Menunggu Waktu Jawaban Peserta Didik

Dilihat 1194 kali
Proses pembelajaran di kelas akan berjalan efektif apabila komunikasi dua arah antara guru dan peserta didik dapat terbangun secara optimal.

Pada suatu hari, Ibu Fransisca seorang guru Seni Budaya salah satu Sekolah Menengah Kejuruan mengajukan pertanyaan kepada para peserta didiknya." Anak-anak, berikan satu contoh saja seni tari ritual, dan mengapa kalian menyebutnya sebagai tari ritual?"


Kelas hening beberapa saat. Tak seorang pun peserta didik mengangkat tangan dan mencoba menjawab. Ibu Fransisca melayangkan pandangannya ke seluruh kelas, mengharapkan satu peserta didik menjawab. Hasilnya nihil. Kelas tetap hening, sunyi senyap. Tetap tak ada jawaban. Bu Fransisca gelisah, merasa tidak nyaman. Akhirnya beliau menjawab sendiri pertanyaan itu. 


Ilustrasi tersebut sepertinya juga sering terjadi di banyak kelas. Seperti yang dikritisi oleh V.F. Jones & LS Jones dalam risetnya Comprehensive Classroom Management: Creating Communites of Support  and Solving  Problems (2001), menegaskan banyak guru yang rata-rata memberikan waktu satu detik kepada peserta didik untuk berpikir, sebelum kemudian menjawab pertanyaannya sendiri. Tentunya waktu sedemikian tersebut sangatlah pendek.


Hasil riset tersebut memang ada benarnya. Realitanya, kebanyakan guru sering juga melakukan: mengajukan pertanyaan kemudian karena tidak ada peserta didik yang mencoba menjawab akhirnya jawaban tersebut itu. Seringkali guru, banyak tergoda untuk menjawab pertnyaan yang diajukan sendiri karena mereka merasa terintimidasi oleh keheningan.


Rasa hening seringkali menakutkan. Hening membuat guru tidak nyaman. Untuk mengakhiri ketidaknyamanan dan perasaan tak aman itu, guru menjawab pertanyaannya sendiri agar pelajaran bisa berjalan terus. Guru merasa pelajaran bisa berlangsung lancar, kendati tidak jelas benar apakah peserta didik benar-benar belajar. Keheningan bisa membuat  guru melupakan tugas pokoknya, yakni membangun kapabilitas berpikir peserta didiknya.


Peran Penting


Pada dasarnya pertanyaan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Begitu pentingnya sehingga guru harus memastikan bahwa ia menerima respon dari peserta didik dan bukan membiarkan pertanyaan berlalu begitu saja tanpa ada tanggapan.


Berdasarkan pengalaman, setidaknya ada tiga peran pentinya pertanyaan. Pertama, ketika diletakkan  sebelum materi pokok dibahas, pertanyaan bisa dipakai sebagai sarana  untuk mengaktifkan pengetahuan awal peserta didik, supaya peserta didik mempunyai  kesempatan untuk membuat koneksi antara apa yang sudah mereka ketahui dengan informasi baru yang hendak mereka terima. Jika guru menjawab sendiri pertanyaannya, peserta didik kehilangan kesempatan untuk menciptakan makna personal terkait materi pokok yang dibahas.


Kedua, ketika diajukan di tengah-tengah proses pembelajaran, pertanyaan yang kritis dapat mempertajam pemahaman. Jika guru menjawab pertanyaannya sendiri, peserta didik akan kehilangan kesempatan untuk memperdalam pemahamannya. Selain itu peserta didik akan kehilangan kesempatan untuk mengonstruksi bangunan pengetahuannya dan tentunya sia-sialah pelajaran yang sudah dipersiapkan dengan baik.


Ketiga, ketika diajukan pada akhir pelajaran, pertanyaan berfungsi sebagai sarana untuk mengumpulkan data  mengenai tingkat pemahaman peserta didik. Dengan guru selalu menjawab pertanyaannya sendiri, guru tak bisa mendapatkan data apapun mengenai pemahaman mereka.


Penulis pun pernah mengalami pergumulan terkait dengan beberapa pertanyaan yang lama tak kunjung dijawab. Semula penulis juga tidak suka ada jeda waktu panjang antara pertanyaan yang penulis lontarkan dengan jawaban peserta didik. Tetapi, kemudian penulis berpikir lebih jauh, tidak masuk akal mengharapkan peserta didik menjawab pertanyaa guru segera dalam waktu singkat alias sesegera mungkin. Peserta didik membutuhkan beberapa saat untuk menemukan dan merumuskan jawaban. Konsekuensi logisnya penulis memutuskan untuk menunggu lebih lama daripada biasanya.


Hasilnya satu persatu peserta didik berani mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan penulis. Mengacu pengalaman itu, penulis selalu mengulangi setiapkali mengajukan pertanyaan dan penulis melihat resultansinya. Lebih banyak peserta didik menanggapi pertanyaan yang penulis ajukan. Dan penulis pun  mendapatkan data yang cukup untuk mengetahui apakah peserta didik paham atau tidak.   


Strategi tersebut di atas sering disebut dengan waiting time, alias waktu tunggu, yakni waktu yang kita luangkan untuk menunggu respon dari peserta didik. Waktu tunggu tersebut dapat didefinisikan sebagai saat berhenti beberapa detik setelah guru mengajukan sebuah  pertanyaan untuk memberi waktu kepada peserta didik untuk berpikir sebelum diminta menjawab. Terlebih lagi jika guru menunggu beberapa detik lebih lama, kepercayaan diri peserta didik untuk memberikan jawaban akan naik prosentasenya. Di samping itu, kualitas jawaban meningkat, dan bahkan jumlah pertanyaan dari peserta didik pun bertambah (Benedictus Widi Nugroho,2013).


Rasa Aman


Pada dasarnya rasa aman secara psikologis sangat penting untuk menunjang pembelajaran. Waktu tunggu yang diberikan guru memberikan rasa aman. Dengan rasa aman, peserta didik dapat berpikir, dan informasi yang menuju ke otak bisa mengalir lancar.


Berdasarkan temuan para ahli pendidikan di antaranya yang ditulis oleh  Marzano, Pickering, dan Pollock  dalam Classroom Instruction that Works. Research-based stategies for Increasing Student Achievement (2001) menegaskan bahwa waiting time dapat meningkatkan kedalaman jawaban peserta didik. Dengan memberi kesempatan peserta didik  untuk berpikir, secara tidak langsung guru dapat memberikan pemahaman pembelajaran dalam ranah mengorganisir pemikiran untuk dituangkan dalam kalimat terstruktur.


Di samping itu waktu tunggu tersebut berdampak tidak hanya pada diri peserta didik, tetapi juga pada guru. Dengan waktu tunggu yang proporsional  dapat lebih meningkatkan partisipasi peserta didik dalam diskusi atau berkomunikasi. Dengan demikian akan mengerucut  dalam meningkatkan kapabilitas guru untuk dapat memprediksi sejauhmana kemampuan peserta didik.


Namun yang perlu diingat, untuk mengaplikasikan strategi waiting time ini, pertanyaan yang diajukan guru sungguh-sungguh merupakan pertanyaan analitis yang mampu melibatkan peserta didik dalam proses berpikir, bukan sekadar pertanyaan yang hanya mengandalkan ingatan peserta didik. Waktu tunggu juga mesti digunakan dengan hati-hati dan situasional. Ketika guru bertanya kepada peserta didik, ternyata malahan panik, kiranya guru juga harus toleransi dan tak perlu menunggu lebih lama jika itu justru menambah kepanikannya.


Dengan menerapkan waiting time, akan membuat guru lebih sabar. Strategi pembelajaran ini juga dapat memberi kesempatan guru mengumpulkan data lebih akurat tentang pemahaman materi yang diberikan. Di samping itu pertanyaan yang tepat, proporsional, dan membangun merupakan kombinasi sempurna yang akan membuat peserta didik lebih banyak belajar memahami makna pembelajaran yang hakiki.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar