawa, Bali, Sunda, Sumatera, Kalimantan, dan Lombok. Sementara itu cerita Panji juga berkembang di negara Malaysia, Thailand, Kamboja, Laos, dan Myanmar. Bahkan sangat dimungkinkan sastra Panji merupakan satu-satunya karya sastra Indonesia yang hingga saat ini paling banyak dipelajari oleh berbagai bangsa di dunia.


Ulasan mengenai cerita Panji pernah disampaikan oleh beberapa ahli diantaranya S.T. Stamford Raffles dalam buku The History of Java (1830); Cohen Stuart dalam tulisannya mengenai Djajalengkara (1853); J.G.H. Gunning dalam Roord Pandji-verhalen in het Javaansch (1896); W.H. Rassers dalam De Panji Roman (1922) dan Panji, the Cultural Hero: A Structural Studies of Religion in Java (1982); Th.  Pigeaud, dalam buku Javaanse Volksvertoningen (1938). Selain dari yang disebutkan banyak para ahli yang telah mengulas cerita Panji sebagai indikator bahwa cerita yang melegenda tersebut akan terus dikaji kedalamannnya.


Keberadan cerita Panji, terutama di Jawa tidak bisa dilepaskan dengan legenda, mitos, dan sejarah. Cerita Panji bukan hanya sekadar fiktif belaka sebagaimana pula cerita Ramayana dan Mahabharata di negeri asalnya India. Komparasinya, bahwa cerita Ramayana memiliki dinasti yang jelas dan baku, yaitu dinasti Alengka dan Ayodya. Sedangan di dalam Mahabharata terdapat dinasti Hastinapura dan Indraprahasta.


Adapun di dalam cerita Panji baik yang berkembang di Indonesia atau Jawa pada khususnya,memiliki empat dinasti, yaitu Jenggala, Urawan, Kediri, dan Singasari. Keempat dinasti tersebut berasal dari satu dinasti yang bernama Resi Gatayu di kerajaan Kahuripan (Poerbatjaraka, 1968).


Sebaran Cerita


Di masa Kerajaan Majapahit, yaitu kisaran abad 14-15, Cerita Panji sangat populer. Melalui perjalanan laut, cerita ini disebarkan oleh para pedagang, dari Pulau Jawa ke Bali, Melayu, kemudian ke Thailand, Myanmar, Kamboja, dan mungkin juga ke Filipina.


Cerita Panji, dengan demikian memiliki keunikan karena pengarangnya banyak. Ketika menyebar dari Jawa ke kawasan Asia Tenggara, berkembanglah banyak versi dan kisah yang berbeda sehingga berkontribusi pada keragaman dan potensi budaya Panji saat ini.


Malaysia, Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, dan lainnya, memiliki interpretasinya sendiri terhadap kisah-kisah itu. Bahkan keunikan dan kepopuleran cerita Panji kemudian menjadi inspirasi munculnya bentuk seni tradisi lainnya seperti seni tari, wayang topeng, wayang beber, wayang gedog, seni kriya dan sebagainya.


Tersebarnya cerita Panji sebagai bukti faktual keberhasilan masyarakat Jawa di masa lalu ketika membangun komunikasi melalui diplomasi budaya dan menawarkan ide-ide universalisme kepada masyarakat kawasan Asia Tenggara saat itu. Hal tersebut menandakan kecerdasan dalam komunikasi silang budaya sudah membumi.


Ketersebaran Cerita Panji ke berbagai wilayah budaya di Asia Tenggara jelas menunjukkan di zaman itu telah terbangun proses komunikasi budaya yang baik, antara masyarakat Indonesia dan berbagai masyarakat di kawasan itu. Salah satu kata kunci kesuksesan dari proses komunikasi ini ialah karena adanya nilai-nilai universalisme yang terkandung di dalam Cerita Panji.


Tokoh utama dalam cerita Panji bernama Inu Kartapati yang menjalin cinta dengan Candrakirana. Inu Kartapati adalah seorang putra mahkota kerajaan Janggala, dan Candrakirana adalah putri raja kerajaan Daha. Nama-nama lain dari Inu Kartapati adalah Panji Kudawanengpati, Panji Asmarabangun, Panji Kudalalean, Panji Jayengtilam, Raden Putra, dan sebagainya.


Dalam cerita Panji tokoh Inu Kartapati digambarkan sebagai Arjuna. Ksatria tampan seperti Bhatara Kamajaya, memiliki kesaktian dan selalu unggul dalam setiap pertarungan dan peperangan. Tidak berbeda dengan Arjuna, Inu Kartapati juga tampil sebagai tokoh kesatria yang menjadi pujaan wanita, dan sebaliknya juga mampu memikat hati para kekasihnya. Namun kesetiaannya kepada Candrakirana sebagai kekasih sejati tidak pernah luntur, meskipun ia berulang kali terpaksa berpetualang dengan putri-putri lain.


Candrakirana pun tidak jauh berbeda tokoh Sumbadra dalam wayang purwa. Ia memiliki kecantikan bagaikan Bhatari Ratih, bahkan sering dilukiskan tiada ubahnya seperti Supraba yang mengungguli kecantikan semua bidadari di kayangan. Di samping itu kesetiaannya juga tiada duanya.  

 

Nilai Keutamaan


Cerita Panji dengan nama tokohnya Panji Inu Kartapati juga sarat dengan amanat yang mengandung nilai-nilai keutamaan kehidupan yang sangat berharga bagi dirinya dan pembacanya. Nilai budaya yang tampak paling menonjol dalam cerita Panji adalah nilai Kepahlawanan. Panji Inu Kartapati berkali-kali tampil untuk menyelamatkan negara, baik negerinya sendiri maupun kerajaan lain. Raja yang sedang menghadapi ancaman bahaya musuh dari luar kemudian meminta bantuan Panji untuk mengusir musuh. Berkat keperkasaan dan kesaktiannya, Panji selalu ungggul dalam menghadapi musuh-musuhnya.


Selain itu, Panji juga memiliki sifat dan kepribadian yang dapat dijadikan suri teladan bagi komunitas pada umumnya. Melalui tokoh Panji, penulisnya ingin menyampaikan amanat yang bersifat abadi. Artinya, biarpun amanat dalam cerita Panji itu dibaca berkali-kali dan selang beberapa tahun akan tetap langgeng.


Keunikan dan universalisme nilai keutamaan dalam cerita Panji tersebut, seyogianya menjadi pemantik semua pihak untuk peduli pada karya seni budaya Nusantara ini. Kebangkitan kembali cerita Panji pada saat ini, tentunya dibutuhkan kerja sama paralel semua pihak dalam tindakan praksis agar cerita yang penuh nilai keutamaan ini tidak tergerus pusaran zaman.


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar