Kesenian Kubro Legend di Merti Desa Ngadiharjo: Nguri-uri Budaya Tradisional

Dilihat 96 kali
Penampilan kelompok kesenian tradisional kubro Budi Siswo, Desa Ngadiharjo, Kecamatan Borobudur.

BERITAMAGELANG.ID - Merti desa (Ngadiharjo Nduwe Gawe) bukan sekadar pesta rakyat yang digelar tahunan setiap bulan Safar. Cara masyarakat merawat kesenian tradisional tetap hidup dan berkembang. 


Mendekati 57 tahun, usia kelompok kesenian kubro, Budi Siswa bisa dipastikan lebih tua dari umur kebanyakan para anggotanya. Rata-rata personelnya sekarang anak muda dan warga paruh baya. 


Tinggal Supomo satu-satunya anggota paling tua Budi Siswo. Menginjak usia 75 tahun, dia mengaku bergabung sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama.


Sejak pertama bergabung hingga hari ini, Supomo didapuk menjadi pembowo. Pembowo adalah sebutan untuk penyanyi kelompok kesenian kubro siswo. 


Penampilan pembowo paling necis dan mencolok di antara personel lainnya. Berseragam serba putih mirip angkatan laut, pembowo menyanyikan syair sekaligus memimpin aba-aba bagi kelompok penari. 


“Saya mengikuti ini sejak SMP. Semula cuma nonton anak-anak latihan pakai tabuhan ember, kok lama-lama saya tertarik ikut," kata Supomo di sela kirab budaya dalam rangka saparan dan merti Desa Ngadiharjo, Kecamatan Borobudur, Sabtu (16/8).


Tertua di Borobudur Barat


Dibentuk 18 September 1968, seingat Supomo, Budi Siswo adalah kelompok kesenian kubro tertua di wilayah Borobudur bagian barat. Kelompok kesenian ini dibentuk sebagai sarana dakwah Islam.


"Budi itu kepanjangan dari Badan Usaha Dakwah Islamiyah. Tujuannya (dulu) agar kelakuan anak-anak muda itu menjadi baik. Dulu anggotanya sekitar 150 orang. Semua warga Desa Ngadiharjo,” terangnya.


Di tengah gempuran hiburan modern, Budi Siswo mempertahankan kesenian kubro siswo beraliran klasik. Tabuhan musiknya tidak bercampur irama dangdut yang sering dikenal sebagai brodut (kubro-dangdut). 


Beberapa sumber literasi menyebutkan kubro siswo berasal dari kata "kubro" yang berarti besar, dan "siswo" yang berarti murid atau siswa. Secara umum kesenian kubro siswo dapat diartikan sebagai murid-murid yang memiliki pengabdian besar kepada Tuhan.


Kubro siswo hadir hadir sebagai sarana penyebaran Islam di Jawa pada masa lalu. Kesenian ini merupakan hasil akulturasi budaya Jawa dan Islam yang sarat dengan pesan dakwah yang disampaikan melalui syair lagu berbahasa Jawa.    


Kubro Siswa Klasik


Menurut Suprapto, bendahara Budi Siswo, kelompoknya mempertahankan nilai tradisi kubro yang mengajarkan keteraturan hidup. 


“Kunto siswa mengajarkan tertib. Makanya kostum pembowo-nya angkatan laut. Disiplin. Gerakannya juga tertib. Kami masih suka yang klasik," ujar Suprapto. 


Upaya kelompok kesenian tradisional kubro, Budi Siswa mempertahankan eksistensi mengalami beberapa kali masa pasang-surut. Sejak berdiri pada 1968, kelompok ini tiga kali mengalami masa vakum.   


Setelah mati suri pada 2003, kelompok Budi Siswa baru bangkit kembali 2022. 


"Saya menjadi pamong di Desa Ngadiharjo, tahun 2014. Tahun 2016 kelompok kesenian (tradisional) itu mati suri," kata Kepala Desa Ngadiharjo, Wahyu Sariyanto.


Merti Desa Nguripi Budaya 


Sejak 2014, Wahyu Sariyanto menggagas merti desa yang salah satu kegiatannya adalah kirab seni dan budaya. Dia mendorong kelompok-kelompok kesenian rakyat aktif kembali.


Pemerintah desa memberikan sokongan dana kepada kelompok kesenian agar hidup kembali. Merti desa menjadi ajang bagi kelompok kesenian tradisional untuk menampilkan diri. 

Ada kelompok jatilan Laras Budoyo, Turonggo Sari Mudo, dan Madyo Warno, kubro Budi Siswo dan New Edi Siswo, serta kesenian topeng ireng Topeng Kawedar. 


Dari semua kelompok kesenian, Budi Siswo yang lahir kembali paling akhir. 


“Sejak tahun 2016 kita sudah punya 6 kelompok kesenian. Budi Siswo ini anak yang terakhir. Terlahir kembali," kata Wahyu Sariyanto. 


Wahyu Sariyanto berharap dukungan besar yang diberikan pemerintah desa memberi dorongan kepada warga untuk mengembangkan seni budaya tradisional.


"Mudah-mudahan ada geliat kembali dari warga masyarakat untuk mengembangkan seni budaya. Saparan ini kami awali dari tahun 2014, kita nguri-uri untuk merti desa,” lanjutnya.


Selain kirab seni dan budaya, pada rangkaian merti Desa Ngadiharjo juga diadakan sunatan massal dan pengajian akbar. Sunatan massal dan pemberian santunan diadakan untuk meringankan beban warga.


"Kami adakan juga kegiatan keagamaan. Ada sunat massal. Meringankan beban masyarakat. Mereka yang kepingin sunat sambil dimeriahkan pentas seni dan budaya. Senyum mereka adalah kebahagian kami," pungkas Kepala Desa Ngadiharjo, Wahyu Sariyanto.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar