Penguatan Literasi Untuk Pemberdayaan Karakter Positif Peserta Didik

Dilihat 313 kali

SEJARAH ditandai dengan dikenalnya tulisan sebagai sarana berkomunikasi. Dengan kata lain peradaban manusia erat kaitannya dengan budaya tulis menulis atau yang secara harafiah disebut literasi. Literasi terbukti memiliki andil besar dan kuat dalam perkembangan kehidupan. Hal ini bukan tanpa alasan. Munculnya agama juga tak bisa lepas dari peran literasi. Melalui ajaran-ajaran yang tertulis dalam kitab-kitab suci itulah esensi dan eksistensi manusia dibentuk.

Jika kita tarik garis lurus sepanjang sejarah kehidupan, kita akan menemukan bahwa literasi selalu mengiringi. Melalui literasi, pendidikan kita dimulai. Baca tulis menjadi dasar pembelajaran di sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi. Bahkan seorang intelektual mencapai level puncak ketika mampu membuktikan diri melalui karya tulis yang dibuatnya. Entah berupa makalah, jurnal ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dan sebagainya. Ini menegaskan bahwa literasi menjadi prestasi sekaligus prestise bagi setiap pribadi berpendidikan.

Sejak kurikulum merdeka diimplementasikan secara nasional di sekolah-sekolah empat tahun lalu, gaung literasi mulai terdengar kembali. Rupanya pemerintah menyadari peran literasi bagi perkembangan kualitas bangsa Indonesia. Pemerintah sangat jeli melihat bahwa literasi mampu menguatkan karakter bangsa. Maka, literasi menjadi salah satu elemen Penguatan Pendidikan Karakter.

Secara sistematis, gerakan literasi hidup di sekolah-sekolah melalui gerakan 10 menit membaca setiap hari di awal pembelajaran. Gerakan nasional ini harus didukung oleh semua elemen masyarakat pendidikan. Diharapkan gerakan ini menjadi budaya intelektual yang memberdayakan karakter bangsa Indonesia.

Literasi bersifat sangat luas. Tak hanya sebatas membaca dan menuis. Lebih dari itu, literasi juga mencakup pendidikan nilai-nilai yang tersampaikan melalui teks-teks yang dibaca. Literasi juga kemampuan menganalisis dan merefleksikan isi teks serta membedakan fakta, opini, dan hoaks.

Setiap teks yang dibaca semestinya mengandung pesan moral dan ajaran tentang nilai-nilai kehidupan. Dengan merefleksikan isi teks, setiap pribadi diharapkan mampu memberdayakan karakter positif dalam dirinya menjadi semakin berkualitas. Untuk itu diperlukan kesadaran bersama dari keluarga, sekolah dan masyarakat.

Keluarga harus menjadi lingkungan yang literer. Budaya menonton dan komunikasi daring harus diimbangi dengan budaya literasi. Orang tua berkewajiban menyediakan buku-buku berkualitas bagi anak-anaknya. Seperti adanya waktu makan bersama, waktu untuk membaca bersama, berdiskusi bersama juga perlu direalisasikan di tengah kebersamaan dalam keluarga. Sekolah harus secara terprogram dan konsisten menumbuhkembangkan budya literasi secara lebih luas. Sekolah dapat memfasilitasi siswanya untuk share book, bedah buku, apresiasi literasi, dan sebagainya. Pemerintah perlu membangun perpustakaan di tempat-tempat umum, seperti di taman, halte, terminal, bandara, dan ruang publik lainnya.

Dengan gerakan simultasn seluruh elemen, niscaya lahir karakter bangsa yang berdaya. Karakter intelektual, toleransi, nasionalisme, kerukunan, kekeluargaan, persatuan, kejujuran, kearifan lokal, dan masih banyak lagi karakter positif yang memberdayakan akan muncul. Maka, bangsa Indonesia boleh merasa lega dan mantap dalam menatap masa depan menjadi bangsa yang semakin berdaya di kancah dunia. Semoga.


*)Penulis:  P. Budi Winarto, S.Pd Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang 

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar