Kiat Seniman Mempertahankan Eksistensinya

Dilihat 1781 kali
Seniman Ismanto menggarap seni pahat

Bagaikan air bah gempuran badai pandemi Covid-19 memorakporandakan berbagai sendi-sendi kehidupan. Tak terkecuali juga para seniman. Namun, sejauh ini mereka tidak mau terjebak terus menerus di rumah. Keterkungkungan tetap berdiam di rumah, tanpa melakukan sesuatu, akan membuat mereka kehilangan energi kreativitas. Ujung-ujugnya proses kreatif mereka akan mengalami stagnasi dan waktu yang terbuang sia-sia, tanpa berbuat apa-apa.


Seniman seni rupa Ismanto dari Sanggar Seni Gadhung Melati Dusun Sengi Desa Ngampel, Dukun, Kabupaten Magelang, menyadari bahwa ada bahaya besar apabila tidak segera mengambil keputusan. Ketika pemerintah mengambil keputusan memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) pada awal 2020 ia sudah mulai terbelenggu. Ismanto harus memutar otak untuk segera dapat mengatasi keadaan yang sangat menyulitkan tersebut.


Idenya diawali dari membongkar lukisan-lukisan lama untuk dilelang secara barter. Adapun nilai tukarnya berupa sembako. Melalui media sosial, barternya direspon banyak pihak. Mulai dari personal, pengusaha, maupun media massa lokal sampai nasional. Banyak juga pemesan yang minta lukisan ataupun pahatan baru. Ia pun menyanggupi dengan target waktu yang ditentukan.


Dari sekian banyak pemesan tersebut di samping menukar dengan sembako ada juga yang membeli secara tunai. Namun seperti komitmen awal, uang hasil pesanan lukisan atau seni rupanya tersebut dibelikan sembako untuk dibagikan bagi warga sekitar desanya yang membutuhkan. Suatu tindakan yang patut menjadi kaca benggala, bahwa kepedulian untuk sesama dari sosok Ismanto ini sangat tinggi. Dua tujuan sekaligus tercapai, di samping proses kreatifnya tetap berjalan juga dapat memberikan kontribusi untuk lingkungannya sebagai wujud empati sosial. 


Mengemas Seni Pertunjukan


Lain halnya dengan Eko Sunyoto. Ketua Sanggar Tari Kinara-Kinari Borobudur tersebut melakukan proses kreatif secara virtual. Sanggar yang dikelolanya mengemas seni pertunjukan terutama seni tari dengan memanfaatkan media sosial untuk pembelajaran. Beberapa jenis seni tari untuk semua kalangan diunggah ke media sosial, baik itu tari anak-anak sampai remaja. 


Respon pun bergayut. Banyak beberapa sanggar atau personal yang memesan paket-paket pembelajaran seni tari yang diunggah. Sedangkan branding atau unggulan dari sanggar yang berada di Desa Wanurejo Borobudur tersebut adalah Tari Kinara-Kinari yang terinspirasi dari relief-relief di Candi Mendut. Dengan memanfaatkan fasilitas teknologi informasi, Eko Sunyoto beserta tim kreatifnya berupaya terus bertahan dan berkarya di tengah pandemi.


Aktivitas serupa dilakukan juga oleh pemusik Gunarso. Pemusik dari Desa Purwosari, Tegalrejo Kabupaten Magelang ini terus melakukan proses kreatif di tengah-tengah pandemi. Selain bertani, Gunarso memanfaatkan momentum tersebut dengan lebih jeli dalam mengamati selera penonton.

Di samping itu, ketika job banyak berkurang ia gunakan untuk memperbaharui koleksi perbendaraan lagu dan memperbaiki kualitas koleksi lagu-lagu yang ada sehingga tidak ketinggalan dalam setiap perkembangan genre musik. Adapun kecerdasan Gunarso yakni mengolah manajemen seni pertunjukannya dengan pengelolaan yang sistematis. Ketika banyak job, sebagian hasilnya disisihkan untuk antisipasi bila keadaan sulit (Wawancara, 2/10/2021).


Hikmah Pandemi


Apa yang dilakukan oleh Ismanto, Eko Sunyoto, dan Gunarso adalah sebagaian kecil dari ribuan seniman yang tetap melakukan proses kreatif dalam mempertahankan eksistensinya. Meski mengalami kerugian ekonomi, pandemi juga menimbulkan dampak positif. Dengan adanya pandemi, seniman memiliki banyak waktu untuk lebih menggali kompetensi diri. 


Tersedianya banyak waktu luang, semakin banyak orang yang mengeksplorasi diri dalam berkarya. Imbas positifnya selama pandemi semakin banyak bermunculan seniman-seniman baru dengan karya inovasinya yang memang tidak membatasi ruang untuk berkreasi. Justru karya inovasi tersebut dapat menambah khazanah baru sebagai penanda progresnya proses kreatif. 


Dengan demikian selama pandemi ini dapat menjadi media refleksi bagi seniman dengan terus berkarya. Tentunya perlu dilakukan terobosan-terobosan baru. Bagaikan dalang yang tak kehabisan cerita. Sampai saat ini seniman tak berhenti berkarya, dengan segala keterbatasannya. Mereka berusaha mengubah keluhan menjadi kebahagiaan dengan tetap berkarya yang dapat membahagiakan orang lain. Seperti yang dilakukan Ismanto, manakala karya seni rupanya laku, namun bisa juga membahagiakan orang lain.


Kita sangat mengapresiasi dengan ketegaran para seniman menghadapi cobaan pandemi ini. Mereka pada umumnya tetap mempertahankan eksistensinya dengan tetap berkarya sesuai dengan profesinya. Mereka telah menunjukkan jati dirinya dalam menumbuhkan sikap dan prinsipnya. Inilah sejatinya yang dinamakan manusia berbudaya. Mereka senantiasa tidak mengenal lelah untuk terus mengolah energi positifnya dan tidak menyerah pada keadaan. Karena disadari seni sebagai bagian dari ruang kebudayaan tidak akan sirna baik pada saat ini maupun masa datang. 


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Mertoyudan Kabupaten Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar