Belakangan ini event berbagai cabang seni sudah mulai menggeliat. Pandemi yang berkepanjangan telah menyita santapan estetika publik untuk dapat menikmati udara segar di luar. Komunitas ingin adanya suatu oase baru untuk dapat mendapatkan penyegaran dan kebugaran dari kesuntukan selama terjadinya pandemi.
Dari berbagai cabang seni baik seni pertunjukan maupun seni rupa, cabang seni pertunjukan, diantaranya seni musik sudah mulai menunjukkan aktivitasya. Di berbagai rumah makan atau cafe di seluruh Magelang seni musik kembali menjadi primadona untuk memberikan menu santapan estetis kepada pengunjung.
Berbagai komunitas atau pandemen musik merebak di mana-mana. Anggotanya tidak dibatasi usia. Mulai dari milenial sampai usia tua, banyak mendatangi rumah makan, rest area atau cafe untuk mengekspresikan diri dalam berolah vokal. Genre lagu yang dilantunkan variatif. Mulai campursari, keroncong, pop Indonesia kenangan, pop Barat, dan berbagai genre lainnya.
Merebaknya komunitas pencinta musik tersebut, pada pertengahan bulan Januari tahun ini di SGPC Magelang diselenggarakan lomba menyanyi vokal spesialis genre lagu kenangan yang pesertanya terdiri dari golongan milenial sampai usia lanjut. Adapun peserta yang mendaftar dari seluruh Magelang, bahkan ada yang dari Temanggung
dan sekitarnya.
Profesionalisme Penyelenggaraan
Untuk menyelenggarakan suatu event lomba memang diperlukan kejelian dalam pengelolaan manajemen mulai dari diseminasi, pelaksanaan, evaluasi, sampai tindak lanjut. Tujuan penyelenggaran harus jelas disertai dengan kontinuitas pasca penyelenggaraan tersebut. Jangan sampai pasca lomba tidak ada tinjak lanjut, sehingga kesan lomba hanya sekadar menuntaskan program kerja.
Profesionalisme dalam penyelenggaraan event merupakan terminologi kunci yang tidak bisa ditawar lagi. Implikasi profesionalisme adalah suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Tentunya apabila event diselenggarakan dengan profesional dapat mereduksi berbagai titik-titik kelemahan dalam implementasi penyelenggaraannya.
Dari berbagai pengamatan event yang diselenggarakan untuk lomba seni vokal oleh lembaga swasta atau kelompok seni, ada beberapa catatan yang bisa menjadi bahan refleksi.
Pertama, optimalisasi diseminasi awal. Untuk diseminasi awal perlu sebaran lebih luas. Tidak terbatas di komunitas saja. Sosialisasi bisa kerjasama dengan berbagai dinas pemerintah terkait agar tersosialisasikan di lembaga-lembaga formal seperti sekolah atau perguruan tinggi. Dengan demikian anak-anak usia sekolah jenjang SMA/SMK juga mahasiswa bisa ikut berpartisipasi.
Kedua, kelengkapan administrasi. Pada saat pelaksanaan perlu disiapkan kelengkapapan administrasi yang dapat mendukung pelaksanaan kegiatan. Seperti presentasi peserta, administrasi daftar ulang, juga stempel kepanitiaan. Stempel ini perlu dipersiapkan. Jangan sampai apabila ada peserta yang membutuhkan stempel SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) panitia tidak mempersiapkan dengan baik.
Keempat, kategori peserta. Panitia perlu jeli memilahkan kategori peserta. Mestinya dipilahkan antara kategori remaja dan orang tua. Walauapun materi lomba sama dari genre lagunya, tentunya kualifikasi dan warna suara peserta dari yang remaja dan orang tua berbeda. Hal itu perlu dilakukan agar nantinya genarasi milennial juga mendapat kesempatan untuk berpacu dalam prestasi. Sementara dari orang tua yang mengikuti dapat kompetetif dengan tingkat usia selevel mereka. Dalam hal fisik, tentunya orang tua tidak mungkin dapat menyamai anak-anak milenial.
Kelima, kenyamanan akomodasi. Perlu kejelian dalam memperhitungkan jumlah peserta dan tempat lomba. Apabila tidak diperhitungkan, akan mengganggu kenyamanan juri, peserta, juga panitia. Di samping itu, untuk kenyamanan peserta lomba diperlukan stage (panggung) pada saat tampil dengan maksud ada pembatas antara peserta dan penonton. Lalu lalangnya panitia atau orang lain di depan juri dan peserta lomba yang tampil tentunya sangat menganggu konsetrasi juri dan peserta. Untuk itu diperlukan tempat yang luas agar kenyamanan bersama dapat diakomodasi.
Keenam, konsistensi regulasi. Penyelenggara perlu konsisten dalam membuat regulasi yang mengatur aturan dalam mengikuti lomba. Semisal usia peserta, domisili, keikutsertaan peserta, dan sebagainya. Sebagai misal, bagi peserta yang berprofesi penyanyi atau pernah mendapat juara tidak diperkenankan mengikuti, panitia harus memegang prinsip agar regulasi tersebut dapat dijalankan seoptimal mungkin.
Ketujuh, independensi pengamat. Panitia perlu jeli juga dalam memilih pengamat yang independen. Apabila lingkupnya kabupaten, bisa mengambil juri di luar kabupaten tersebut. Apabila jangkauan peserta lebih luas lagi, bisa mengambil juri lintas provinsi atau dari akademisi formal seperti Institut Seni Indonesia. Indepensi juri ini diperlukan agar dalam melakukan penilian jauh dari tekanan atau intervensi pihak luar.
Tindak Lanjut
Penyelenggaraan lomba tembang kenangan di Magelang tersebut bisa menjadi refleksi beberapa komunitas lain yang akan menyelenggarakan kegiatan serupa. Kegiatan tersebut layak diapresiasi yang dapat mengakomodasi kerinduan publik pada musik dengan genre tembang kenangan. Publik juga paham bahwa, tembang kenangan merupakan genre yang sampai saat ini masih bisa dinikmati oleh kalangan berbagai usia dan tak lekang oleh pusaran waktu.
Momentum lomba tersebut di samping untuk penjaringan potensi, yang tidak kalah bermanfaat adalah sebagai sosialitas atau silaturahmi antar peserta. Untuk itu kiranya diperlukan tindak lanjut dari pelaksanaan lomba, yaitu diharapkan terbangunnya jaringan kerja sama antar peserta untuk bisa berbagi informasi.
(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)
0 Komentar