Trauma Healing Wajib Didampingi, Tidak Bisa Sembuh Sendiri

Dilihat 117 kali
Rini Indriani, S.Psi., M.Psi., MARS., Psikolog (Biro Psikologi “BANMA”) Efi Nurlaila (Staf Divisi Konseling Bantuan Hukum Sahabat Perempuan) saat menjadi narasumber dalam program talkshow di LPPL Radio Gemilang Fm, Selasa (30/9).

BERITAMAGELANG.ID - Isu kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak menjadi masalah serius yang meninggalkan luka psikis mendalam. Penanganan trauma (trauma healing) tidak bisa dibiarkan sembuh dengan sendirinya, melainkan wajib didampingi profesional dan dukungan lingkungan.

Hal ini diungkapkan Rini Indriani, Psikolog dari Biro Psikolog Banma dalam program Jamus Gemilang Jagongan Lan Musyawarah bertajuk "Trauma Healing untuk Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Seksual" yang disiarkan Radio Gemilang 96,8 FM Muntilan, Selasa (30/9). 

Dirinya menjelaskan trauma adalah disfungsi psikis yang diakibatkan oleh peristiwa buruk. Trauma dapat meningkatkan risiko gangguan mental seperti kecemasan, depresi, hingga Post Trauma Stress Disorder (PTSD).

"Korban trauma menunjukkan gejala yang beragam, meliputi reaksi emosional yakni ingatan mengganggu yang berulang, pola menghindar, sedih, kehilangan minat pada aktivitas yang disukai, hingga mati rasa secara emosional. Reaksi fisik yakni gangguan tidur dan mimpi buruk, letih lesu, gangguan pencernaan (mual/muntah), dan mudah terkejut," lanjut Rini.

Rini menegaskan, pemulihan trauma kekerasan seksual memerlukan dukungan profesional, baik psikolog (terapi non-farmakologi) maupun psikiater (terapi farmakologi). Tujuannya adalah memastikan penyembuhan secara psikis dan mencegah dampak jangka panjang.

"Selain profesional, penyintas membutuhkan support system dari keluarga inti dan kerabat. Lingkungan juga tidak boleh menghakimi seperti pandangan menyalahkan 'menjadi korban karena sering pakai baju seksi'," tegas Rini.

Dukungan keluarga harus diwujudkan dengan membangun rasa aman, menunjukkan sikap melindungi, dan meyakinkan penyintas bahwa kejadian tersebut bukanlah salahnya.

"Ingat, ini bukan salah kalian. Kamu berharga dan pantas dicintai. Diam bukan berarti kamu lemah, kamu sedang bertahan. Saat kamu siap bicara, banyak tangan hangat akan menyambutmu. Kamu berhak untuk sembuh dan bahagia," kata Rini.

Evi Nurlaila, Staf Divisi Konseling Bantuan Hukum Sahabat Perempuan menambahkan, realitas pendampingan di lapangan. Tahap awal pendampingan fokus pada membangun rasa nyaman dan percaya (raport) karena korban cenderung tertutup dan malu.

"Pendekatan kami tidak langsung menanyakan detail kasus. Kami butuh waktu, bahkan sampai sebulan, untuk home visit dan menjalin komunikasi agar korban merasa nyaman untuk bicara," jelas Evi.

Tantangan terberat muncul ketika korban menghadapi tekanan dan intimidasi, terutama jika pelaku memiliki power atau relasi kuasa. Selain itu, bahwa proses hukum membutuhkan waktu panjang. Masyarakat diimbau untuk sabar dan memahami bahwa proses hukum, yang dapat memakan waktu berbulan-bulan, tidak dipengaruhi oleh status sosial ekonomi korban.

Kabar baiknya, layanan konseling dan bantuan hukum yang disalurkan melalui Sahabat Perempuan, berjejaring dengan instansi seperti Dinas Sosial dan P2TP2A, bersifat GRATIS tanpa dipungut biaya sepeser pun.

Korban kekerasan seksual yang membutuhkan bantuan di wilayah Magelang diimbau tidak takut bicara dan dapat menghubungi lembaga bantuan hukum seperti Sahabat Perempuan.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar