Tumpengan dan Bakti Alam, Kebijaksanaan Penghayat Kepercayaan Maknai Hari Lahir Pancasila

Dilihat 132 kali
Warga penghayat kepercayaan menggelar ritual bakti alam memperingati Hari Lahir Pancasila di tepi Kali Putih, Desa Sirahan, Salam, Sabtu (31/5/2025).

BERITAMAGELANG.ID - Beraneka jenis tumpeng digelar di pendopo Kebon Pasinaon Living Museum, Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Sabtu (31/5/2025) malam. Puluhan penghayat kepercayaan berkumpul memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2025.


Tumpeng bagi orang Jawa memiliki makna filosofis hubungan manusia, antar sesama, dan Tuhan-nya. Bentuk tumpeng yang lebar di bagian bawah dan mengerucut ke atas menggambarkan hubungan sakral itu.


Pada ritual tertentu, setiap ukuran dan warna nasi tumpeng memiliki maknanya masing-masing. Tumpeng nasi kuning misalnya -menurut pendapat umum- memiliki makna kemakmuran dan moral yang luhur.


Pada puncak tumpeng ditempatkan kuluk atau tutup yang terbuat dari daun pisang. Warna hijau pada kuluk merupakan simbol kemakmuran, kenyamanan, dan perdamaian.


Bentuk tumpeng yang mengerucut menyiratkan arti bahwa kemakmuran, kenyamanan, dan perdamaian hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai itu kemudian disebarkan kepada para hambanya.


"Malam ini kita belajar dari jenis tumpeng yang berbeda-beda ini. Tumpeng yang dibawa oleh masing-masing penghayat kepercayaan, tapi sesungguhnya memiliki tujuan yang sama," kata Kepala Badan Kesbangpol Magelang, M. Taufik, di sela kegiatan tersebut.


Menurut M. Taufik, Pancasila harus dimaknai sebagai semangat hidup rukun dalam kebersamaan. Bahwa manusia hidup bersama dengan manusia lainnya yang penuh keberagaman.


Sebagai badan yang memayungi paguyuban penghayat kepercayaan, Kesbangpol berusaha memfasilitasi kepentingan mereka. Termasuk melindungi hak kependudukan dan pendidikan para anak penghayat kepercayaan.


Di Kabupaten Magelang sedikitnya terdapat 10 paguyuban penghayat kepercayaan dengan jumlah anggota mencapai 4.300 orang. Tapi baru sekitar 723 yang mencatatkan perubahan identitas kepercayaan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.


Pemerintah Kabupaten Magelang saat ini sedang mengintensifkan perubahan pencatatan identitas penghayat kepercayaan pada lembar kartu tanda penduduk. Perubahan data pada dokumen kependudukan bertujuan menjamin hak pengakuan negara terhadap para penganut kepercayaan.


Manajer Program Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), Tri Noviana mengatakan, peringatan Hari Lahir Pancasila dengan menggelar ritual kearifan lokal, saat ini sangat jarang ditemui.


Menggelar peringatan Pancasila melalui acara tradisi lokal, merefleksikan keberagaman masyarakat Indonesia. Salah satu cara menjaga keberagaman dalam kerangka inklusi sosial.


"Indonesia identik dengan keberagaman identitas agama atau kepercayaan, suku, warna kulit yang berbeda-beda. Bagaimana perbedaan itu bisa menyatukan kita dalam keberagaman," kata Tri Noviana.


Semangat saling menghargai dan bertoleransi terhadap keberagaman, menjadi nilai dasar yang harus kembali ditegaskan pada momen peringatan Hari Lahir Pancasila.


Menurut Tri Noviana, LKIS memberikan pendampingan pemenuhan hak kependudukan dan pendidikan terhadap warga penghayat kepercayaan di Kabupaten Magelang sejak November 2024.


"Kami menyambut baik pemerintah Kabupaten Magelang yang sangat terbuka pada teman-teman penghayat kepercayaan dengan jumlah yang sangat banyak," ujarnya.


Presidium Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa-Indonesia (MLKI) Kabupaten Magelang, Kikis Wantoro menjelaskan, warga penghayat kepercayaan memiliki ikatan yang kuat dengan Pancasila.


Bagi para penghayat kepercayaan, Pancasila adalah pedoman hidup. Sehingga menganggap Pancasila adalah milik para penghayat.


"Pancasila isinya sangat lengkap. Dari Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Menurut saya, (keyakinan) penghayat kepercayaan ya Pancasila itu," ujar Kikis.


Sehingga menurut Kikis, warga penghayat kepercayaan merasa memiliki kewajiban untuk selalu mengingat momen Hari Lahir Pancasila pada setiap 1 Juni.


Selain menggelar tradisi tumpengan, pada sore hari sebelumnya warga penghayat kepercayaan mengadakan ritual bakti alam di Kali Putih, Desa Sirahan, Kecamatan Salam.


Mereka melakukan bersih kali dan melepas benih ikan sebagai wujud pelestarian alam. Kehidupan manusia yang harmonis dengan alam, menjadi kebijaksanaan yang dianut oleh para penghayat kepercayaan secara turun-temurun.


"Manusia tidak akan lepas dari alam. Kita selalu bersinggungan. Bukan alam yang menjadi bagian dari kita, tapi kita bagian dari alam. Kita punya kewajiban untuk berbakti. Melestarikan alam ini," ajaknya.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar