Menarasikan Mata Pelajaran Seni Tari

Dilihat 545 kali
Tari Greget Wiyasa yang menarasikan spirit nilai nasionalisme dan patriotisme pasukan Hastinapura pada masa pemerintahan Raja Wiyasa Kresnadwipayana - Model Foto: Devinta - Fransisca
DALAM suatu kesempatan, penulis memberikan materi praktik mata pelajaran Seni Tari sebagai bagaian dari aspek mata pelajaran Seni Budaya. Target yang ingin dicapai, peserta didik dapat mengepresikan diri dalam bentuk pementasan. Tentunya penulis perlu melakukan strategi agar materi mudah diterima, tersampaikan dengan penuh kegembiraan, serius, serta target tercapai.

Sebelum masuk materi, penulis menceritakan tipe karakter, latar belakang penciptaan, ragam gerak sampai kedalaman filosofisnya. Tari tersebut bertajuk Greget Wiyasa yang menarasikan nilai patriotisme maupun tanggung jawab bela negara pasukan Hastinapura pada masa pemerintahan Raja Wiyasa. Setelah memahami intensitas dari tari yang akan dibawakan, peserta didik dapat menjalani proses dengan total. Masing-masing detail gerak sampai karakterisasinya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari niat mereka untuk mendalami sekaligus mengekspresikan diri. Pada akhirnya mereka dapat menyelesaikan materi dan pentas sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Ilustrasi di atas menandakan, bahwa narasi menjadi sangat penting untuk mengawali dan mengenalkan materi kepada peserta didik. Pada dasarnya narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian seolah-olah pembaca atau pendengar tersebut melihat atau juga mengalami sendiri peristiwa atau kejadian tersebut. Narasi lebih mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis di dalam suatu rangkaian waktu (Gorys Keraf, 2001).

Menumbuhkan Imajinasi

Seringkalia guru ketika memberi materi kepada peserta dirik, langsung menyasar pada teknis yang menjadi target utamanya agar mereka dengan cepat menguasai materi yang diberikan. Khusus mata pelajaran Seni Tari, peserta didik yang diberi materi kadang-kadang hanya menerima saja dengen model replikatif atau menirukan gerak gurunya. Model replikatif kadang hanya memberikan transfer materi agar target materi tercapai. Kedalaman filosofis, latar belakang penciptaan, sampai tema tari yang diberikan kadang guru sering abai.

Dampak yang dirasakan, peserta didik hanya sebatas menerima materi. Imajinasi yang harusnya ditumbuhkan menjadi tumpul. Padahal menumbuhkan imajinasi dalam teknis pembelajaran merupakan hal yang sangat elementer. Pada dasarnya implikasi imajinasi merupakan daya pikir untuk membayangkan dalam angan-angan atau menciptakan cerita, lukisan, karangan, dan gambaran kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang. Jika daya imajinasi peserta didik begitu rendah, dampak pertama yang tampak adalah mampatnya kapabilitas untuk mengelaborasikan materi yang diterima.

Bila ditelisik secara lebih mendalam mata pelajaran Seni Tari dapat membantu peserta didik memiliki kepekaan estetis, mengembangkan sensitivitas, multi kecerdasan, kreativitas, dan nilai-nilai kehidupan, sehingga membentuk karakter serta kepribadian positif. Ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan menjadi pijakan dalam melakukan proses pembelajaran dengan mengambil berbagai sumber yang relevan.

Mata pelajaran Seni Tari jenjang SMA/SMK wajib diberikan di kelas X atau fase E. Mata pelajaran ini merupakan pembelajaran berbasis kecerdasan kinestetik dengan memperhatikan keindahan dan artistik sesuai dengan norma yang berlaku. Untuk itu Seni Tari sangat erat kaitannya dengan budaya dan pola pikir masyarakat setempat. Melalui Seni Tari, peserta didik diharapkan dapat meningkatkan kreativitas, apresiasi dalam berkarya seni, serta dapat memaknai fenomena kehidupan yang diimplementasikan dalam hidup keseharian.

Dalam pembelajaran Seni Tari dibutuhkan pendekatan berupa elemen-elemen yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Di antaranya, pertama elemen berpikir dan bekerja artistik. Pada elemen ini peserta didik diharapkan dapat mengelaborasikan  ide  dengan  memperhatikan  unsur  utama dan pendukung tari seperti musik, properti, tata rias, tata busana, panggung, dan juga merancang manajemen pertunjukannya. Adapun target akhir pada fase ini, peseta didik mampu menunjukkan hasil karya tari kreasi secara individu maupun berkelompok.

Kedua, elemen mengalami. Elemen pada fase ini lebih menekankan pada mengamati, menggali, mengomparasikan berbagai macam pertunjukkan tari dalam konteks sejarah dan budaya, baik melalui melihat langsung seni pertunjukan atau rekaman video untuk dapat diaplikasikan dalam praktik gerak tubuh. Pada akhir fase ini, peserta didik diharapkan mampu menggali makna dan simbol pada tari tradisi dan kreasi ke dalam bentuk karya seni pertunjukan.

Ketiga, elemen menciptakan. Dalam elemen menciptakan ini bertujuan agar peserta didik mampu meningkatkan kreativitas dalam mengekspresikan diri melalui gerak yang diciptakan dengan memperhatikan keorisinalitasan. Orisinalitas gerak yang diekspresikan akan dapat menumbuhkan motivasi berkreasi sampai pada tataran inovasi.

Keempat, eleman berdampak. Elemen ini merujuk pada keadaan di sekitar untuk dikomunikasikan dalam bentuk karya tari sehingga dapat memengaruhi orang lain dan lingkungan sekitar. Adapun fase akhir pada elemen ini bertujun agar peserta didik mampu mengaktualisasikan diri selaras dengan kondisi di lingkungan sekitarnya.

Kelima, elemen merefleksikan. Pada akhir fase ini peserta didik diharapkan mampu mengevaluasi hasil penciptaan karya tari dengan mengapresiasi makna dan simbol tari tradisi maupun kreasi saat menciptakan ide-ide baru ke dalam karyanya, sehingga dapat tercipta karya Seni Tari yang selaras dengan proses yang sudah dilalui melalui berbagai tahapan (Hani Amalia Hendrajatin & Ratna Aryani, 2021).

Membumikan Kebudayaan

Apabila ditelisik lebih akuratif, seni tari memiliki multiaspek yang tidak hanya sekadar masalah teknis. Untuk itu peran guru sangat signifikan agar pembelajaran ini dapat lebih menarik dan memantik peserta didik untuk lebih mengetahui tingkat kedalamanya secara holistik.

Kembali di sini ditegaskan, bahwa menarasikan mata pelajaran Seni Tari dikorelasikan dengan berbagai disiplin ilmu lain atau lintas disiplin menjadi sangat subtansial. Dalam catatan historis, Seni Tari tidak akan bisa lepas dari nilai historis yang melingkupinya. Seperti Tari Bedaya sudah ada sejak zaman Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung. Dari sekelumit data sejarah tersebut dapat menjadi bahan menarik untuk dikembangkan.

Dengan mengorelasikan Seni Tari dengan berbagai aspek tersebut, sudah dapat menjadi bekal peserta didik untuk dapat memahami dan memaknai Seni Tari sebagai bagian dari aspek kebudayaan yang perlu terus ditekuni. Dinamika proses yang dialami peserta didik dalam pembelajaran untuk terus bertekun belajar sudah merupakan aksi nyata dalam membumikan kebudayaan dalam jiwanya.

^)Penulis: Drs. Ch. Dwi  Anugrah, M.Pd. (Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar