BERITAMAGELANG.ID - Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kabupaten Magelang, Nanda Cahyadi Pribadi mewakili Bupati Magelang meresmikan beroperasinya dapur Sentra Pelayanan Pangan Gizi (SPPG) Salaman 1 di Desa Sriwedari, Kecamatan Salaman, Senin (15/9). Peresmian ini menandai langkah awal pemenuhan gizi anak sekolah sekaligus pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan dapur gizi berbasis masyarakat.
Dalam sambutannya, Nanda mengapresiasi Yayasan Pondok Pesantren Bening Ati atas inisiasi menjadi tempat dapur SPPG. Hal ini menjadi contoh nyata seperti lembaga atau pondok pesantren tidak hanya berfokus pada spiritual tetapi juga berperan aktif dalam pembangunan sosial dan kesejahteraan umat. Ia juga menegaskan program SPPG menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kualitas gizi anak sekolah sekaligus memberdayakan masyarakat.
"Program ini bukan hanya soal makanan, tetapi tentang kesejahteraan bersama. Yayasan Pondok Pesantren Bening Ati menunjukkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya fokus pada spiritual, tapi juga pembangunan sosial," ujar Nanda.
Ia menyebut SPPG Salaman 1 sudah menjangkau 3.332 anak, mulai dari pra-sekolah hingga SMA. Selain memenuhi gizi, program ini terintegrasi dengan data kemiskinan daerah agar tepat sasaran.
"Kami ingin gizi anak-anak terpenuhi, sekaligus membuka peluang usaha bagi warga miskin untuk menyuplai bahan pangan lokal. Jadi, program gizi dan pengentasan kemiskinan berjalan beriringan," harapnya.
Sinergi pemerintah daerah, pesantren, dan masyarakat diharapkan menjadi kunci keberlanjutan program SPPG. Dengan pola tersebut, pemenuhan gizi anak sekolah sekaligus bisa membuka peluang ekonomi lokal.
Nanda juga mengingatkan tantangan ke depan. Jika semua 115 dapur SPPG di Kabupaten Magelang beroperasi, kebutuhan bahan pangan bisa melonjak.
"Kalau tidak diantisipasi, bisa memicu inflasi. Karena itu supply harus dari masyarakat setempat. Justru di situ peluang pemberdayaan bisa kita dorong," katanya.
Pengasuh Pondok Pesantren Bening Ati, Ari Setiawan mengatakan dapur ini menjadi bagian dari gerakan sosial berbasis pesantren. Menurutnya, penerima manfaat tidak hanya sekolah negeri, tetapi juga swasta dan pesantren di enam desa wilayah Salaman.
"Ke depan, penerima manfaat akan diperluas untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Jadi tidak hanya anak sekolah, tetapi semua kelompok rentan gizi bisa merasakan manfaatnya," ujar Ari.
Ari menambahkan, setiap dapur SPPG berbasis radius sekitar 3 kilometer agar distribusi tetap efektif.
"Di Salaman rencananya akan ada delapan dapur. Dengan pola ini, semua desa bisa terjangkau dengan layanan setiap hari, Senin sampai Jumat," jelasnya.
Kepala SPPG Salaman 1, Hafidz, menjelaskan dapur yang ia kelola menjadi percontohan untuk wilayah Salaman. Pada tahap awal, dapur ini memproduksi 2.577 porsi per hari, dan kini meningkat menjadi lebih dari 3.333 porsi.
"Proses dimulai sejak sore untuk persiapan bahan, lalu malam hari tim pengolahan bekerja. Pagi buta sudah siap distribusi. Untuk PAUD, TK, dan kelas bawah SD, makanan dikirim pukul 07.00. Lalu disusul SMP dan SMA pada jam berikutnya," jelasnya.
Sebanyak 47 relawan lokal terlibat dalam pengelolaan dapur. Menurut Hafidz, langkah ini sekaligus memberi ruang pemberdayaan bagi masyarakat sekitar.
"Kami memang merekrut tenaga dari desa sekitar. Walaupun belum profesional, mereka kami latih agar bisa lebih terampil," tambahnya.
Program ini memperlihatkan bagaimana sinergi antara pemerintah, pesantren, dan masyarakat bisa melahirkan solusi gizi yang berkelanjutan. Jika konsistensi dan dukungan terus terjaga, SPPG bukan sekadar dapur gizi, melainkan fondasi bagi lahirnya generasi unggul.
0 Komentar