Keindahan Batik Nusantara

Dilihat 3128 kali
Pembuatan batik tulis di Dusun Ngampel Desa Sengi, Dukun Kabupaten Magelang
Sebagaimana diketahui publik, sejak mendapat legitimasi dan rekognisi UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada 2 Oktober 2009, Indonesia identik dengan nuansa batik yang harmoni dengan kebhinekaan kulturalnya. Indonesia berpendar dengan nuansa batik sebagai penanda proses kreatif dari penciptanya tak pernah berhenti dimakan waktu. 

Sampai saat ini, batik masih dianggap sebagai identitas budaya yang dapat mengakomodasi semua kalangan. Identitas budaya yang dihadirkan di ruang-ruang birokrasi dengan pakain batik pada dasarnya merupakan gerakan kembali pada basis kultural. Pakaian batik menjadi pakaian yang bisa diekspresikan ke ruang publik termasuk di berbagai institusi, bukan lagi hanya sekadar dipakai pada acara pernikahan atau ritual hajatan yang bersifat kedaerahan.

Karya Adiluhung

Batik sejak zaman Majapahit merupakan karya adiluhung atau bisa dikatakan nilai seninya tinggi. Eksisensi batik berangkat dari falsafah tradisi yang sering dipakai sebagai pakaian kebesaran para bangsawan ataupun para ksatria sebagai simbol status sosial. Dalam proses perkembangan selanjutnya baik corak maupun teknik pembuatannya menyebar di seluruh penjuru Nusantara. 

Berdasarkan etimologinya, batik berasalal dari istilah Jawa amba (menulis) dan titik (juga berarti titik dalam bahasa Indonesia). Gabungan kedua suku kata terakhir itulah yang membentuk  kata "batik" dan kemudian diartikan sebagai menghamba titik. Memang titik merupakan desain dominan pada batik.  

Beberapa kota di Jawa berdasarkan catatan historis pernah dijadikan sebagai pusat batik, misalnya di daerah lingkup benteng keraton atau yang disebut voonstenlanden. Wilayah ini terdapat di Solo dan Yogyakarta. Dahulu selain di lingkup keraton, batik tidak ditemui. Dengan kata lain, ia memang dibuat hanya untuk konsumsi keluarga priyayi saja, terutata dalam acara adat, seperti perkawinan. 

Batik dalam acara tersebut memiliki corak dan jenis yang disusuaikan dengan pangkat, gelar, dan lainnya. Bahkan pada masa kolonial Belanda pengaturan pemakaian batik itu diatur dengan besluiten (surat keputusan). Kain batik menjadi salah satu satu bagian dari pakaian resmi dan perlengkapan upacara kebesaran priyayi.

Selain itu juga dikisahkan sejarah pembatikan di Indonesia terkait dengan perkembangan kerajaan Majapahti, penyebaran agama Islam, serta perang Diponegoro. Sejak abad XII, pada masa kerajaan Majapahit, masyarakat Jawa telah mengenal batik. Seni batik berasal dari India, masuk ke tanah air bersamaan dengan masuknya kebudayaan  Hindu yang berhasil menurunkan silsilah Kerajaan Hindu di Nusantara. 

Di sisi lain, penyebaran agama Islam juga turut mengontribusi perluasan penyebaran batik. Peristiwa itu dapat dilihat dari banyaknya pusat pembatikan di Jawa yang merupakan daerah santri. Malahan, batik menjadi alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedagang muslim untuk melawan hegemoni perekonomian Belanda (Majalah Gong, No.106/X/2009).

Makna Simbolis

Dari keindahan itu memunculkan beraneka macam makna simbolis yang dijadikan sebagai panutan dalam ketentuan normatif, hukum, atau semacam tuntutan yang digunakan dalam berbagai kehidupan berkomunitas. Di samping itu batik dapat juga dikatakan sebagai sarana akulturasi budaya. Dikatakan demikian, karena batik dalam elaborasinya sampai sekarang ini terdapat banyak sekali mengalami perubahannya dalam dinamika perjalanan waktu. 

Pada masa Hindu, batik cenderung diwarnai berbagai motif dan corak yang berhubungan dengan agama Hindu. Sedangkan ketika masa Islam masuk, batik juga ditandai dengan corak berbagai motif  islami, walaupun motif-motif dan corak-corak peninggalan Hindu   masih ada sebagai kumulatif saja. 

Demikian selanjutnya sampai sekarang batik diwarnai oleh berbagai macam budaya pada masa batik itu ada. Dari sehelai kain batik ternyata dapat tersirat beraneka makna dan nilai yang berguna bagi kehidupan manusia yang harus berbuat dan menyikapi kehidupannya agar tercipta suatu harmoni dan kebahagiaan hidup. 

Adapun proses pembuatan, pemilihan motif, sampai pada penggunaanya merupakan refleksi budaya yang dikehendaki masyarakatnya. Sebagai misal motif kawung yang diungkapkan sebagai simbol keabadian. Motif parang rusak mempunyai makna menyingkirkan segala macam godaan yang akan merusak sendi-sendi kehidupan. 

Sebagai pakaian identitas suatu bangsa, kini batik tidak lagi bersifat kedaerahan, namun sudah mencerminkan identitas Nusantara. Di sini keindahan busana batik, dapat menyamakan persepsi dan warna identitas daerah melebur menjadi identitas nasional. Dengan demikian batik dapat menjadi perekat kebhinekaan yang ada di tanah air.

Untuk itu, kiranya diseminasi pemakian batik perlu digencarkan terus menerus tanpa henti. Bukan hanya pada level wacana, namun harus sampai tataran praksis. Tentunya semua pihak perlu memberi teladan dengan selalu memakai pakaian batik pada acara tertentu sebagai wujud kebanggaan pada budaya nasional.

Selamat Hari Batik Nasional Tahun 2021.

(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Mertoyudan Kabupaten Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar