Mulai bulan Februari ini, peserta didik mulai jenjang pendidikan dasar sampai menengah mendapatkan fasilitas istimewa. Mereka dapat naik ke Candi Borobudur untuk belajar sejarah candi. Rencana kunjungan dalam program naik Candi Borobudur untuk pelajar tersebut akan diiimplementasikan setiap hari Senin dibagi menjadi tiga alokasi waktu, yaitu pagi, siang, dan sore. Di samping naik ke Candi Borobudur, peserta didik juga diwajibkan berkunjung ke Museum Karmawibhangga yang akan didampingi pemandu khusus (Berita Magelang, 12/2/2024).
Informasi di atas dapat menjadi angin segar bagi peserta didik di masing-masing satuan pendidikan untuk dapat melihat Candi Borobudur secara utuh. Bukan hanya bangunan spektakulernya, namun juga dapat ditelisik dari perspektif di luar kemegahan bangunan fisiknya.
Tidak dapat dipungkiri, pemahaman peserta didik di sekolah terkait dengan Candi Borobudur masih sangat normatif, sebagaimana yang pernah dipelajari. Misalnya Candi Borobudur didirikan pada kisaran abad ke-8 M pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra. Pemahaman normatif, tersebut hanya sebatas makna kalimat yang dihafalkan dalam pembiasaan pembelajaran yang diterima sejak di bangku sekolah dasar.
Belajar Mengalami
Pembelajaran di dalam kelas, pada umumnya berkisar pada aspek teori yang nantinya dapat dielaborasikan untuk bahan diskusi. Tentunya guru harus dapat mengkreasi model pembelajaran berbasis projek yang menuntut peserta didik harus melihat langsung secara faktual dari materi teori yang pernah diberikan di dalam kelas.
Pembelajaran tersebut lebih dikenal dengan pembelaran di luar kelas. Pembelajaran tersebut merupakan upaya mengarahkan peserta didik untuk melakukan aktivitas yang melibatkan secara langsung dengan lingkungan sekitar mereka, sesuai dengan materi yang diajarkan.
Peserta didik diberi transfer pengetahuan untuk belajar mengalami sendiri materi yang diajarkan di dalam kelas dan diharmonikan dengan di luar kelas. Guru dapat mengajak peserta didik untuk lebih mengenal dan mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan harapan peserta didik dapat menemukan pembelajaran bermakna sebagai substansi sejatinya pendidikan.
Adapun tujuan pembelajaran di luar kelas ini, di antaranya adalah, pertama, mengembangkan kreativitas dan inisiatif. Peserta didik yang baru tumbuh perlu mendapat pengetahuan yang tidak hanya statis namun perlu diberi pengetahuan dinamis yang sesuai dengan tanda-tanda zaman. Mereka juga perlu diberi bekal, bahwa di luar kelas merupakan media pembelajaran kehidupan yang tak habis untuk digali. Untuk itu kreativitas merupakan aspek elementer yang perlu mendapat perhatian.
Kedua, merasakan kedalaman materi secara langsung. Peserta didik dengan pembelajaran di luar kelas dapat merasakan secara langsung materi yang diterima di dalam kelas. Mereka dapat menganalisis teori yang diterima dengan data faktual yang ada di lapangan. Kemampaun untuk menganalisis teori dan fakta akan menjadikan mereka dapat berpikir kritis juga menempa mereka untuk berasumsi dengan berdasarkan data faktual.
Ketiga, memanfaatkan sumber pembelajaran di lingkungannya. Sumber belajar yang berada di lingkungannya merupakan aset yang sangat berharga. Dengan mengoptimalkan sumber belajar di daerahnya, peserta didik akan juga secara langsung merasakan ikatan emosional akan potensi sumber belajar di lingkungannya yang layak untuk selalu dijadikan rujukan.
Sebagaimana diberitakan banyak media, bahwa di berbagai situs sejarah seperti Candi Borobudur sudah dibuka untuk media pembelajaran bagi peserta didik, merupakan momentum yang layak diapresiasi. Dengan terlibat dan merasakan langsung sebuah suasana di tempat bersejarah, para guru dapat memiliki imajinasi dan kekayaan pengalaman pada saat mereka harus mengajar peserta didik (Doni Koesoema A., & Evy Anggraeny, 2021).
Kunjungan ke situs sejarah juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan guru tentang tema materi sejarah atau seni budaya yang selama ini mungkin hanya dapat dibaca di buku. Dengan mencatat berbagai macam pengalaman nyata yang dirasakan dan dilihat, guru dapat memberikan penjelasan secara lebih autentik kepada peserta didik.
Pengalaman langsung yang diraskan penulis selama kunjugan ke berbagai situs tersebut, dapat menjadikan wawasan lebih berkembang dan menjadikan sumber inspirasi. Ketika berkunjung ke Borobudur, muncul inspirasi untuk memberikan materi seni budaya berbasis relief kepada peserta didik, seperti Jataka, Avadana, Lalitavistara, dan lainnya.
Bagi peserta didik, kunjungan ke situs sejarah akan memperkaya pengalaman menekuni isi teks sejarah. Karya wisata sejarah ditujukan untuk merekonstruksi rangkaian kejadian masa lalu yang mempunyai pengaruh sampai saat ini dan di masa depan. Melalui kunjungan ke objek-objek sejarah peserta didik akan mengenang proses terjadinya peristiwa, tokoh, lokasi, benda-benda bersejarah, dan berbagai faktor yang menjadikan situs tersebut masih eksis sampai saat ini.
Membentuk Karakter
Pada dasarnya lembaga pendidikan seperti sekolah merupakan tempat efektif untuk menyemai pembentukan karakter melalui penanaman nilai-nilai moral universal bagi setiap individu yang terlibat di dalamnya secara holistik. Adapun implementasi pendidikan karakter tersebut perlu dilakukan secara utuh, menyeluruh, dan berkelanjutan. Pelibatan komunitas di dalam sekolah maupun di luar lingkungan sekolah merupakan faktor yang sangat substansial.
Kunjungan lapangan ke salah satu objek situs sejarah, tentunya membutuhkan relasi yang dapat mengakomodasi tujuan pembelajaran tersebut, seperti pemerintah daerah, biro perjalalanan, pengelola pariwisata, juga pengelola situs candi atau purbakala. Dengan kerja sama sinergis tersebut, ekspektasi pembelajan di luar kelas akan dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.
Adapun nilai-nilai penguatan karakter yang dapat dielaborasikan dalam kunjungan ke situs sejarah tersebut antara lain untuk menumbuhkembangkan sikap nasionalisme melalui jejak perjuangan para tokoh sejarah dan ketulusan perbuatannya dalam memperjuangkan nilai-nilai kearifan Nusantara.
Untuk itu, kiranya peserta didik perlu diberi ruang untuk dapat memahami dan menelaah nilai-nilai budaya dan kearifan lokal di sekitanya, agar membentuk mereka menjadi pribadi utuh berbasis nilai-nilai humaniora yang diyakini dapat menjadi bekal di masa depan.
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang
0 Komentar