Sebagaimana diketahui pasca pencabutan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, kunjungan dan pergerakan wisatawan mulai berangsur pulih. Sejumlah tempat yang menjadi destinasi wisata favorit kembali ramai dikunjungi wisatawan, baik dosmestik maupun mancanegara.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kunjungan wisatawan mancanegara sepanjang Januari sampai Maret 2023 meningkat 508,87 persen dikomparasikan dengan periode yang sama tahun 2022 atau menjadi 2.247.837 kunjungan. Peningkatan kunjungan ini utamanya tercatat pada pintu masuk Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten (Kompas, 19/6/2023).
Peningkatan kunjungan wisatawan tersebut menunjukkan progresi yang signifikan, bahwa destinasi wisata di Indonesia kembali menggeliat setelah lama terkena imbas pandami Covid-19 kurang lebih selama dua warsa. Menyikapi hal tersebut, tentunya sektor pariwisata harus segera berbenah untuk meningkatkan pelayanan maupun infrastruktur pendukungnya.
Tidak bisa dipungkiri, pasca pandemi ini sektor pariwisata masih dijadikan sebagai andalan untuk pemasok devisa negara, baik melalui kunjungan wisatawan mancanegara maupun nusantara. Untuk itu sektor pariwisata harus mampu melakukan strategi daya saing secara kompetitif untuk dapat memberikan pelayanan terbaik sebagaimana melayani pelanggannya.
Pangsa Pasar
Daya saing merupakan sebuah faktor yang sangat dibutuhkan oleh sebuah negara untuk mempertahankan pangsa pasar dan mengelaborasikan. Daya saing dapat dipahami sebagai kapabilitas atau keunggulan yang digunakan untuk bersaing pada pasar tertentu. Adapun indikator daya saing yakni harga yang bersaing, kualitas produk yang lebih baik, dan keunggulan produk daripada produk sejenis lainnya.
Guna meningkatkan daya saing, kreativitas dan inovasi sangat penting serta perlu diperhatikan serius. Daya saing tinggi atau kompetitif parameter utamanaya tidak lain yaitu dari faktor secara keseluruhan gradasi produktivitasnya sama atau lebih tinggi dikomparasikan dengan rivalnya (Vonny Setianda & Roos Kities Andadari, 2015).
Peningkatan daya saing pariwisata dipandang sebagai langkah strategis untuk memperbesar pangsa pasar wisatawan dan mengoptimalkan pemanfaatan potensi pariwisata nasional. Daya saing sangat menentukan sejauh mana kemampuan produk pariwisata menembus dan meraih posisi puncak di dalam persaingan pasar wisatawan global yang semakin ketat. Setiap negara, termasuk Indonesia, dituntut untuk mampu menunjukkan posisi daya saing unggul agar dapat memudahkan aktivitas promosi dan pemasaran yang lebih efektif di pasar global.
Apabila dilihat dari perspektif ekonomi, konsep daya saing terdiri dari dua unsur utama. Unsur pertama adalah keunggulan komparatif yang menempatkan harga sebagai pemacu utama daya saing internasional dan di dalam perdagangan global. Dengan mematok harga murah atau terjangkau dari kondisi finasial wisatawan merupakan daya saing yang diperhitungkan. Faktor harga sering sering kali menjadi salah satu pertimbangan penting bagi wisatawan untuk mengunjungi suatu destinasi wisata.
Sedangkan unsur lainnya yaitu keunggulan kompetitif yang memandang daya saing sebagai konsep yang bersifat multidimensional, mencakup antara lain faktor teknologi, modal, kualitas SDM, manajemen dan organisasi, kebijakan pemerintah dan sebagainya. Dalam konteks yang lebih mengerucut, keunggulan komparatif destinasi pariwisata condong bersifat bawaan, misalnya sumber daya mencakup iklim, pemandangan alam, flora, fauna, dan sebagainya.
Sedangkan keunggulan kompetitif bersifat buatan, seperti hotel, transportasi, festival kebudayaan, kualitas pengelolaan objek wisata, keterampilan SDM, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Dalam hal ini, daya saing dapat dilihat dari perspektif negara maupun perspektif manajemen. Dari perspektif negara daya saing sangat ditentukan oleh faktor sumber daya, baik alam maupun manusia, struktur organisasi, suasana persaingan, dan strategi yang digunakan. Dari perspektif manajemen, daya saing terkait dengan penggunaan sumber daya yang tersedia untuk meraih keunggulan.
Apabila dikaji secara detail parameter daya saing pariwisata tersebut dapat dilihat dari beberapa komponen, di antaranya pertama, keterbukaan. Suatu negara dapat diklasifikasikan memiliki daya saing potensial, jika memiliki jaringan dan kemudahan berinteraksi dengan dunia luar. Implikasi lebih spesifik, parameter komponen keterbukaan menunjukkan kemudahan akses masuk ke suatu negara destinasi wisata, baik melalui kegiatan transaksi perdagangan maupun visa kunjungan.
Kedua, infrastruktur. Variabel ini digunakan sebagai parameter daya saing, dengan pertimbangan bahwa semua komponennya secara langsung memengaruhi kenikmatan berwisata. Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas menggambarkan secara eksplisit tentang eksistensi fisik destinasi wisata. Lebih jauh lagi dapat menjawab seberapa jauh mobilitas arus barang dan jasa dengan tingkat kenyamanan dapat berlangsung di suatu daerah destinasi wisata.
Ketiga, sumber daya manusia. Kondisi sumber daya manusia merupakan salah satu parameter yang tidak kalah penting untuk mengukur daya saing suatu negara. Di dalam sektor pariwisata aspek sumber daya manusia tidak dapat ditawar lagi. Terlebih lagi sektor pariwisata memosisikan aspek pelayanan dan kepuasan pelanggan menjadi parameter utama, seperti keramahtamaan melayani wisatawan di destinasi wisata. Kerahamahtamaan ini dapat menjadi promosi ampuh untuk menarik minat wisatawan dan harapannya dapat berkunjung kembali dengan membawa rekanan atau relasinya.
Keempat, kesejahteraan masyarakat. Parameter ini merujuk pada korelasi langsung sektor pariwisata dengan kesejahteraan masyarakat. Seberapa jauh kontribusi pariwisata secara faktual dapat meningkatkan kesejateraan masyarakat secara umum. Untuk itu strategi pengembangan pariwisata berbasis komunitas dapat menjadi prioritas utama, agar parameter ini dapat terwujud.
Keterlibatan Semua Pihak
Pemikiran dan implementasi daya saing pariwisata memang perlu dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Kita tentunya tidak hanya puas dari yang sudah diperoleh pada satu periode. Pemikiran dan inovasi harus tetap menjadi parameter utama, agar tidak jalan di tempat. Semuanya tersebut dapat dilakukan apabila semua pihak dapat terlibat secara sinergis, agar parameter daya saing untuk membangun pariwisata ke depan dapat terealisasikan.
Kebijakan dari pemerintah terhadap regulasi pariwisata perlu didukung semua komponen mulai atas sampai komunitas yang paling bawah. Dinamika pemikiran yang berbeda memang dibutuhkan, namun muaranya diharapkan mengerucut untuk tujuan peningkatan dan progresifitas pariwisata ke depan.
Salah satu aspek kuncinya, yaitu regulasi tersebut dapat diimplementasikan oleh semua komponen dengan niat tulus, bahwa sektor pariwisata yang pernah menjadi andalan devisa negara ini merupakan tanggung jawab bersama semua komponen untuk memikirkan dan menjaga keberlangsungannya.
(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)
0 Komentar