Indonesia adalah negara besar yang majemuk, terdiri dari berbagai suku, ras, bahasa daerah, adat istiadat dan agama, yang menghuni pulau-pulau besar dan kecil, tersebar di seluruh pelosok tanah air, dari Sabang sampai Merauke. Di tataran yang lebih kecil, masyarakat/insan Indonesia juga terdiri dari berbagai macam watak, sifat dan ciri kepribadian yang berbeda-beda.
Pada tataran relasi antar insan di masyarakat, setiap hari dapat ditemukan berbagai macam manusia dengan ciri kepribadian masing-masing. Berbagai macam ciri keprubadian itu bisa dipandang sebagai hamparan unsur-unsur berlawanan yang selayaknya dihadapi dengan toleransi dan empati demi sebuah kesatuan dinamis yang kreatif. Kepribadian insan/orang merupakan perwujudan dari 16 sifat bipolar atau berkutub ganda (Rusell M. Karol D, 16 PF Fith Edition. Administrators Manual IPAT, Illionsi, 2019).
Pengetahuan atas 16 pasang sifat kepribadian itu berguna untuk memperkaya toleransi dan menumbuhkembangkan empati dalam menghadapi beragam sifat dan kepribadian orang.
Di tengah kehidupan sehari-hari, ada orang yang cenderung suka bergaul dan bersikap hangat terhadap sesamanya, sebaliknya ada pula orang yang cenderung menyendiri dan dingin terhadap sesamanya. Ada pula yang cenderung berpikir konkret sehingga kurang mampu memecahkan masalah, tapi ada yang cenderung berpikir abstrak, sehingga lebih mampu memecahkan masalah. Ada orang yang emosinya cenderung stabil, namun ada pula yang reaktif dan tak stabil emosinya dalam menghadapi berbagai masalah hidup.
Ada orang yang cenderung memaksakan kehendak, ada pula yang selalu menuruti kehendak orang lain. Ada orang yang cenderung ceria, aktif, berpenampilan mencolok, tapi ada yang cenderung tampil serius, tenang, berpenampilan rapi dan tak mencolok. Ada orang yang cenderung taat pada aturan, kaidah, dan suara hati nurani, namun ada pula yang tak peduli pada aturan, kaidah, dan suara hati nurani. Ada manusia yang cenderung tampil cukup bebas dan berani di hadapan orang banyak, tapi ada yang malu-malu jika berada di tempat umum.
Ada orang yang cenderung sensitif dalam arti lebih banyak memakai pertimbangan selera dan estetika ketimbang memakai asas manfaat dalam menghadapi masalah. Namun di sisi lain ada yang tak peduli pada selera dan estetika, karena ia lebih peduli pada pertimbangan kegunaan. Ada orang yang cenderung waspada dan curiga terhadap sesamanya, tapi di sisi lain ada yang cenderung percaya pada sesamanya.
Ada orang yang tertutup dan suka menyendiri, namun ada pula yang lebih terbuka, tak sulit berbicara tentang diri sendiri secara apa adanya. Ada orang yang cenderung khawatir, merasa tak aman, dan ketakutan. Namun ada yang cenderung percaya diri, tenang dan merasa aman. Ada orang yang cenderung membuka diri terhadap perubahan, sedangkan orang lain cenderung bersikap tradisional, kukuh mempertahankan adat istiadat.
Ada orang yang cenderung bertindak otonom, mandiri, dan tak memerlukan bantuan orang lain. Namun ada yang cenderung lebih suka bekerja bersama orang lain, bekerja dalam tim. Ada orang yang cenderung perfeksionis, tak gampang menoleransi kesalahan dan ketidaksempurnaan. Namun, ada yang mau toleran terhadap ketidaksempurnaan dan mampu menghadapi kekacauan dengan cara lebih santai.
Itulah gambaran sekilas beragam kepribadian manusia yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Gambaran itu bisa memberikan inspirasi untuk menumbuhkembangkan toleransi terhadap perbedaan dan empati atas kekhasan pribadi setiap orang. Setidaknya ada dua alasan mengapa kita harus menumbuhkan toleransi dan empati di tengah relasi antar manusia.
Alasan pertama adalah fakta keanekaragaman kepribadian di tengah kehidupan manusia. Pada dasarnya setiap orang merepresentasikan pribadi yang khas, unik, dan tiada duanya. Alasan kedua, pasangan ciri atau sifat kepribadian yang bipolar, tidak bisa dilihat secara parsial. Artinya, tidak ada salah satu kepribadian yang lebih unggul atas kepribadian lain.
Di tengah masyarakat yang dinamis namun padu, sangat diperlukan kesediaan untuk menerima kehendak pihak lain, sejauh itu tidak melanggar hukum dan hak asasi manusia. Begitu pula untuk pasangan-pasangan ciri atau sifat kepribadian yang lain. Tidak bisa dikatakan salah satu sifat atau ciri selalu lebih unggul dari pada yang lain.
Dengan keunikan dan ciri khas kepribadian masing-masing, setiap manusia sesungguhnya memerlukan kehidupan yang bernapaskan semangat toleransi dan empati terhadap perbedaan-perbedaan. Dengan semangat itulah semua perbedaan bisa diolah menjadi kekuatan konstruktif untuk kehidupan dan bukan malah menjadi daya pemecah-belah yang distruktif. Semoga.
Penulis: P. Budi Winarto, S.Pd., Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang.
0 Komentar