Hak-Hak Anak Butuh Perlindungan

Dilihat 1870 kali
Memberikan keteladanan kepada anak-anak untuk tetap manaati protokol kesehatan akan menjadikan pembiasaan yang menjadikan mereka menjadi generasi tangguh

Sebagaimana diketahui setiap tanggal 23 Juli, seluruh bangsa Indonesia tidak akan melupakan hari yang cukup istimewa sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Peringatan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden No. 44 tahun 1984. Peringatan pada tahun ini sudah mulai semarak, karena ditengarai Covid-19 sudah mulai melandai. Untuk tahun-tahun sebelumnya selama hampir dua warsa dilaksanakan secara daring.


Peringatan HAN tahun ini dapat dimaknai sebagai kepedulian seluruh bangsa Indonesia terhadap perlindungan anak Indonesia agar tumbuh dan berkembang secara optimal, dengan mendorong keluarga Indonesia menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak. Upaya ini akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia dan cinta tanah air di masa pandemi Covid-19.


Adapun tema HAN tahun ini mengangkat tema Anak Terlindungi, Indonesia Maju. Sedangkan tujuan dari penyelenggaran HAN tahun ini secara umum sebagai bentuk penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus. Selain itu tujuan khususnya memberi pemahaman bahwa anak adalah penerus cita-cita bangsa sehingga upaya pembinaan anak perlu diarahkan untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran akan hak, kewajiban dan tanggung jawab kepada orang tua, masyarakat dan negara.


Di samping itu, HAN tahun ini juga mempunyai tujuan khusus lainnya di antaranya mendorong pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga kemasyarakatan, dunia pendidikan dan media massa menjadi leading sector untuk melakukan kerja-kerja aktif yang berimplikasi terhadap tumbuh kembang anak. Termasuk di dalamnya peran keluarga dalam pengasuhan positif perlu lebih dioptimalkan (https://kumparan.com).


Peran Keluarga


Tidak bisa dipungkiri, keluarga memang merupakan sumber pertama yang menyemai nilai-nilai mulia untuk proses kehidupan anak-anak. Kualitas sebuah keluarga menentukan kualitas pola perilaku, cara berpikir, dan bersikap terhadap sebuah peristiwa. Cara seseorang bertindak sering kali diperoleh dalam pengalaman kebersamaan bersama keluarga. Proses imitasi biasanya menjadi langkah awal sosialisasi dan nilai-nilai kehidupan yang hakiki.


Proses pembentukan karakter digambarkan sebagai sebuah perjalanan yang bermula dari rumah, menuju ke masyarakat luas. Keluargalah yang pertama menyemai nilai-nilai mulia dalam diri anak sejak kecil. Sesuatu yang dilihat, didengar, dan dipahami dalam keluarga inilah  yang akan membentuk kebiasaan dan kostruksi nilai individu bagi anak tersebut. Proses akuisisi nilai-nilai inilah yang akan membentuk keseluruhan kepribadan individu (Doni Koesoema A., 2018).


Dalam proses perjalanan waktu, apabila anak semakin besar, orang tua perlu mengondisikan agar anak mulai diberi penjelasan rasional untuk mamahami sebuah perilaku dan sikap. Anak membutuhkan penjelasan rasional mengapa ia boleh melakukan ini atau tidak boleh melakukan itu. Dengan memberikan penjelasan rasional, anak akan merasa dianggap sebagai pribadi yang bisa dipercaya dan mandiri.


Ketika seorang anak sudah mampu memergunakan kemampuan berpikir, berbahasa dan berkomunikasi, metode sosialisasi atas nilai dan norma sosial yang berlaku di dalam keluarga akan efektif bila dilakukan melalui sebuah proses dialog. Di sinilah proses berpikir rasional dan momen pendidikan karakter itu mulai terbangun.


Melalui metode keteladanan dan komunikasi, anak akan memahami bahwa perilaku sama yang dilakukan secara berulang-ulang akan membentuk pemahaman, sikap dan pengertian tentang sebuah tindakan. Proses pengulangan perilaku inilah yang nantinya akan menjadi kebiasaan yang terpatri di dalam diri seorang anak. Kebiasaan yang telah spontan dilakukan akan membentuk karakter, keunikan, dan kekhasan seseroang.

 

Sebagai contoh pada saat pandemi Covid-19 merebak, orang tua perlu memberikan pemahaman anak untuk taat pada regulasi 5 M yang sudah ditetapkan pemerintah. Misalnya untuk kesehatan, menjaga diri, disiplin, dan taat aturan. Tentunya pemahaman tersebut diimbangi dengan metode keteladan orang tua dalam menaati aturan. Ketika keteladanan sudah diterapkan, akan terpatri kuat pada diri anak yang nantinya akan manjadi pembiasaan positif.


Contoh lain, pada saat ini anak-anak usia sekolah sudah mulai masuk sekolah. Tentunya orang tua perlu menyikapi dengan menerapkan jam belajar. Ketika anak-anak waktunya belajar orang tua perlu menciptakan suasana kondusif agar anak belajar dengan nyaman. Seperti mematikan televisi, agar anak-anak bisa fokus belajar. Orang tua bisa mengisi kegiatan pada saat anak-anak belajar dengan kegiatan yang bisa memotivasi anak, misalnya membaca buku, mengkliping koran, menata arsip pribadi, dan lain-lain.


Proses Pemulihan


Pada saat ini anak-anak membutuhkan motivasi pasca pandemi ini. Ketika situasi normal mereka harus dibangunkan dari tidur berkepanjangan, karena anak-anak usia sekolah beberapa tahun lalu harus belajar daring di rumah. Untuk itu pembiasaan positif harus mulai digencarkan dari sekarang. Proses pemulihan tersebut tentunya membutuhkan waktu dan juga kesabaran agar tujuan akhirnya dapat tercapai.


Forum anak, tim penggerak PKK, organisasi sosial kemasyarakatan, perlu dioptimalkan untuk memberikan edukasi dan terapi bagi anak-anak terdampak Covid-19. Terlebih lagi bagi anak-anak yang kehilangan orang tuanya karena terpapar Covid-19. Mereka membutuhkan  bantuan terapi psikologis agar traumanya tidak berkepanjangan.


Kembali di sini ketahanan keluarga dan pihak-pihak lain yang peduli sangat dibutuhkan agar anak-anak semakin tangguh dan tegar menghadap pandemi ini. Kita optimis sinergitas berbagai pihak akan menyelematkan anak-anak dari dampak pandemi yang berkepanjangan ini menjadi generasi tangguh. Dengan terpenuhi dan terlindunginya hak-hak mereka secara wajar, anak-anak akan dapat bangkit menyongsong masa depan demi Indonesia maju.


Selamat Hari Anak Nasional tahun 2022. 


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar