BERITAMAGELANG.ID - Galeri Limanjawi di Wanurejo Borobudur menggelar pameran yang pertama di awal 2025. Pameran kali ini disajikan oleh kelompok Prasinda 93, yang merupakan alumni Institut Seni Indonesia (ISI). Sebanyak 32 lukisan berbagai aliran dipamerkan selama dua minggu pada 2 - 18 Februari 2025.
Umar Chusaeni, pemilik galeri Limanjawi mengatakan, pameran ini merupakan kebanggaan karena merupakan pameran ke 8 dari kelompok Prasinda, setelah sekian lama tidak bertemu. Para alumni ini tinggal di kota yang berlainan seperti Jakarta, Manado, Malang, dan kota lainnya.
Kelompok ini masih menjalin silaturahmi, kekuatan dan kebersamaan selalu terjaga. Hal itu menjadi motivasi pada para seniman muda untuk bisa menjalin kekompakan.
Umar menyebutkan ada 16 seniman yang ikut dalam pameran ini, beberapa diantaranya Agni Tripratwi, Agus Subyakta, Anang Asmara, A. Emor Mingkid, Alpha Tejo Purnomo, Darmawan Indra Budi, Donni Kurniawan, Endro Supriyanto, I Wayan Gede Santyasa, Muji Harjo, Noor Asif, Oskar Matano, Roni Dermawan, Stefan Buana, Tini Jameen dan lain sebagainya.
Limanjawi sendiri menjadi ruang silaturahmi seniman-seniman senior yang sudah mengalami banyak peristiwa seni di Indonesia.
Adapun tema pameran kali ini dalah 'Gatra Akyati' yang artinya tentang kekompakan dan kebersamaan yang harus dijaga.
Dosen ISI, Dr. Suwarno Wisetrotomo yang membuka pameran ini mengatakan, bahwa pameran ini penting, karena seni diletakkan sebagai medium untuk merawat kekerabatan dan persahabatan. Mereka merupakan Angkatan 1993 yang membentuk kelompok bernama Prasida. Sejak mereka belum menjadi siapa-siapa, sudah nekat membikin kelompok di tahun 1994.
"Ternyata kekerabatan mereka terawat hingga sekarang," katanya.
Selain itu, pameran ini juga sambil mengenang dengan takzim, salah satu guru yang sudah almarhum yakni Aming Prayitno. Almarhum merupakan seniman hebat di Indonesia, yang 1 Januari lalu genap dua tahun berpulang. Almarhum salah satu guru yang mem-backup, menyokong, mewadahi dan mendukung kelompok Prasida sejak awal. Atas jasa almarhum, kelompok ini terus bersemangat.
Di sisi lain, pameran ini penting karena di tengah situasi seni rupa hari ini yang penuh kejutan, dunia yang tunggang langgang, terbirit-birit, semua tergesa-gesa, maka seni dikembalikan kepada makna masing-masing, yakni menjadi perekat, penyalur gagasan, media kritik dan media apapun.
Pameran ini menemukan titik pentingnya karena kebetulan di Limanjawi Borobudur, merupakan satu kantong seni atau kebudayaan hidup di sini.
Lukisan-lukisan yang dipamerkan, tidak ada yang spesifik menyinggung tentang segala macam perbedaan atau konflik di Kawasan Candi Borobudur.
Suwarno justru menilai bahwa siapapun yang misalnya sedang berbeda pandangan, justru bisa ke sini untuk menikmati seni.
"Karena seni merupakan medium paling efektif untuk membangun percakapan," tutupnya.
0 Komentar