Jangan Lupakan TVRI

Dilihat 899 kali
TVRI sebagai lembaga penyiaran publik perlu mengemas program tayangan yang sarat akan nilai kebudayaan sebagai brandingnya. Foto: tvri.go.id

Ada suatu keunikan dan keasyikan yang kini memang tinggal kenangan. Dulu orang satu desa berbondong-bondong datang berkumpul di rumah kepala desa untuk menyaksikan siaran ketoprak di televisi hitam putihnya yang langsung ditayangkan oleh TVRI. Jauh waktu sebelum acara dimulai, mereka sudah datang satu per satu berebut duduk paling depan dengan saling ribut dan berbisik.


Beberapa cerita ketoprak sangat berkesan dalam ranah ingatan mereka waktu itu. Ada cerita Istana Yang Suram oleh grup ketoprak Among Mitro, cerita Mangir Wanabaya dengan grup Sapta Mandala, cerita Jambul Kramayudha oleh grup kenamaan PS Bayu, dan sederet cerita-cerita lain yang sangat kaya akan kandungan nilai humaniora.


Pada waktu TVRI memiliki peran sangat signifikan dalam turut serta mendukung nilai kearifan lokal lewat tayangan seni budaya, baik itu seni pertunjukan, seni rupa, atau seni sastra. Di samping itu, TVRI menjadi kebanggaan publik karena merupakan media yang dapat menayangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, yang sarat akan nilai humaniora. Para seniman pun memiliki fanatisisme, belum merasa menjadi seniman kalau belum ditayangkan di TVRI.


Kelahiran TVRI


TVRI berdiri pada 24 Agustus 1962 (berdasarkan SK Menpen RI No.20/SK/VII/61) ditandai dengan siaran perdana Asian Games ke IV di Stadion Utama Gelanggang Olah Raga Bung Karno. Pembangunan infrastruktur yang disiapkan oleh Pemerintah kala itu kawasan kompleks olahraga Senayan (Kampung Senayan, Petunduan, Kebun Kelapa dan Bendungan Hilir) serta pembangunan jalan baru yaitu Jalan M.H. Thamrin, Gatot Subroto, Jembatan Semanggi, hingga TVRI guna menunjang kebutuhan penyiaran turnamen.


Kehadiran TVRI disiapkan dalam waktu kurang dari 10 bulan. Menempati gedung yang semula dihajatkan sebagai Kampus Akademi Penerangan Departemen Penerangan RI, di Gerbang Pemuda-Senayan Jakarta, program siaran disiapkan, dikemas dan dipancarluaskan memakai jaringan teresterial.


Kemudian, pembangunan tahap berikut di luar Jawa, meliputi Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Sehingga, genap seperempat abad, infrastruktur penyiaran televisi sudah tersebar hampir di seluruh penjuru Nusantara. Secara kronologis status TVRI Tahun 1963 Berbentuk Yayasan Televisi Republik Indonesia (TVRI) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1963 tentang Pembentukan Yayasan Televisi Republik Indonesia. Merupakan stasiun televisi tertua di Indonesia dan satu-satunya televisi yang jangkauannya mencapai seluruh wilayah NKRI.


Memasuki era Reformasi bersamaan dengan dilikuidasinya Departemen Penerangan, melalui Keppres No.355/M/1999 tentang Pembentukan Kabinet Persatuan Nasional, maka status hukum TVRI mengambang. Tahun 1976 TVRI berubah status menjadi UPT (Unit Pelaksana Teknis) di bawah Departemen Penerangan. Namun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara melalui Kepmen No.l01/KEP/m.pan/1/2000 (5 Januari 2000) menugaskan pejabat dan pegawai di lingkungan Direktorat Televisi serta Unit Pelaksana Teknis di Jakarta dan Daerah untuk tetap melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat itu.


Sejak 2005 hingga kini, status TVRI berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia. Sebagai televisi publik, LPP TVRI mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (https://tvri.go.id).


Berlandaskan pada tujuan sebagai penyedia layanan publik, maka ruang gerak TVRI jauh berbeda dengan stasiun-stasiun televisi lainnya. TVRI tidak berpikir pada orientasi keuntungan (profit) semata, tetapi turut berkonstribusi dalam memupuk cinta tanah air di tengah keberagaman suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dalam jalinan kesatuan persatuan (Bhineka Tunggal Ika) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tetap mengutamakan serta memperhatikan kebutuhan publik.


Adanya perubahan status hukum TVRI menjadi LPP (Lembaga Penyiaran Publik), akan menjadi penyeimbang di tengah dunia pertelevisian. Dengan kata lain, TVRI diharapkan menjadi stasiun televisi yang tidak hanya mengejar kebutuhan pasar, tapi mempertimbangkan kualitas siaran dalam upaya pencerdasan dan pemenuhan informasi publik.


Tampil Berbeda


Dengan semakin gencarnya akselerasi kompetitif media televisi, tentunya TVRI harus memiliki program tayangan dengaan tampilan berbeda dengan televisi swasta lainnya. Program tayangan budaya nilai kearifan budaya lokal dapat dijadikan branding agar TVRI tetap melekat pada pemirsanya.


Di samping itu, TVRI dapat menerapkan keterlibatan publik secara komprehensif dan paripurna, misalnya dengan mengaplikasikan platform digital yang lebih terbuka dan atraktif. Konsep interaktif perlu menjadi pilihan utama agar tetap menjaga kepercayaan publik. Terlebih TVRI merupakan media televisi perintis di Indonesia, yang kontribusinya sudah sangat besar untuk publik. Untuk itu jangan lupakan TVRI.


Selamat Hari Ulang Tahun TVRI tahun 2022.


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar