Upaya Mengatasi Learning Loss di Sekolah

Dilihat 5160 kali
Pendampingan pendidik secara intensif kepada peserta didik dapat mereduksi terjadinya learning loss di sekolah

Dalam proses perjalanan waktu selama hampir dua warsa ini, situasi pandemi di negeri kita belum berakhir. Setelah beberapa waktu dunia pendidikan menggelar PTM (Pertemuan Tatap Muka) terbatas, kini kembali PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) diterapkan di beberapa daerah. Hal ini dilakukan karena di beberapa daerah kasus Covid-19 mengalami peningkatan cukup signifikan.


Agar penularan tidak semakin tinggi, maka pembelajaran tatap muka (PTM) dihentikan sampai situasi normal kembali. Sementara itu para pendidik dan peserta didik yang sudah beberapa saat melakukan pembelajaran luring atau tatap muka, menerima keputusan pemerintah demi keselamatan bersama.


Padahal dalam pembelajaran luring, para pendidik dan peserta didik telah melaksanakan pembelajaran secara komunikatif dan intensif. Sebagaimana mestinya, pembelajaran dilakukan dalam ruang dan waktu, yaitu di dalam kelas. Setelah sekian lama, PJJ dilakukan proses pembelajaran dilakukan melalui dunia maya dan tatap layar. Situasi yang demikian itu menimbulkan learning loss (kehilangan pembelajaran) pada diri peserta didik.


Pada hakikatnya learning loss adalah hilangnya pengetahuan dan kemampuan peserta didik, baik secara spesifik atau umum, yang dipengaruhi berbagai faktor. Beberapa faktor yang memengaruhi tersebut diantaranya, periode libur panjang pada kalender akademik, peristiwa yang dialami peserta didik karena kemiskinan, hingga ditutupnya sekolah karena pandemi (The Education and Development Forum, 2020).


Tantangan Berat


Kejadian faktual itu juga berarti menjadi tantangan cukup berat bagi pendidik untuk mengisi masa kehilangan pengetahuan itu. Meskipun dalam PJJ  menggunakan gawai/ponsel sebagai sarana pembelajaran, namun hal itupun tidak sepenuhnya menjadi sarana memadai. Tidak semua peserta didik memiliki gawai beserta kuotanya. Bahkan pendidik pun ada yang tidak memiliki ponsel pintar dan canggih.


Hal ini bisa ditelisik di daerah-daerah pedalaman atau desa tertinggal. Di daerah perkotaan, peserta didik lebih banyak yang memiliki ponsel namun tak jarang mereka juga kehabisan kuota, sehingga hal ini menjadi kendala untuk mengikuti pembelajaran daring. Tidak hanya itu. kebosanan mereka di depan layar gawai, membuat mereka tidak betah menyimak pembelajaran. Maka tak heran mereka lebih suka off cam (keluar dari layar kamera pembelajaran) dalam mendengarkan penjelasan pendidik.


Pada prinsipnya learning loss tidak bisa dibiarkan. Maka pendidik wajib mengatasi permasalahan tersebut. Karena menurut praktisi pendidikan Indra Charismiadji mengatakan bahwa permasalahan learning loss terjadi karena cara mengajar yang hanya dipindahkan dari dalam kelas dan diadopsi sepenuhnya ke pembelajaran online (https://www.antaranews.com).


Dalam hal ini pendidik diharapkan tidak hanya menerangkan materi dalam pelajaran online yang mengakibatkan peserta didik bosan dan tidak semangat. Untuk itu, pendidik diharapkan lebih kreatif dan berinovasi dalam penyampaian materi. Media digital yang sudah berkembang begitu pesat ini hendaknya bisa digunakan dalam proses pembelajaran online. Pendidik tidak boleh ketinggalan zaman, sehingga selalu mengikuti dan memelajari elaborasi dunia digital saat ini. 


Peserta didik bisa diajak berdiskusi, berinovasi, serta  membuat konten beragam aplikasi yang langsung bersinggungan pada tataran praksis untuk bekalnya di kemudian hari.


Terminologi blended learning atau pembelajaran campuran kini menjadi metode baru  yang kiranya perlu dikuasai oleh pendidik. Pembelajaran campuran merupakan metode pembelajaran yang menyinergikan strategi tatap muka di ruang kelas dan pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan beberapa alternatif. Pertama mengunduh materi pembelajaran. Pendidik mengunduh materi pembelajaran dari beberapa aplikasi, kemudian menginformasikan kepada peserta didik untuk memelajari materi tersebut baik secara langsung maupun menggunakan aplikasi yang sudah disiapkan.


Kedua, identifikasi presensi peserta didik. Metode ini bersifat fleksibel karena peserta didik tidak harus datang ke sekolah, hemat biaya, dan waktu. Materi juga bersifat interaktif, efektif dan efisien serta melatih kemandirian peserta didik. Beberapa hal tersebut di atas tentu harus dilaksanakan bahu membahu. 


Pihak sekolah perlu menyiapakan infrastruktur yang memadai, seperti sarana internet yang lancar dan bisa diakses kapanpun bagi seluruh warga sekolah.  Selain itu PTM terbatas, terjadwal dengan sistem 50% dari jumlah peserta didik di kelas dan menerapkan prokes ketat juga menjadi upaya agar masa kehilangan belajar peserta didik dapat teratasi.


Sikap Terencana


Untuk menghadapi dan menyikap learning loss, pihak sekolah perlu membuat sikap-sikap yang terencana walau tentu belum seluruhnya sempurna. Pertama, kesiapan fisik struktural dan mental baik pendidik dan peserta didik perlu diperkuat. Kedua, pembelajaran secara online tidak bisa menggantikan cara tatap muka karena kehadiran fisik masih dibutuhkan manusia. Ketiga, menyikap gaya hidup baru dengan sikap adaptif karena dampak pandemi ini penting supaya kita bertahan hidup dalam keterbatasan gerak.


Konsekuensi dari sebuah perubahan adalah adanya pihak yang tertinggal yaitu generasi yang kurang adaptif. Memang sebisa mungkin generasi mereka itu direngkuh agar dampaknya tidak terlalu buruk. Misalnya, generasi yang sudah tidak adaptif diberi ruang kesempatan mengerjakan yang bisa dikerjakan oleh mereka sehingga tidak mengabaikan martabat mereka.


Pandemi ini mungkin menandai gaya hidup baru manusia. Oleh karena itu, kita sebagai spesies homo sapiens juga tidak boleh lengah dengan perubahan tersebut. Di samping itu, perubahan gaya hidup dapat sebagai proses belajar agar lebih fleksibel dengan segala kemungkinan dari perubahan iklim, cuaca, pandemi yang terjadi dengan segala konsekuensinya.


(Oleh: Ekaningsih, S.Pd., Guru Agama Katolik di SMKN 1 Magelang dan SMAN 1 Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar