Perang dagang yang dibuka presiden AS Donald Trump melalui penerapan tarif atau bea masuk, yang disambut pengenaan tarif balasan dari banyak negara yang dimotori China, telah mengguncang dunia.
Tarifnya Donald Trump telah menciptakan turbulensi atau angin beliung bagi perekonomian dan mendatangkan derita bagi rakyat sejagad termasuk termasuk rakyat Amerika. Bahkan, para petani dan peternak Magelang akan kena imbasnya.
Ekonomi guncang, ketika tarif impor diberlakukan karena perusahaan AS yang mengimpor barang dari luar negeri harus membayar lebih. Biaya tambahan ini sering kali diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi.
Selain itu, tarif juga mempengaruhi rantai pasokan global, menciptakan ketidakpastian di pasar, dan memicu ketegangan perdagangan dengan negara-negara mitra.
Di sisi lain, meskipun kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dalam negeri, banyak sektor yang bergantung pada bahan baku impor justru mengalami tekanan, seperti sektor manufaktur yang menggunakan baja dan aluminium.
Untuk melihat siapa yang diuntungkan dan siapa menderita kerugian dari gonjang-ganjing ekonomi ini, sejatinya dapat diulas secara grafik. Dalam kesempatan ini grafik yang sering diunggah di X, dalam beberapa versi namun tanpa narasi.
Digunakan grafis yang sering diunggah untuk menunjukkan bahwa analisis grafis bukan monopoli bidang keilmuan tertentu atau telah menjadi pengetahuan umum.
Untuk memahami grafis di bawah ini, bagi yang berlatar belakang pendidikan non-ekonomi cukup memperhatikan garis putus putus. Bagi yang berlatar belakang ilmu ekonomi, cukup untuk konfirmasi.
Grafis menggambarkan kenaikan harga barang di dalam negeri ketika akibat pengenaan tarif.
Semula, harga yang terbentuk Pworld dan permintaan konsumen atau barang yang dapat diserap pasar sebesar Q4. Permintaan dalam negeri ini dipenuhi oleh produsen dalam negeri Q1 dan didatangkan dari produsen luar megeri sebesar Q4 - Q1.
Ketika, bea masuk / tarif diterapkan maka harga-harga di dalam negeri akan naik menjadi Ptarif. Akibatnya, permintaan turun menjadi Q3. Namun, produksi dalam negeri yang akan terserap pasar sebesar naik menjadi Q2. Selanjutnya, barang impor yang diserap pasar turun sebesar Q3 - Q2.
Akibat pengenaan tarif, produksi dalam negeri meningkat dari Q1 menjadi Q2, yang menandai keuntungan atau surplus produsen seluas trapesium a. Pendapatan pemerintah dari tarif sebesar segi empat c.
Surplus produsen adalah keuntungan yang diperoleh produsen ketika mereka menjual barang atau jasa dengan harga lebih tinggi daripada jumlah minimum yang mereka bersedia terima.
Dalam konteks bisnis, surplus produsen sering kali dikaitkan dengan keuntungan pengusaha.Semakin besar surplus produsen, semakin besar potensi keuntungan bagi pengusaha.
Tiga tujuan tercapai?
Sampai di sini nampak bahwa tiga tujuan penerapan tarif, yaitu untuk menaikkan penyerapan produksi dan keuntungan produsen dalam negeri dan mengurangi defisit perdagangan, dan meringankan defisit anggaran pemerintah, seakan tercapai.
Namun, tiga capaian tersebut diganti dengan pengorbanan konsumen berupa hilangnya surplus konsumen, yang tergambarkan dalam bidang a, b, c, d yang diakibatkan oleh kenaikan harga dan berkurangnya konsumsi.
Surplus konsumen adalah keuntungan yang diperoleh konsumen ketika mereka membeli suatu barang atau jasa dengan harga lebih rendah dari jumlah maksimum yang mereka bersedia bayar. Atau selisih antara harga yang dibayar dan harga maksimum yang dapat diterima oleh konsumen.
Sementara, Indonesia termasuk dalam negara yang tidak membuat balasan pengenaan tarif bagi barang impor dari AS. Justru Indonesia membuka peluang impor beberapa komoditas dari AS.
Dengan kata lain Indonesia membuka lebih besar keran impor, sementara AS dan negara-negara lawannya berusaha menutup keran impor.
Untuk menjelaskan dampak buka kran impor bagi ekonomi Indonesia, grafik di atas dibaca secara terbalik.
Semula, harga yang terbentuk Ptarif dan permintaan konsumen atau barang yang dapat diserap pasar sebesar Q3. Permintaan dalam negeri ini dipenuhi oleh produsen dalam negeri Q2 dan didatangkan dari produsen luar negeri sebesar Q3 - Q2.
Ketika, kuota ditambah atau keran impor dibuka maka harga-harga di dalam negeri akan turun menjadi Pworld. Akibatnya, permintaan naik menjadi Q4. Namun, produksi dalam negeri yang akan terserap pasar sebesar turun menjadi Q1.
Selanjutnya, barang impor yang diserap pasar naik. Barang impor semula Q3 - Q2 menigkat menjadi sebesar Q4 - Q1.
Singkatnya, segaimana ditunjukkan dalam grafis barang impor yang terserap dalam pasar dalam negeri meningkat tajam, sementara produksi dalam negeri turun.
Akibat pengenaan tarif, produksi dalam negeri menurun dari Q2 menjadi Q1, yang menandai keuntungan atau surplus produsen seluas trapesium a, menguap atau hilang. Pendapatan pemerintah dari tarif sebesar segi empat c, juga hilang.
Sekali lagi, konsumen di dalam negeri akan mendapatkan rezeki nomplok, akibat peningkatan barang impor, sebagimana ditunjukkan bidang a, b, c, dan d.
Dimana, semula bidang a adalah keuntungan produsen dalam negeri, bidang c adalah pendapatan pajak pemerintah, bidang b dan d adalah inefisiensi yang ditimbulkan oleh pajak bea masuk atau tarif.
Rejeki nomplok ini secara teknis disebut surplus konsumen. Yaitu keuntungan yang diperoleh oleh konsumen ketika mereka membeli suatu barang atau jasa dengan harga lebih rendah dari yang mereka bersedia bayar.
Namun, jangan terlena karena efeknya sangat komplek bagi sebuah negara / daerah yang tergantung impor untuk semua kebutuhan barang. Misalnya: kemandirian ekonomi, defisit neraca perdagangan, inflasi, keamanan ekonomi dan politik, serta dampak terhadap industri lokal.
Industri lokal dapat kesulitan bersaing dengan barang impor. Akibatnya, banyak perusahaan bisa tutup, menyebabkan PHK dan menurunnya inovasi industri.
Penulis: Budiono, Pemerhati Kebijakan Sosial Ekonomi
0 Komentar