Ciri Spesifik Penelitian Seni

Dilihat 2319 kali
Seni dapat menjadi objek penelitian yang dapat dikaji secara multidisiplin untuk dapat menghasilkan karya yang komprehensif.

Bila ditelisik lebih jauh, seni merupakan kegiatan yang terjadi oleh proses cipta, rasa, dan karsa. Sebagai bagian dari kebudayaan, seni mempunyai korelasi erat dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya. Hal yang menarik seni dapat ditempatkan pada disiplin ilmu yang beragam seperti bahasa, organisasi sosial, sistem perekonomian, teknologi, ilmu pengetahuan, juga kepercayaan.


Mengacu fleksibilitas seni tersebut, maka segala dinamika dalam seni dapat diteliti dari disiplin ilmu-ilmu sosial budaya. Seni tidak hanya dapat dikaji sebagai bentuk ekspresi dari kebudayaan, tetapi bisa juga mengaplikasikan bidang-bidang lain di luar wilayah seni. Beberapa aspek yang diperhatikan tersebut bisa meliputi, asal-usul dan pertumbuhan corak seni, latar belakang sosial ekonomi, aspek komunikasi, serta pemaknaan yang terkandung di dalamnya.


Melihat elaborasi seni sekarang ini yang semakin kompleks dan multi lapis, maka penelitian seni lebih banyak menggunakan pendekatan multidisplin. Pendekatan ini merupakan pengkajian dua disiplin ilmu atau lebih yang menghasilkan kajian terpadu secara kompleks dalam ranah pengembangan ilmu pengetahuan (Trisakti, 2015).


Sebagai contoh, apabila seorang peneliti akan melakukan penelitian wayang topeng di Padepokan Tjipta Boedaja Tutup Ngisor Dukun Kabupaten Magelang, di samping bisa mengamati dari perpektif seni, seperti gerak, kostum, tata teknis pentas, gaya tari, juga dapat mengamati dari aspek sosiologi atau kehidupan komunitas setempat yang sampai saat ini tetap bertahan dalam menggeluti kesenian yang sudah turun temurun.


Konsep Seni


Dinamika seni, apa pun bentuknya, jenis dan sifatnya, baik sederhana maupun rumit, selalu memiliki konsep, misalnya konsep keindahan atau estetika. Keindahan sebuah karya seni pada umumnya dilihat melalui struktur dan masih memiliki korelasi erat dengan fenomena kehidupan. Konsep dalam sebuah karya seni dapat tercermin dalam ide atau tema yang kemudian menjadi isi dari sebuah karya seni.


Para penata tari di Jawa yang berkeseniannya menggunakan konsep nyantrik (berguru pada seorang empu), pada umumnya berkarya dengan mengambil tema-tema keharmonisan dari konsepsi kehidupan, seperti karya yang bersentuhan dengan pembentukan karakter pribadi, sebagai wujud syukur kepada Sang Pencipta.


Penciptaan sebuah karya seni membutuhkan proses yang cukup panjang. Pada umumnya memiliki tiga unsur yang dapat dipakai sebagai parameter, yaitu ide, bentuk, dan penampilan. Ketiga unsur itu dilatarbelakangi oleh penciptanya, individu, atau kolektif termasuk latar belakang budaya penciptanya. Berdasarkan atas kompleksitas tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah karya seni dapat dijadikan objek penelitian.


Penelitian dalam bisa seni cenderung bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian untuk memahami berbagai fenomena yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai instrumen kunci dan hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2018).


Adapun data kualitatif tersebut dapat berasal dari artefak, tulisan, bahan ceramah dalam konteks berbeda, hasil observasi, dan surat kabar. Seorang peneliti perlu mencermati bahan penelitian secara detail dan menganalisnya secara tajam. Berbagai data kualitatif tersebut perlu dilakukan pengkajian dan analisis sesuai tujuan awal penelitian berdasarkan pengamatan peneliti.


Sebagai misal, apabila peneliti akan melakukan penelitian seni pertunjukan, diharapkan memiliki kemampuan sebagai pelaku dan melakukan penelitian dengan metode nyantrik. Dengan mengimplementasikan metode ini, peneliti akan dapat data primer yang luas dan mendalam, karena peneliti terlibat langsung di tempat objek penelitian dengan berguru kepada maestro dalam kelompok tersebut.


Dalam melakukan penelitian seni pertunjukan keterlibatan peneliti langsung dengan objek yang akan diteliti menjadi prinsip yang sangat mendasar. Seni pertunjukan sebagai cabang seni memang berbeda dengan cabang seni yang lain. Seni pertunjukan bukanlah seni yang membenda. Bentuknya akan dilihat saat dimulai dan selesai dalam waktu tertentu dan tempat tertentu pula. Pasca penyajian sudah tidak nampak apabila tidak didokumentasikan.


Oleh karena itu, seni pertunjukan dinyatakan sebagai seni sesaat. Wujudnya hilang setelah dipentaskan. Oleh sebab itu seorang peneliti seni pertunjukan harus mampu juga menjadi penonton yang baik dengan mengamati secara detaial dari perencanaan, proses latihan sampai pementasan. Berbeda dengan cabang seni lain, misalnya seni rupa atau media rekam. Objek yang akan diteliti adalah benda yang secara visual dapat diamati detailnya sampai kapan pun. 


Ciri Spesifik


Apabila diamati secara akuratif, penelitian berbagai cabang seni memiliki ciri spesifik yaitu dapat dilihat dari pendekatan multidimensi. Berbagai disiplin ilmu sosial dapat dipakai sebagai rujukan untuk memperkuat ketajaman analis dalam peneltian tersebut. Masing-masing dapat memberikan kontribusi, sehingga diharapkan hasil penelitian dapat lebih berbobot dan proporsional.


Persoalan yang mendasar, ranah penelitian seni sepertinya hanya didominasi peneliti dari lembaga formal saja. Kiranya saat ini para seniman non akademisi yang bekerja di luar lembaga formal, seperti sanggar, komunitas seni, atau personal perlu ikut memberikan kontribusi dan pencerahan melalui ranah penelitian kepada publik. Semua menyadari bahwa para seniman tersebut sangat dekat dengan wilayah seni, bahkan menjadi bagian dari pergumulan sehari-hari.


Apabila semua komponen seniman bisa tergerak untuk melakukan penelitian, paling tidak sudah memberikan kontribusi demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan berbasis kebudayaan untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Era sekarang ini diyakini bahwa kebudayaan adalah satu-satunya energi terbarukan yang dapat menyatukan semua komponen bangsa untuk masa depan berkelanjutan.


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar