Sebagaimana diketahui, pada umumnya publik hanya memperhatikan atau melihat bentuk seni tari sebatas sebagai hiburan yang tujuannya semata-mata membuat senang. Namun sebenarnya dibalik wujud visualnya tersebut terkandung nilai estetika yang bisa dilihat dari berbagai sudut pandang.
Pada dasarnya seni tari itu bersifat universal,artinya seni tari dapat dilakukan dan dimiliki seluruh manusia di penjuru dunia. Mengingat tempat dan kedudukan manusia satu dengan yang lain berbeda-beda, maka pengalaman hidup mereka itu beraneka ragam pula. Untuk itu dapat diprediksikan bahwa gradasi pengetahuan mereka pun juga berbeda-beda. Bagi komunitas yang hidup di daerah tropis tentu akan berbeda dengan yang hidup di daerah kutub. Demikian juga komunitas yang hidup di daerah pegunungan pasti berbeda dengan yang hidup di daerah padang pasir.
Tari itu sendiri dalam aplikasinya di tengah-tengah komunitas dapat bermacam-macam. Pada musim hujan di malam hari sekumpulan katak menari-nari sambil menyanyi karena dilanda kegembiraan. Demikian pula kunang-kunang yang gemerlapan memancarkan sinarnya di antara rimbunya daun padi bagaikan menari-nari karena terpenuhi kebutuhan hidupnya. Pada siang hari di atas dahan yang tinggi sekawanan burung meloncat-loncat dan terbang kesana kemari, seolah-olah menari-nari karena telah terpenuhi tuntutan kodratinya.
Sedangkan kita bisa melihat ketika bayi lahir setelah menangis, kemudian menari-nari sembari menggerak-gerakkan organ tubuhnya karena telah berhasil memecahkan saat-saat kritis dalam perjuangannya menyesuaikan diri dengan kondisi alam semesta. Demikian pula dari suku bangsa primitif sampai bangsa yang berkembang, seni tari diaktualisasikan sebagai refleksi atas tercapainya tujuan hidupnya. Ekspresi kegembiraan tersebut mewujud dalam gerak-gerak tari yang eksotis untuk dinikmati dirinya sendiri maupun orang lain.
Apabila ditelisik lebih jauh, pengertian seni tari pada dasarnya merupakan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerat ritmis yang indah. Dari definisi tersebut dapat lebih ditegaskan bahwa media tari adalah gerak yang telah distilisasi. Sedangkan gerak tari tersebut terkandung dua jenis gerak, yaitu gerak maknawi (gesture movement) dan gerak murni (pure movement).
Gerak maknawi merupakan gerak yang mengandung arti yang jelas, misalnya gerak nuding atau menunjuk pada tari Bali yang berarti marah. Gerak dengan menghadapkan telapak tangan pada penari lain yang mengandung maksud menolak atau tidak diinginkan. Gerak menempelkan telapak tangan di dada yang berarti susah, dan sebagainya.
Adapun gerak murni yaitu gerak yang digarap sekadar untuk mendapatkan bentuk artistik dan tidak dimaksudkan menggambarkan sesuatu. Misalnya gerak sidangan kebyok (gerak mempermainkan selendang diiringi liukan tubuh) pada tari gaya Surakarta, gerak permainan rebana kecil pada tari Indang dari Pariaman Sumatra Barat, gerak permainan sapu tangan dalam tari Lengso dari Maluku, dan masih banyak lagi gerak murni pada tari yang ada di seluruh Nusantara.
Perspektif koreografi
Pada umumnya seni tari memiliki nilai-nilai estetika atau keindahan spesifik yang menyatu dengan wujud tari tersebut. Melalui perspektif koreografinya (merangkai rangkaian gerak) sebuah tari dapat diketahui keindahannya. Keindahan suatu tari dapat ditelaah melalui bentuk dan isi tarian yang berupa tema tari, alur cerita tari serta pesan yang disampaikan melalui gerak tari. Keindahan dalam seni tari ini sering disebut nilai estetika.
Sedangkan nilai estetika tersebut terbagi menjadi dua aspek yang sangat elementer yaitu objektif dan subjektif. Keindahan objektif merupakan keindahan yang dapat dilihat dari gaya, bentuk, teknik dan biasanya mengabaikan latar budaya dari mana tari atau penata tari berasal.
Keindahan objektif menilai keindahan karya seni secara lebih detail, yaitu unsur-unsur objektif itu nyata, dapat dilihat, didengar serta dirasakan. Seperti keindahan pada nada suara (alat musik dan pita suara manusia).Lain halnya dengan keindahan subjektif yang berasal dari interpretasi dan evaluasi. Dalam hal ini penikmat seni melakukan penilaian karya lebih dekat secara murni atau faktual seperti bentuk, ukuran dan warna (Desi Ariani, 2020).
Nilai estetika
Nilai estetika pada seni tari tidak hanya dilihat secara holistik tetapi juga dapat dilihat pada geraknya. Nilai estetika dapat diperoleh melalui panglihatan atau visual juga pendengaran atau auditif. Nilai estetika secara visual dapat diamati dari gerak yang dilakukan penari. Sedangkan secara auditif bisa dicermati dari iringan tarinya.
Dalam hal ini nilai estetika dapat bersifat subjektif, karena gerak bagi orang tertentu mungkin memiliki nilai estetika bagus, tetapi mungkin bagi orang lain mungkin kurang baik. Sebagai contoh pada tari Merak. Tari ini merupakan ungkapan dari keindahan gerak-gerik kehidupan burung Merak di Pulau Jawa, bail melalui gerak kepala, bahu, torso, pinggul, tangan, juga kaki sebagai satu kesatuan. Lain halnya dengan tari yang berkembang di daerah Dayak, banyak terinspirasi dari keindahan burung Enggang. Kepak sayap Enggang direalisasikan dalam bentuk gerakan gemulai tetapi cekatan dan tangkas.
Nilai estetika dapat pula dikatakan sebagai persepsi juga impresi. Persepsi dapat dikatakan tahap manakala sensasi itu telah berkesan. Persepsi tersebut mampu menggerakkan asosiasi dan mekanisme lain seperti komparasi (perbandingan), diferensiasi (perbedaan), analogi (persamaan), dan sintetis (kesimpulan). Kesemuanya menghasilkan implikasi yang lebih luas dan mendalam.
Penguatan tersebut membentuk keyakinan yang disebut impresi. Dengan demikian impresi merupakan interpretasi terhadap gerak tersebut. Dalam hal ini estetika dan persepsi merupakan dua perspektif yang saling melengkapi satu dengan lainnya. Keindahan seni tari akan dapat terbangun dari kontak emosional antara penari dengan penonton dengan bahasa nonverbal.
Implikasi bahasa nonverbal ini tak lain adalah cara menyampaikan informasi tanpa menggunakan kata-kata, melainkan melalui bahasa tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, gestur, sentuhan, nada suara, dan penggunaan ruang serta waktu. Komunikasi nonverbal ini sering kali lebih kuat daripada bahasa verbal karena dapat menunjukkan emosi dan sikap seseorang secara langsung.
Dalam bahasa komunikasi nonverbal ini dapat menghadirkan makna sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Pada penyajian sendratari, ungkapan emosi dapat disampaikan secara nonverbal melalui desain dramatik atau tembang sebagai dialog. Misalnya ketika penonton menyaksikan Sendratari Gatotkaca Kridha, emosi penonton dapat terbangun ketika menyaksikan kegagahan tokoh Gatotkaca ketika memimpin pasukannya dalam perang Bharatayuda untuk membela tanah air tercintanya.
Dengan demikian dapat ditarik suatu tautan benang merah bahwa seni tari telah menjadi bagian dari kehidupan seorang seniman seni tari untuk dapat dikomonukasikan dengan penonton juga komunitas pendukungnya. Dengan menari, seorang penari dapat mengekspesikan jiwanya melalui gerak yang memiliki nilai estetika tinggi. Gerak seni tari sebagai bagian dari estetika kebudayaan mempunyai peran yang sangat kompleks dikorelasikan dengan kehidupan manusia yang bukan hanya sekadar keindahan visual semata.
Penulis: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd. Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kec. MertoyudanKabupaten Magelang
0 Komentar