Lantunan musik sinergi antara diatonis maupun pentatonis membahana di seluruh penjuru panggung yang berbentuk amfiteater (panggung terbuka berbentuk oval). Beberapa penari putri masuk kemudian menyebar ke seluruh penjuru membentuk gerak dengan berbagai konfigurasi. Para penari berusaha mengeksploitasi diri dengan memaksimalkan kapabilitas gerak selaras dengan casting yang dibawakan. Mereka juga sembari memainkan kain lebar dan panjang membentuk konfigurasi estetis sebagai gambaran dari kegelapan duniawi.
Tidak begitu lama, muncul tokoh-tokoh spiritual yang berjalan dengan penuh keheningan, layaknya para biksu yang membacakan parita sembari melakukan jalan pradaksina. Mereka melakukan gerak maknawi juga gerak murni sebagai manifestasi laku pemujaan memohon kepada Sang Penguasa Alam semesta agar manusia dijauhkan dari segala godaan untuk menuju kebaikan.
Adegan tersebut mengawali pagelaran tari kolosal bertajuk Badracari Mahadewa, Minggu (30/11/2025) bertempat di Kampung Seni Borobudur. Pagelaran berbentuk dramatari tersebut digarap oleh koreografer Lukman Fauzi. Penata musik dipercayakan pada Rangga Purnama Aji, sedangkan desain busana digarap oleh Eko Teguh. Adapun pagelaran tersebut digarap oleh tujuh sanggar di wilayah Borobudur dan sekitarnya yang mereka namakan Keluarga Besar Badracari. Ketujuh sanggar tersebut adalah Bengkel Sasana Aji, Sanggar Gaboet Waseso, Sanggar Bangun Budoyo, Sanggar Lemah Urip, Sanggar Dua Atap, Sanggar Laskar Menoreh, dan Sanggar Sekarwangi.
Sumber Inspirasi
Dari banyaknya relief yang terdapat di Candi Borobudur, mulai Karmawibhanga sampai relief Gandavyuha yang kumulatifnya sampai 1.460 panel relief berbentuk naratif, sudah tentu dapat menjadi sumber inspirasi yang tak pernah kering untuk terus digali sebagai sebuah penelitian atau proses kreatif karya seni.
Cerita Badracari Mahadewa merupakan kisah yang terdapat pada relief Gandavyuha panel 460 lantai 2,3, dan 4 pada Candi Borobudur. Kisah agung tersebut mengisahkan perjalanan spiritual Sudhana yang belajar mencari makna kehidupan dari para mitra kebajikan. Mengembangkan kebajikan dan kebijaksanaan untuk memahami kebenaran alam semesta. Ia melangkah menembus ruang dan waktu menuju kedalaman makna kehidupan.
Namun yang ditemui pada awalnya adalah dunia yang terjerat kuasa kegelapan. Kemudian turunlah Mahadewa yang membantu memimpin pertempuran berat melawan naga-naga dengan pengaruh jahatnya yang menyesatkan kehidupan manusia. Naga-naga setelah dikalahkan, akhirnya malah jadi pendamping setia Mahadewa. Pada ending cerita ini divisualisasikan Sudhana bertemu dengan Mahadewa untuk memelajari sabda kebajikan sebagai jalan suci untuk menuju dunia yang lebih baik.
Secara keseluruhan, kisah Sudhana dalam relief Gandavyuha merupakan panduan visual tentang jalan menuju pencerahan melalui pembelajaran seumur hidup. Sedangkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam kisah perjalanan Sudhana ini adalah memiliki dengan tekad yang teguh dalam menempuh jalan kebajikan demi kebijaksanaan sejati, diyakini tak akan menemui kegagalan sebagaimana ditulis dalam Awatangsaka Sutra atau Tripitaka (Handaka Vijjananda, 2021).
Sedangkan Badracari sendiri memiliki makna inspirasi kehidupan yang lebih baik atau mulia. Dalam konteks ajaran Buddha istilah tersebut merujuk ajaran pentingnya perilaku baik, disiplin diri, dan menuntut ilmu berdasarkan dharma untuk bekal kehidupan di masa mendatang sebagaimana yang telah dijalani oleh Sudhana.
Secara menyeluruh karya spektakuler tersebut sudah cukup standar sebagai sajian seni pertunjukan. Namun ada beberapa adegan yang perlu dicermati kembali di antaranya, pertama kostum. Pada aspek kostum sejatinya tidak hanya sekadar digunakan sebagai penutup tubuh penari, akan tetapi juga merupakan pendukung desain keruangan.
Contoh pada adegan Balakala, penari menggunakan busana tari rakyat yang kadang mengganggu gerak. Seperti penggunaan gongseng atau gelang kaki besar serta asesori tubuh yang bebannya berat. Idealnya dibuat kostum sederhana selaras dengan karakter geraknya agar penari lebih leluasa dalam mengeksplorasi geraknya.
Kedua, koreografi. Aspek koreografi merupakan kesatuan bentuk tari yang dapat dipahami dari bentuk, isi dan teknik. Media dominan sebuah koreografi tak lain yakni gerak, yang diaplikasikan koreografer untuk mewujudkan ide-ide. Lewat media gerak, koreografer dapat merefleksikan teba empiris kehidupannya baik professional maupun personal. Bila dicermati gerak dalam tari kolosal tersebut ada beberapa adegan yang perlu lebih digali kembali.
Sebagai misal adegan tokoh spiritual sebagai wujud dari ruang batin manusia. Gerak kurang mengalir sebagaimana air mengalir, terutama pada saat jalan pradaksina atau saat melakukan gerak-gerak mudra, perlu lebih didalami lagi sehingga gerak dapat mencerminkan sosok spiritual yang sudah mencapai tataran taksu.
Ada lagi, pada saat tokoh Mahadewa melakukan proses gerak. Perbendaharaan gerak banyak diambil dari ragam gerak tari Jawa, seperti Kalang Kinantang Raja, dengan berbagai motif gerak lain sebagai penyerta. Namun karakter Mahadewa sebagai penguasa kedewataan tertinggi belum dapat tercapai.
Impresif yang ditangkap pengamat, Mahadewa yang ditampilkan layaknya tokoh Rahwana dalam epos Ramayana. Kiranya lebih proporsional perbendaraan bisa diintegrasikan dengan perbendaharaan gerak sebagaimana tertuang dalam kitab Natya Satra dari India menyebutkan secara detail beberapa kata kunci pada saat penari melakukan gerak. Ada terminologi karana (berbagai gerak saat menari), sthanaka (posisi kaki estetis), serta nrtta hasta (gerak tangan proporsional).
Ketiga, properti. Dalam seni pertunjukan properti merupakan aspek signifikan. Properti dapat dipahami sebagai semua alat dan perlengkapan yang digunakan untuk menunjang penampilan penari di atas panggung. Dalam tari kolosal Badracari Mahadewa tersebut, penggunaan properti saat eksplorasi atau latihan seyogyanya terus dipakai, sehingga menjadi pembiasaan. Ada beberapa penari ketika membawa properti, kadang sikap dan geraknya tidak terkontrol karena beban properti cukup berat.
Karya Nyata
Pagelaran karya tari kolosal Badracari Mahadewa tersebut, sebagai karya seni pertunjukan kiranya perlu diapresiasi oleh semua pihak. Para seniman sudah membuktikan karya nyata untuk menerjemahkan relief Candi Borobudur dalam sebuah bentuk karya seni pertunjukan yang bersumber dari Sutta Pitaka (bagian dari kitab Tripitaka berisi ajaran-ajaran Buddha).
Para pelaku seni budaya sangat membutuhkan dukungan dan sinergi dari pemerintah, pihak swasta, serta berbagai pemangku kepentingan. Tanpa motivasi, dukungan, dan kolaborasi semua pihak, kegiatan-kegiatan seni seperti akan sulit berjalan dan berkembang. Secara substansial seniman juga membutuhkan ruang berekpresi. Dengan semakin banyak ruang tersedia, semakin besar pula peluang bagi para pelaku seni untuk berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Lebih jauh lagi, kiranya karya tari Badracari Mahadewa tersebut perlu terus digali dan disempurnakan agar lebih mendalam, sehingga dapat menjadi branding seni pertunjukan. Pada gilirannya ekspetasinya dapat menjadi media revitalisasi juga menjadi daya tarik pariwisata yang berkunjung ke Candi Borobudur dan sekitarnya.
Penulis: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kec. Mertoyudan Kabupaten Magelang
0 Komentar