Peran Desa Penyangga Destinasi Wisata

Dilihat 425 kali
Suatu destinasi wisata tidak akan dapat lepas dari desa-desa penyangga di sekitarnya, karena desa-desa penyangga tersebut dapat berfungsi sebagai transformator yang dapat mendulang target kunjungan wisatawan.

TIDAK dapat dipungkiri, suatu destinasi wisata akan dapat berkembang tentunya membutuhkan berbagai komponen yang menyertai. Seperti potensi yang dimiliki, tingkat kenyamanan bagi wisatawan, kemudahan transportasi juga peran desa-desa penyangga di sekitar destinasi wisata.

Secara tidak sadar, suatu destinasi wisata yang besar dan reputasinya sudah diakui publik, kadang abai terhadap lingkungan sekitarnya termasuk desa penyangganya.  Padahal desa-desa panyangga tersebut perannya sangat dominan sebagai pintu masuk menuju destinasi wisata sekaligus sebagai media promosi agar wisatawan berkunjung ke destinasi yang menjadi tujuan utamanya.

Tanpa desa-desa penyangga, ibaratnya destinasi wisata tanpa akar-akar kuat untuk mengokohkan keberadaanya. Dengan adanya desa-desa penyangga tersebut, kiranya dapat menjadi transformator untuk mendulang destinasi wisata dalam mendapatkan kunjungan wisatawan sebagaimana yang ditargetkan.

Peran Signifikan

Bila ditelisik lebih jauh, salah satu tingkat keberhasilan suatu destinasi wisata tidak lain adalah kepuasan pengunjung. Adapun yang diharapkan, nantinya wisatawan akan berkunjung kembali dengan menyertakan pengunjung lainnya, mungkin teman dekat atau kerabatnya. Tentunya agar ekspetasi tersebut dapat terealisasi dibutuhkan aspek-aspek penunjang agar wisatawan kerasan. Selain aspek penunjang di lokasi destinasi wisata, juga dibutuhkan aspek penunjang di sekitar destinasi wisata, seperti desa-desa penyangga sekelilingnya.

Desa-desa tersebut menjadi penting, karena sebagai penyangga kawasan destinasi wisata yang dikunjungi wisatawan. Maka tidak mengherankan, di sepanjang jalan menuju Candi Borobudur sudah ditata rapi dengan segala ornamen yang melengkapi. Di samping itu di pintu gerbang masuk kawasan wisata Candi Borobudur sudah terdapat patung ikonik yang dapat memberikan gambaran kepada wisatawan substansi dari bangunan peninggalan Dinasti Syailendra tersebut.

Di gerbang Blondo terdapat ikonik pohon kalpataru. Sedangkan di pertigaan Palbapang ada ikonik singa. Ikon patung gajah ditemukan di Kembanglimus. Tak kalah menariknya di pintu gerbang Klangon terdapat ikonik Kapal Samudra Raksa. Semuanya ditata  dengan tujuan, kesan pertama wisatawan yang akan menuju ke destinasi wisata sudah terbangun terlebih dahulu.

Untuk itu, di samping penataan pada jalur utama, kiranya desa-desa penyanga destinasi tersebut juga perlu ditata pengelolaannya. Pada dasarnya desa penyangga merupakan suatu area natural yang berbantuk lanskap yang berfungsi sebagai penyangga atau penyeimbang untuk aktivitas maupun fasilitas yang ada di kawasan tersebut (Cooper, 1993).

Dengan demikian, desa penyangga perannya menjadi sangat signifikan dalam kaorelasinya dengan destinasi wisata inti. Untuk itu kiranya pengelolaan kawasan perlu menjadi perhatian utama. Dukungan dan stimulasi dari berbagai pihak agar desa penyangga tersebut dapat berkembang sangat dibutuhkan. Adapun dukungan tersebut dapat berupa, pertama, atraksi. Komponen ini merupakan sesuatu yang memiliki daya tarik, sehingga orang ingin menikmatinya. Atraksi yang dikunjungi pada umumnya terdiri dari site attraction (panorama indah, iklim baik, dan tempat-tempat bersejarah) serta event attraction (konggres, festival, pentas seni atau pameran,  pertandingan olahraga).

Kedua, akomodasi. Komponen daya dukung akomodasi ini merupakan sarana penginapan yang tersedia di suatu daerah dengan standar alami yang ada di pedesaan yang dapat terjangkau oleh wisatawan.  

Ketiga, aksesibilitas. Aksesibilitas merupakan sarana dan prasarana penghubung agar wisatawan dapat mencapai satu tempat ke tempat lain dengan mudah, baik melalui prasarana jalan, sarana transportasi, maupun sarana komunikasi. Semua saling terkorelasi satu sama lain yang dapat memudahkan wisatawan mendapatkan informasi aktual dari objek wisata yang ingin dikunjungi.

Keempat, aktivitas. Pada prinsipnya aktivitas merupkan kegiatan wisatawan di desa penyangga tersebut. Dengan demikian, sarana aktivitas perlu disediakan baik yang dapat dilihat dan dilakukan, menarik untuk untuk dikunjungi, dan memuaskan wisatawan (Mangatas Siringoringo, 2017).

Pelibatan Semua Pihak

Mengingat begitu signifikannya desa penyangga bagi destinasi wisata, kiranya keterlibatan semua pihak untuk dapat mewujudkan harus diaktulisaskan secara konkret. Mulai dari pemerintah, kelompok sadar wisata, masyarakat, pengusaha, dan beberapa pemerhati pariwisata lainnya dapat berkolaborasi secara sinergis.  

Semuanya perlu juga menyadari bahwa sektor pariwisata memiliki peranan penting sebagai salah satu sumber bagi penerimaan devisa, serta dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya dalam mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan produktivitas suatu negara.

Tujuan akhir dari pembangunan sektor pariwisata tak lain adalah untuk untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menumbuhkan sektor perekonomian. Dengan demikian dapat juga dieksplanasikan bahwa aktivitas pariwisata dapat menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun investasi yang pada akhirnya akan menumbuhkan kegiatan produksi barang dan jasa yang dapat bermanfaat.  

Sebagai contoh, pada saat ada event Borobudur Marathon 2023 bulan November 2023 lalu, desa-desa penyangga yang dilewati para peserta juga mendapatkan berkah dari kegiatan tersebut, seperti para pedagang kecil sepanjang desa-desa yang dilewati.Tentunya desa-desa yang dilewati ke depannya, perlu lebih antisipatif lagi agar wisatawan lainnya juga dapat mengunjungi desa-desa tersebut dengan menikmati segala potensi yang dimiliki.

Adapun kata kunci agar pembangungan pariwisata dapat optimal tak lain adalah pelibatan masyarakat mulai dari formulasi awal, pengambilan keputusan, implementasi, sampai pembagian hasil, sehinga mereka merasakan manfaat dari pengembangan pariwisata tersebut secara berkelanjutan.


Penulis*) Drs. Ch. Dwi  Anugrah, M.Pd. Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar