BERITAMAGELANG.ID - Panitia Kerja (Panja) Standardisasi Desa Wisata Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Wanurejo, Borobudur Kabupaten Magelang, Jumat (7/11).
Selain meninjau perkembangan desa wisata, kunjungan ini untuk memastikan kehadiran negara dalam memperkuat pengelolaan serta standardisasi sektor pariwisata berbasis masyarakat.
Dalam kesempatan itu, rombongan berdialog langsung dengan Bupati Magelang Grengseng Pamuji dan perwakilan pengelola desa wisata.
Bupati Magelang Grengseng Pamudji mengatakan, secara kesadaran kolektif sebagai rumah Candi Borobudur mendapat support dari Pemerintah pusat adalah Balkondes.
"Hari ini Kabupaten Magelang memang memiliki Borobudur, tempatnya. Tapi pengelolaannya tidak. Kebijakan juga tidak. Kami ada di ring tiga Borobudur," papar Grengseng.
Pemerintah Kabupaten Magelang sudah menginstruksikan kepada seluruh kepala dinas semua kegiatan harus berbasis Balkondes. Namun pasca Covid 19 dunia wisata Borobudur masih lesu. Belum bisa bangkit sepenuhnya.
Hal itu, menurut Grengseng karena adanya Peraturan Menkomarvest yang membatasi jumlah pengunjung yang naik ke struktur candi 1.200 orang.
"Perbulan November ini ada bonus dari Menteri Pariwisata kenaikan kuota menjadi 4000 orang," jelasnya.
Ditambahkan Grengseng, secara umum di Kabupaten Magelang sudah berkembang desa wisata dengan klasifikasi ketat. Sesuai klaster yang ditetapkan ada 24 desa wisata rintisan, 18 berkembang dan 4 desa wisata maju.
Dari 372 desa di Kabupaten Magelang separoh diantaranya mengajukan permohonan menjadi desa wisata. Namun demikian dalam hal ini klasifikasi ketat dilakukan agar terbentuk desa wisata berkualitas mengingat Borobudur kelasnya internasional.
"Sehingga harapannya desa wisata yang ada di Kabupaten Magelang bisa menunjukan kualitas standar internasional," tegas Grengseng.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia Chalim menuturkan, di Indonesia terdapat sekitar 6.000 desa wisata yang mayoritas berkembang secara mandiri dan berperan penting dalam menciptakan kesejahteraan baru di pedesaan.
"Mereka butuh pendampingan, pelatihan, dan dukungan nyata dari pemerintah," ujar Chusnunia di sela kunjungan.
Lebih lanjut Ia mengatakan, panja standardisasi desa wisata dibentuk untuk memastikan kehadiran pemerintah, baik melalui regulasi, pendanaan, maupun penguatan kapasitas masyarakat pengelola.
Chusnunia menilai, wisata terbukti mampu menghadirkan kesejahteraan. Nilai ekonominya bisa lima hingga enam kali lipat lebih tinggi dibandingkan pertanian atau perkebunan. Tapi banyak desa wisata yang tumbuh secara otodidak.
Ditambahkan, keberadaaan desa-desa wisata di sekitar Candi Borobudur layak dijadikan contoh keberhasilan. Pertumbuhan desa wisata di kawasan ini dinilai positif sejak awal pembentukannya pada 2009 - 2011 yang beberapa diantaranya berasal dari CSR BUMN. Dampaknya terlihat dari peningkatan kunjungan wisatawan secara signifikan, dari kurang dari 1.000 menjadi puluhan ribu wisatawan per tahun.
Pertumbuhannya menunjukkan bahwa dengan dukungan berbagai pihak, masyarakat bisa menikmati manfaat ekonomi wisata dan dapat menjadi role model bagi desa-desa wisata lain di Indonesia.
Chusnunia juga mencatat, masih ada pekerjaan rumah, seperti variasi atraksi wisata, strategi pemasaran, dan penataan manajemen agar lebih profesional.
"Kalau semua ini diperkuat, desa wisata akan lebih siap menyambut wisatawan dan bersaing secara berkelanjutan," jabarnya.
Anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Hatta menambahkan, desa wisata memiliki potensi besar dalam menghasilkan devisa negara seperti Desa Ponggok di Klaten, yang berhasil meraup pendapatan hingga Rp12 miliar per tahun dari sektor wisata air.
"Kalau satu desa saja bisa menghasilkan Rp12 miliar, bayangkan jika potensi seperti itu bisa dioptimalkan di ribuan desa di seluruh Indonesia. Dampaknya bagi ekonomi nasional luar biasa besar," kata Hatta.
Dia menambahkan, pemerintah pusat harus hadir dengan kebijakan dan dukungan nyata. Salah satu usulan konkret yang ia sampaikan adalah pemberian bantuan keuangan minimal Rp 1 miliar per desa wisata potensial melalui dana APBN.
Bantuan dari pemerintah ini nantinya dapat memacu kreativitas masyarakat desa dan mempercepat kemandirian ekonomi berbasis wisata.
"Ini bukan pengeluaran, tapi investasi jangka panjang," tegasnya.
0 Komentar