Melatih Kemandirian Siswa dengan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

Dilihat 685 kali

REVOLUSI Industri 4.0 memberikan peluang serta tantangan bagi dunia pendidikan. Perkembangan teknologi yangpesatmemudahkan kita memperoleh hiburan, mencari informasi, dan membangun komunitas. Namun, salah satutantanganyang paling nyata dari kemajuan ini adalah mendidik siswa agar jauh dari hoax (berita bohong) yang provokatif dan intoleran. Selain mendidik siswa untuk berpikir kritis, pendidik perlu mendampingi siswa menjad pembelajar yang mandiri.

Ciri-ciri Pembelajar Mandiri

Pembelajar yang mandiri mengenali tujuan mereka. Mereka tahu apa yang ingin mereka raih sehingga mereka mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Proses pembelajaran tidak akan berhasil tanpa adanya motivasi. Tugas kita sebagai pendidik adalah membantu siswa memahami tujuan pembelajaran yang lebih luas dari pada sekadar perkembangan kognitif. Apakah tujuan mereka berada di dalam kelas? Apakah tujuan kita? Ketika kita memahami konteks pembelajaran siswa kita, maka kita bisa masuk melewati pintu mereka.

Berikutnya, siswa yang mandiri mampu menyususun strategi untuk meraih tujuan mereka. Sebagai fasilitator dalam kelas, kita berikan siswa kebebasan untuk membuat perencanaan. Tentu saja kita memberikan pengarahan yang baik lewat materi, instruksi, dan rubrik yang jelas. Terlebih lagi jika pengerahan tersebut dapat diakses siswa kapan saja secara online (daring). Contohnya, ketika diberi tugas membuat poster, siswa diberi kebebasan untuk memilih bacaan pendukung dari internet, desian poster dan strategi membaca mereka. Dari materi, instruksi, dan rubrik penilaian yang jelas, siswa dapat mempelajari fungsi, struktur, dan bahasa yang digunakan dalam poster. Proses ini mampu membantu siswa mengenali potensi-potensi  yang ada di dalam mereka.

Sebagai pembelajar yang mandiri, siswa tidak hanya berhenti pada perencanaan saja, tetapi mereka juga aktif menjalani rencana tersebut. Siswa dapat berkolaborasi agar rencana berjalan lancar. Siswa dapat menyusun jadwal aksi agar tugas selesai tepat waktu. Pendidik tentu saja dapat memberikan pengarahan dengan menyediakan waktu pendampingan. Kita dapat menanyakan kesulitan apa saja yang mereka alami dan membantu mereka mencari solusi. Waktu konsultasi ini mendekatkan diri kita dengan siswa. Keakraban terjadi saat siswa merasa kita memahami dan membantu mereka. Dalam hal ini, pendidikan dimaknai sebagai proses pendampingan yang memampukan siswa untuk mencari solusi atas permasalahan yang muncul.

Siswa yang mandiri juga mampu berefleksi yang merupakan proses yang sangat penting dalam pendidikan. Refleksi adalah waktu untuk melangkah mundur dan melihat kembali rencana-rencana kita. Refleksi berarti waktu untuk mengevaluasi apakah langkah yang kita ambil sudah pada tempatnya. Dalam cerita wayang, hanya yang mempunyai sifat ksatria yang mampu melihat kembali ke belakang. Refleksi berarti melihat kembali apa yang telah terjadi, yang sedang dilakukan, dan yang perlu dilakukan. Socrates berkata, Hidup yang tidak direfleksi, tidak layak dihidupi. Siswa yang reflektif mampu menilai apakah mereka puas dengan performa mereka dalam pembelajaran dan dapat mengendalikan diri mereka untuk merancang tindakan yang lebih baik kedepannya.

Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan harus mengutamakan kemerdekaan hidup batin (1962:4). Sistem pendidikan seharusnya tidak terjebak pada pola pembelajaran satu arah, yaitu guru menulis di papan tulis, sementara murid mendengarkan dan mencatat di buku. Akan tetapi, pendidik membuka kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi diri . Pendidik wajib menciptakan iklim yang mendukung proses belajar. Pemberian tugas-tugas dengan iklim yang kondusif dapat mendorong siswa kita kea rah pembelajar yang mandiri.

Project Based Learning (PJBL)

Siswa yang mandiri bukan berarti siswa yang individualistis, bukan siswa yang bekerja untuk kepentingan diri sendiri. Siswa yang mandiri mempunyai kesadaran tentang tujuan belajar dan mampu melaksanakan perannya dalam kelompok. Proses belajar dalam kelompok akan menciptakan suasana belajar yang kondusif. Pembelajaran berbasis kelompok misalnya tidak hanya bertujuan untuk perkembangan kognitif, tetapi dinamika dalam kelompok dapat mengasah sikap kebersamaan dalam memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis proyek atau Project based learning (PJBL) yang dilakukan secara berkelompok dengan menggunakan teknologi dapat mendorong siswa menjadi pembelajar mandiri.

Pertama-tama, siswa dibantu mengenali tujuan dari pembelajaran berbasis proyek. Tujuan tersebut bisa dilaksanakan dengan berbagai cara sesuai konteks sekolah. Proyek bisa berupa majalah dinding, poster, atau portofolio tulisan siswa. Dengan adanya teknologi, proyek bisa disesuaikan  dengan konteks siswa abad 21 yang adalah digital natives. Mereka diberi tugas kelas untuk membuat e-magazine, blog, vlog (blog dalam bentuk video), dan infografik yang dapat dibagikan pada akun-akun media sosial mereka. Kedua, model pembelajaran berbasis proyek (PJBL) memampukan siswa untuk menjalankan tugas berdasarkan minat mereka. Mereka diminta mengenali potensi diri dan potensi kelompok sehingga dapat menghasilkan produk yang memuaskan.  Ketiga, model pembelajaran berbasis proyek (PJBL) ini memungkinkan siswa untuk merealisasikan rencana dalam kelompok. Siswa dilatih mendengar, berempati, dan menerima pendapat peserta didik lain. Terjadi proses dialog antar siswa yang diarahkan oleh guru sebagai fasilitator. Teknologi seperti  GAFE (Google Apps for Education), Canva (situs pembuatan infografik), Prezi, dan banyak lagi, memampukan siswa berkolaborasi kapan saja, di mana saja. Selain itu, dinamika kelompok juga membantu proses evaluasi. Peserta didik dapat menyampaikan pesan dan kesan antar anggota kelompok. Ruang dialog terbuka untuk menajamkan kemampuan kerja sama mereka.

Tujuan model pembelajaran project based learning (PJBL) ini tidak hanya untuk melatih kemandirian siswa dalam mengasah kompetensi (competence)saja, tetapi juga menajamkan hati nurani (conscience) dan kepedulian sosial (conscience). Peran kita sebagai pendidik adalah menciptakan suasana belajar yang mebebaskan mereka untuk bertumbuh dalam ketiga ranah tersebut. Jika kesadaran itu tumbuh, pendidikan dapat menjadi taman bagi siswa untuk mengeksplorasi diri dan dunia yang berkembang pesat saat ini. Semoga.


*)Penulis: P. Budi Winarto, S.Pd Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar