Ruang Hidup Seni Tradisi

Dilihat 1928 kali
Seni tradisi akan bisa eksis dan berkelanjutan dibutuhkan ruang hidup untuk berekpresi. Kegiatan anak-anak dalam seni karawitan di Sanggar Seni Borobudur Art Center dapat menjadi pemantik generasi muda mencintai seni tradisi.

Puluhan tahun silam, setiap sore pendapa kalurahan di desa-desa  kelihatan semarak dengan berbagai kegiatan kesenian tradisional. Suara gamelan yang ditabuh mengalun merdu menyejukkan kalbu. Sementara puluhan anak-anak mulai dari yang masih sekolah dasar sampai dewasa berlatih menari, seperti tari Bondan, Golek, Gambyong, dan beberapa jenis tari lainnya. Mereka latihan menari diiringi gamelan langsung, menambah semarak nuansa maupun aura pendapa kalurahan waktu itu. Seni tradisional bagaikan sudah melekat dengan jiwa mereka.


Namun kini di era milenium dan digital ini, peristiwa budaya di setiap sorenya seperti gambaran di atas jarang terdengar lagi. Masing-masing komunitas sudah disibukkan dengan kepentingan mereka sendiri. Apabila mereka membutuhkan hiburan sebagai santapan estetis, cukup mencari channel yang ada di TV digital.  Peristiwa budaya keseharian seperti latihan berkesenian yang tujuan utamanya untuk merajut ikatan solidaritas komunal, sepertinya tinggal kenangan. Kalau masih ada kemungkingan, hanya dapat dihitung dengan hitungan jari. 


Berkesinambungan


Menyikapi hal tersebut, kiranya diperlukan komitmen semua pihak untuk peduli pada kehidupan seni tradisi. Berbicara seni tradisi, akan terlintas di benak kita tentang sesuatu yang dilakukan secara berkesinambungan atau  terus menerus. Seni tradisi bisa dikatakan sesuatu yang diwariskan secara turun temurun, oleh karena fungsi dari tradisi tersebut dirasa terus mempunyai manfaat bagi masyarakat tempat tradisi itu lahir dan berkembang, maka dengan segala upaya, masyarakat pemilik tradisi tersebut akan  bersama-sama berupaya untuk dapat  melestarikan kegiatan tradisi tersebut.


Di tengah maraknya era digital seperti ini, seni tradisi sepertinya kurang mendapat ruang untuk berekspresi. Mereka kalah dengan berbagai seni modern, yang dirasakan sangat fantastis mengikuti selera zaman. Di samping itu, peluang-peluang dari berbagai event-event besar lebih didominasi oleh seni modern dengan didukung dengan peralatan canggihnya. Sedangkan untuk kelompok seni tradisi yang sebagaian besar berada di daerah pedesaan, berbagai perangkat pendukung seni mereka tidak sebanding dengan seni modern yang lebih terkesan spektakuler. Namun hal itu perlu disikapi dengan positif. Prioritas utama bagi seni tradisi adalah mengukuhkan komitmen mereka akar seni tradisi dapat tetap eksis, tangguh, serta dapat mengikuti selera zaman


Ketangguhan seni tradisi dapat saja mengalami masalah, apabila kehadirannya dalam kehidupan masyarakat menjadi jarang. Dengan demikian penyebaran dan penerusan tradisi pun mengalami hambatan. Ketahanan tradisi itu  nampak pula kemampuannya menghadapi kesulitan yang timbul dari keadaan baru, kehidupan masyarakat serta budaya, dan kehidupan beragama. Keadaan baru itu memberikan tantangan dan peluang kepada tradisi. Kekuatan dalam mempertahankan tradisi akan memperkokoh eksistensi dan kelestarian tradisi tersebut di tengah-tengah masyarakat pendukungnya walaupun dalam keadaan pergeseran zaman apapun (Evita Elvandari, 2020).


Dengan demikian, kekuatan seni tradisi tersebut sesungguhnya berawal dari lingkup paling kecil yaitu keluarga. Bila dalam lingkup keluarga sudah terbangun pembiasaan untuk peduli seni tradisi, dalam proses perjalanan waktu keluarga akan dapat mengikuti. Contoh kecil, di ruang tamu dapat dipasang lukisan wayang, atau kerajinan yang bernuansa tradisi.


Dalam pembiasan hidup keseharian, orang tua bisa selalu memberi contoh dengan memutar musik-musik yang bernuansa tradisi, seperti wayang kulit, karawitan, tembang macapat, dan beberapa jenis seni tradisi lainnya. Apabila dalam lingkup keluarga sudah terbangun jiwa seni tradisi, dengan sendirinya sudah menjadikan modal kuat apabila keluarga berada di lingkup masyarakat.


Ruang Hidup


Pada saat ini, sebenarnya seni tradisi membutuhkan ruang hidup untuk berekspresi. Implikasi ruang hidup, tidak hanya sekadar pentas, namun merupkan wadah untuk berdiskusi, saling memberikan masukan positif, serta memperkuat jaringan kerja budaya agar seni tradisi dapat eksis dan berkembang.


Wadah tersebut bisa berbentuk paguyuban, lembaga budaya, atau balai budaya. Dengan adanya wadah tersebut para seniman tidak bergerak soliter, namun dapat bekerja sama dengan berbagai kelompok lain yang beragam. Kerjasama dapat diwujudkan dengan saling memberikan informasi terkini terkait dengan dinamika seni tradisi atau kerjasama dalam bentuk pementasan bersama.


Adapun kata kunci yang perlu menjadi perhatian bersama, bahwa wadah tersebut benar-benar terbentuk secara partisipatif. Wadah terbentuk berdasarkan keinginan kelompok yang memiliki tujuan sama dalam pelestarian dan pengembangan seni tradisi. Banyak organisasi usianya seumur jagung, karena terbentuk tidak secara partisipatif. Bentukannya hanya karena kepentingan kelompok tertentu atau target program suatu lembaga.


Banyak contoh, kegiatan budaya di Magelang yang sampai saat ini eksis, karena terbangun secara partisipatif. Padepokan Cipto Budaya di Tutup Ngisor Dukun Kabupaten Magelang, sampai saat ini tetap melestarikan seni tradisi yang sudah berlangsung dari beberapa generasi. Seni tradisi wayang sakral, wayang topeng, wayang orang, masih tetap eksis di daerah ini.


Kegiatan Festival Lima Gunung yang sudah lebih dari dua puluh satu tahun menyelenggarakan agenda kegiatan rutin tanpa putus. Di dalam festival ini memberi ruang seniman gunung untuk bereskpresi selaras dengan ciri spesifik seni di daerahnya. Sedangkan dalam agenda Ruwat Rawat Borobudur juga mengakomodasi para seniman tradisi untuk bereskpresi lewat ajang festival seni.


Kembali di sini ditegaskan, seni tradisi memang perlu diberi ruang bereskpresi di tengah gegap gempitanya budaya modern. Ruang tersebut perlu dibentuk berdasarkan konsep kebersamaan partisipatif dari keinginan anggota atau kelompok yang memiliki komitmen untuk tetap membumikan seni tradisi. Wadah bisa berbentuk apa saja yang mencerminkan keinginan kelompok. Setelah wadah terbangun, dapat merajut kerjasama dengan berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga swasta, yayasan budaya, dan pihak-pihak lain yang peduli pada seni tradisi.  


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar