Pemikiran Bersama untuk Pemulihan Industri Pariwisata

Dilihat 1059 kali
Pemulihan industri pariwisata dapat terbangun dengan pemikiran kembali semua pihak secara sinergis demi tetap solidnya industri tersebut secara berkelanjutan.

Badai pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan negara-negara lain di penjuru dunia sangat dirasakan imbasnya. Pariwisata merupakan sektor yang paling terpukul. Wisatawan tidak boleh bepergian atau menikmati destinasi wisata dikarekan pemerintah telah menetapkan regulasi yang sangat ketat.


Imbasnya terasa pada sektor wisata seperti hotel, biro perjalanan wisata, atau desa-desa wisata yang sebelum pandemi ramai menarik minat pengunjung. Ketika pandemi melanda, destinasi wisata tersebut sepi pengunjung, dan banyak kejadian pihak hotel yang merumahkan karyawannya karena hotel tidak mendapatkan pemasukan.


Padahal sebelumnya sektor ini merupakan andalan penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja. Sebagaimana diketahui devisa dan penyerapan tenaga kerja merupakan pendukung ekonomi nasional yang mampu menopang kekuatan suatu bangsa dalam menjalankan roda ekonominya.


Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), devisa dari sektor pariwisata pada 2019 sebesar 19,7 miliar dollar AS. Sementara tenaga kerja yang diserap sektor ini 12,6 juta orang. Berdasarkan data Bank Indonesia, 16,163 juta orang melancong ke Indonesia pada 2019 (Kompas, 28/6/2020).


Rethinking Tourism adalah tema Hari Pariwisata Sedunia 2022. Perayaan resmi tahun ini akan diselenggarakan oleh Indonesia, tepatnya di Pulau Dewata. Tujuan merayakan kesempatan hari istimewa pariwisata ini tak lain adalah untuk memikirkan kembali bagaimana kita melakukan pariwisata untuk sektor yang lebih berkelanjutan, inklusif dan tangguh.


Pemilihan tema tersebut diambil karena pariwisata dapat diharapkan menuju pemulihan dan pertumbuhan yang inklusif. Artinya kebangkitan pariwisata harus dapat dirasakan semua pihak secara luas dan adil, baik negara dengan ekonomi maju maupun berkembang. Untuk menuju ke pemulihan pariwisata, diperlukan kontribusi pemikiran semua pihak. Bukan hanya dari pihak pemerintah atau pelaku usaha pariwisata, namun semua komponen masyarakat perlu memberikan kontribusi pemikiran atar pariwisata dapat berkembang seiring dengan kebijakan pariwisata berbasis komunitas.


Hari Pariwisata Dunia


Setiap tanggal 27 September negara-negara di seluruh penjuru dunia memeringati World Tourism Day atau Hari Pariwisata Sedunia. Hari Pariwisata Sedunia pertama kali ditetapkan pada 1980, di Kota Torremolinos, Spanyol, sebagai bentuk penghargaan bagi para pelaku wisata di dunia.


Di balik penetapan Hari Pariwisata Sedunia pada 27 September 1980, terdapat sejumlah fakta unik di belakangnya. Pada mulanya, organisasi pariwisata dunia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa atau yang dikenal dengan nama UNWTO menyelenggarakan pertemuan umum pada tahun 1979. Pada sesi rapat ketiga, UNWTO menggagas untuk memfasilitasi Hari Pariwisata Dunia, yang pada akhirnya ditetapkan pada 27 September 1980.


Penetapan 27 September sebagai Hari Pariwisata Dunia oleh UNWTO ternyata bukan tanpa alasan. Tanggal tersebut dipilih agar bersamaan dengan salah satu momen penting di dunia pariwisata, yaitu hari jadi pengadopsian anggaran dasar UNWTO pada 27 September 1970.


Pemikiran Bersama


Diamati dari makna tema Hari Pariwisata Dunia tahun ini menandaskan bahwa untuk memulihkan industi pariwisata semua pihak perlu melihat pariwisata sampai kedalamannya. Bukan hanya sekadar angka dan statistik, melainkan dampaknya baik untuk pelaku dan wisatawan yang datang ke suatu destinasi wisata.Tema tersebut juga dirasa tepat diaplikasikan di tengah pemulihan industri pariwisata pasca pandemi.


Pemikiran bersama semua komponen masyarakat, sangat dibutuhkan agar terjadi sinkronisasi. Pemikiran akademis tanpa melihat kondisi riil di lapangan, kadang dapat menjadi kendala serius, karena tidak sesuai dengan situasi sosiologis pariwisata di tengah-tengah kehidupan sosial.


Selama pandemi, di saat banyak wisatawan tak bisa berwisata, banyak sektor pariwisata yang terpukul. Apalagi banyak negara yang menjadikan industri pariwisata sebagai salah satu pemasukan kas negara, seperti Indonesia. Oleh sebab itu, dengan mulai dibukanya kembali gerbang pariwisata, negara-negara harus membenahi banyak sektor demi pemulihan yang merata.


Dengan demikian pemulihan industri pariwisata perlu dibarengi dengan strategi baru untuk membangkitkan industri pariwisata di tengah pandemi Covid-19. Strategi tersebut tidak hanya sekadar mengandalkan keindahan wisata, seni, budaya, tetapi juga harus mengedepankan keunggulan lain, yaitu protokol kesehatan dan pengawasannya di sejumlah objek wisata.


Strategi tersebut sangat rasional karena orang berwisata tentu tak ingin sakit atau tertular penyakit. Konsekuensinya, pengelola destinasi wisata harus menjamin keselamatan pengunjung agar tetap sehat, baik saat masuk maupun keluar dari tempat wisata. Untuk itu kiranya diperlukan mekanisme yang standar atau Standar Operasional Prosedur (SOP) di setiap destinasi wisata.


Di samping itu, kualitas sumber daya manusia pariwisata perlu juga dioptimalkan kembali. Tentunya pelayanan sebelum pandemi dengan pasca pandemi sangat berbeda. Tingkat keramahan semua pelaku pariwisata dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan sangat dipertaruhkan.


Sebagai contoh ketika wisatawan berkunjung ke hotel atau destinasi objek wisaya yang tidak taat protokol kesehatan, petugas layanan pariwisata perlu menegur dengan tidak menghilangkan rasa empati familiarnya. Sikap tersebut, nantinya diharapkan sebagai branding hotel akan sikap memberikan pelayanan simpatik, agar tamu bisa berkunjung kembali.


Melalui kerja sama paralel berbagai pihak yang terus menerus dan berkelanujutan akan dapat mempercepat jalur pemulihan industri pariwisata. Kita yakin dan harus optimis bahwa pemulihan tersebut akan dapat tercapai. Tentunya perlu diawali dari langkah-langkah nyata baik dari kepedulian personal, kelompok, pemerintah, maupuan pihak-pihak terkait untuk dapat menjaga jati diri dan citra pariwisata sebagai tempat yang nyaman untuk dikunjungi.


Semuanya tersebut, harapannya akan lebih berorientasi pada strategi pariwisata berkelanjutan yang tidak mengabaikan generasi yang akan datang sebagai penerus pariwisata demi kokoh dan solidnya industri pariwisata.


Selamat Hari Pariwisata Dunia Tahun 2022


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar