Spirit Tamansiswa Sebagai Perintis Pendidikan

Dilihat 3279 kali
Pendampingan guru dengan sistem among kepada peserta didik akan menjadikan materi pelajaran semakin membumi. Lusia Ekaningsih Guru SMKN 1 Magelang memberikan pendampingan secara intensif kepada peserta didiknya.

Setiap warga negara Indonesia pasti sudah mendengar sosok Ki Hadjar Dewatara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Tanggal 3 Juli sebetulnya merupakan tonggak sejarah pendidikan nasional karena pada tanggal 3 Juli 1922 tersebut Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Tamansiswa, sekolah baru yang terbuka untuk dimasuki oleh semua golongan dan diajar oleh guru-guru bangsa sendiri.


Momentum berdirinya Perguruan Tamansiswa waktu itu tidak lepas dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang merasakan akses memperoleh pendidikan yang layak hanya diprioritaskan pada golongan tertentu saja. Diskiriminasi dari pemerintah kolonial untuk membatasi bangsa Indonesia dalam menempuh pendidikan sangat terasa sekali.


Ki Hadjar Dewantara berpendapat dalam rangka mempersiapkan Indonesia merdeka, kecerdasan bangsa Indonesia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pendidikan merupakan ladang penyemai kecerdasan. Namun kecerdasan yang dibutuhkan tidak hanya sekadar kecerdasan intelektual, melainkan sinergitas antara cipta, rasa, dan karsa yang harus sama-sama berkembang.


Bertitik tolak dari landasan berpikir tersebut, pendidikan yang dielaborasikan di Perguruan Tamansiswa didasarkan pada nilai-nilai budaya lokal. Kesenian adalah media untuk menghaluskan budi. Kesenian merupakan bagian dari kebudayaan yang sangat luas jangkauan dan ruang lingkupnya sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Kedudukan kesenian di dalam kebudayaan di seluruh dunia selalu terpakai sebagai ukuran untuk menetapkan rendah tingginya kebudayaan dari sesuatu bangsa. Seni Budaya di Perguruan Tamansiswa pada saat itu bukan hanya sebagai komplementer, melainkan menjadi instrumen pokok dalam proses pembelajarannya.


Dipilih bentuk perguruan mendasarkan pada pemahaman, di tempat perguruan tersebut para pamong (guru) bertempat tinggal, sehingga dapat memberikan pendampingan kepada peserta didik sepanjang waktu. Dipilih terminologi taman, karena Ki Hadjar Dewantara mengharapkan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan untuk belajar, bukan tempat yang membosankan karena terlalu steril dan terkesan eksklusif (Darmaningtyas, 2022).


Teori Trikon


Dalam usianya yang tepat satu abad sekarang ini, sudah tentu Tamansiswa sebagai tonggak berdirinya pendidikan di Indonesia tentu banyak mengalami dinamika perkembangannya selama menapaki jejak waktu yang terus bergulir. Namun, ajaran Ki Hadjar Dewantara tersebut sampai saat ini tak lekang oleh waktu dan terus abadi.


Salah satu pandangan Tamansiswa yang mengisyaratkan bahwa pendidikan dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat saling dipisahkan. Pendidikan akan tidak sampai pada tujuannya apabila mengabaikan nilai-nilai luhur dan budaya masyarakat setempat.


Di Tamansiswa terdapat teori kebudayaan yang sangat dikenal oleh komunitas luas, yaitu Teori Trikon yang di dalamnya berisikan kontinuitas, konvergensi, dan konsentrisitas. Kontinuitas mengangung makna, kita harus selau menjaga nilai-nilai budaya para pendahulu dan melanjutkan kejuangannya dalam implementasinya di dalam kehidupan sehari-hari.


Konvergitas maknanya kita harus memberikan ruang pertemuan antara budaya kita dan budaya manca untuk saling berdialog demi terciptanya budaya baru. Sedangkan konsentrisitas mengandung pemahaman, kita harus dapat memastikan bahwa budaya baru yang tercipta atas bertemunya budaya kita dengan budaya manca adalah budaya yang konstruktif dan lebih bermanfaat untuk kehidupan masyarkat.


Di era keterbukaan informasi seperti sekarang ini, teori Trikon tersebut masih sangat relevan dan semakin diperlukan dalam kehidupan masyarakat termasuk generasi milenialnya. Ketiga aspek tersebut satu sama lain saling berkelindan yang dapat semakin mengokohkan jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya.


Spirit Pendidikan


Sampai saat ini spirit pendidikan Tamansiswa dapat menjadi parameter hakikat sejatinya tujuan pendidikan. Di Perguruan Tamansiswa tujuan pendidikan difokuskan untuk membangun peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, cerdas berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab.


Tujuan pendidikan tersebut yang mendasari pemikiran tujuan pendidikan dikorelasikan dengan kondisi terkini, termasuk kurikulum merdeka yang pada saat ini diberlakukan. Peserta didik perlu diberi ruang kemerdekaan semaksimal mungkin. Meskipun bukan berarti kemerdekaan yang tanpa batas untuk mengembangkan potensi diri yang dimiliki. Diperlukan pendampingan intensif, terarah, dan berkelanjutan agar potensi yang dimiliki peserta didik dapat berjalan paralel dengan kodrat alam.


Usia Tamansiswa yang sudah genap satu abad kali ini, kiranya dapat menjadi momentum agar semua komponen bangsa ini lebih banyak melakukan refleksi bahwa ajaran Ki Hadjar Dewantara sebagasi pendiri Tamansiswa masih tetap aktual untuk diimplementasikan selaras dengan tanda-tanda zaman.


Selamat Hari Lahir Perguruan Tamansiswa tahun 2022.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., alumnus Magister Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar