BERITAMAGELANG.ID - Petani kopi lereng Gunung Sumbing Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, kembali membudidayakan tanaman kopi jenis arabika di ladang sawahnya, setelah biji kopi mempunyai nilai ekonomi tinggi. Selain menanam, petani juga mengolah kopi hasil panen sendiri menjadi bubuk kopi berlabel "Gentong".
Kepala Desa Adipuro, Waluyo di sela menerima tim Desa Gemar Mengolah Sampah (De-Gemes) DLH Kabupaten Magelang, Senin (26/5/2025) menuturkan, Desa Adipuro dulunya merupakan daerah penghasil kopi, namun karena harga kopi kala itu kurang menjanjikan, dan tidak sebagus sekarang, maka petani ramai-ramai menebang tanaman kopinya.
Penebangan tanaman kopi dilakukan sekitar 2006, kemudian diganti dengan komoditas lain, seperti bawang putih yang juga mengalami kejayaan. Namun, seiring waktu, petani tidak lagi menanam bawang putih, karena harganya kalah bersaing dengan bawang putih impor.
"Sekarang ini, tanaman kopi di Desa Adipuro sudah mencapai 10 hektar lebih kopi yang ditanam oleh petani, dan penanaman bibit kopi jenis arabika terus dilakukan, karena permintaan biji kopi semakin tinggi. Ya, paling tidak bisa mengembalikan kejayaan petani kopi lereng Gunung Sumbing bagian selatan lagi, seperti dulu," jelas Waluyo.
Seorang petani kopi desa Adipuro, Sholekah menuturkan, ia mulai menanam kopi sejak dua tahun terakhir, dan kini tanaman kopi sudah mulai berbuah. Sekali panen bisa menghasilkan buah kopi antara 10 hingga 15 kilogram per pohon. Meski masih rendah, cukup menambah nilai ekonomi bagi petani.
Sedangkan harga kopi di tingkat petani cukup bagus, yakni di kisaran antara Rp10.000 sampai Rp15.000 per kilogram untuk ceri merah (biji kopi yang masih ada kulitnya).
"Hasil panen kopi dari petani dibeli oleh kelompok usaha desa, kemudian biji kopi diolah sendiri untuk dijual bubuk kopi yang sudah siap saji," ujar Sholekah.
Biji kopi hasil pembelian dari petani, kemudian dicuci dan diolah untuk memisahkan yang kopong untuk dibuang, karena bisa mempengaruhi rasa dan kualitas kopi. Setelah diproses atau diroasting melalui penjemuran untuk diolah menjadi bubuk kopi, kemudian dikemas dan siap dipasarkan.
Sistem pemasarannya kopi dilakukan dengan cara dititipkan di gerai atau toko, maupun di lokasi wisata di sekitar Kecamatan Kaliangkrik, ada juga yang dipasarkan secara online.
"Harga kopi yang kami produksi dijual Rp25.000 per bungkus isi 200 gram. Pembelinya selain ada yang datang ke desa, ada juga melalui online," pungkasnya.
Kabid Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup (PSPKLH) pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magelang, Uswatun Wulandari menambahkan, beralihnya petani Desa Adipuro ke tanaman kopi, merupakan langkah positif untuk keberlangsungan lingkungan yang tetap terjaga dan lestari alamnya sesuai dengan visi Bupati Magelang.
Di sisi lain, lanjutnya, tanaman kopi mampu meningkatkan ekonomi ekologis membangun sistem ekonomi dan transformasi struktural termasuk pola konsumsi, produksi, dan distribusi secara berkelanjutan, melalui integrasi prinsip ekologi yang mampu menyelaraskan kegiatan ekonomi dengan fungsi ekologi dasar dan pelestarian lingkungan.
"Kabupaten Magelang termasuk salah satu daerah penghasil komoditas kopi jenis arabika, terutama di wilayah Kecamatan Kaliangkrik. Biji kopi arabika sudah diterima pasar konsumen kopi untuk pasar domestik," kata dia.
0 Komentar