Oleh: P. Budi Winarto, S.Pd*)
MEMASUKI usia ke 78 Negara Republik Indonesia, dunia pendidikan di tanah air ternyata masih menyisakan berbagai persoalan. Beberapa penyebabnya antara lain praktik pendidikan sekolah di Indonesia masih belum sepenuhnya diarahkan untuk pengembangan kapasitas manusia peserta didik secara utuh. Praktik pembelajaran sekolah diredusir sedemikian rupa hingga prioritas dan ukuran keberhasilan selama ini hanya terarah pada titik kognitif semata. Peserta didik terkurung dalam proses pembelajaran yang memasung banyak potensi mereka. Mereka mengalami proses pendidikan yang justru menghambat pengembangan diri.
Jika demikian, masihkah pendidikan sekolah menjadi tumpuan harapan yang akan memberdayakan seluruh potensi peserta didik yang pada gilirannya memberikan kontribusi dalam memecahkan pelbagai persoalan masyarakat, bangsa dan Negara? Pertanyaan bernada skeptik ini bukanlah sebuah kegelisahan baru. Beberapa dasawarsa lalu I Illich telah mempertanyakan kegunaan sekolah bagi hidup yang sesungguhnya dalam masyarakat. Pendukung teori alokasi atau persaingan status seperti Lester Thurow, John Meyer, Randall Collins juga mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan tidak selalu sesuai dengan kualitas pekerjaan, sehingga orang yang berpendidikan tinggi ataupun rendah tidak berbeda produktivitasnya dalam menangani pekerjaan yang sama. Apalagi dalam era perkembangan teknologi sekarang ini angkatan kerja yang berkelihaian tinggi tidak begitu dibutuhkan. Meskipun orang-orang berpendidikan tinggi memiliki proporsi lebih tinggi dalam pendapatan nasional, tetapi peningkatan proporsi orang yang berpendidikan tinggi dalam suatu bangsa tidak akan secara otomatis meningkatkan ekspansi ataupun pertumbuhan ekonomi.
Beberapa Solusi Pendidikan
Meski demikian, masyarakat sudah terlanjur mempercayai pendidikan sebagai suatu sarana untuk meningkatkan kualitas hidup, yang juga berarti solusi untuk mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan. Mau tidak mau dunia pendidikan harus memperbarui diri, melakukan perubahan sehingga mampu memberdayakan seluruh potensi atau kapasitas kemanusiaan peserta didik. Beberapa tawaran solusi strategis maupun teknis dapat dijadikan bahan pertimbangan, antara lain, Pertama, mengembalikan pendidikan sebagai sektor utama dalam prioritas pembangunan. Pendidikan sebagai induk dan rumah yang melahirkan manusia berkualitas yang menopang kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional.
Kedua, untuk maksud tersebut, praksis pendidikan di tanah air harus dibebaskan dari segala muatan politis. Bahwa pilihan untuk menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama pembangunan nasional sebagai sebuah keputusan politis, tidak harus menjadikan pendidikan sebagai alat politik.
Ketiga, untuk melancarkan hal-hal tersebut masyarakat secara mandiri membentuk kelompok peduli pendidikan dan secara independen melakukan kontrol baik dalam tataran kebijakan maupun oprasional. Karena itu masyarakat harus diberikan keleluasaan untuk mengakses seluruh informasi pendidikan, dan pemerintah wajib menyiapkan dan memberi kemudahan.
Keempat, sekolah kejuruan yang secara konseptual bertujuan mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja harus mampu menyiapkan peserta didik dengan kompetensi yang memadai, bukan saja sekedar memenuhi tuntutan dunia kerja atau tuntutan pasar tetapi mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian , misalnya bengkel seorang lulusan otomotif tidak sampai kalah bersaing dengan bengkel seseorang tidak pernah mengenyam pendidikan.
Kelima, pendidikan nonformal berupa kursus-kursus harus mendapat perhatian dari pemerintah terutama dalam menjamin kualitas penyelenggara.
Keenam, pendidikan kreativitas perlu dijabarkan secara operasional. Sebab sebagaimana terjadi di lapangan, ternyata tidak mudah mengaplikasikan pendidikan kreativitas di sekolah. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk keberhasilan pendidikan kreativitas adalah dengan proses pembelajaran demokratis dengan multi media terutama di kelas VII, VIII, IX di tingkat SMP dan X, XI, XII di tingkat SMA. Meski demikian para guru dapat mengembangkan kreativitas peserta didik dengan hal-hal berikut:
Ketujuh, pendidikan kewirausahaan di lingkungan pendidikan harus mulai digalakkan. Pendidikan ini meliputi pembentukan pola pikir dan skill. Pembentukan pola pikir dapat dibentuk melalui pemberian motivasi sejak awal, menumbuhkan atau memicu keinginan, testimony cerita sukses para pengusaha baik yang berskala kecil, menengah, maupun pengusaha sukses, terutama mereka yang memulai usaha dari nol. Literatur-literatur pun dapat dipergunakan untuk membangun pola pikir terutama kemauan untuk memulai wirausaha. Dengan upaya-upaya seperti di atas maka harapannya pendidikan kreativitas di sekolah betul-betul akan mengembangkan potensi peserta didik. Semoga
*) Penulis adalah guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang
0 Komentar