Wayang Sebagai Tuntunan Kehidupan

Dilihat 12147 kali
Wayang merupakan seni pertunjukan yang sarat akan nilai humaniora sebagai tuntunan kehidupan manusia

Dalam ranah seni pertunjukan, apabila publik menyaksikan seni pertunjukan wayang, kiranya tidak bisa lepas dari perilaku kehidupan manusia di muka bumi ini. Wayang merupakan simbol kehidupan manusia yang mempunyai paparan lengkap. Di dalamnya memuat kandungan intensitas filosofis seiring dengan jentera kehidupan manusia yang siklusnya selalu berputar bagai cakra manggilingan.


Di samping itu, wayang merupakan salah satu warisan budaya yang tak ternilai harganya. Pewarisannya sudah turun temurun. Sebagai hasil kebudayaan, wayang memiliki nilai hiburan yang mengandung cerita pokok dan juga berfungsi sebagai media komunikasi. Penyampaian dalam narasinya diselingi pesan-pesan yang menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga memiliki nilai pendidikan.


Variasinya dapat meliputi segi kepribadian, kepemimpinan, kebijaksanaan, dan kearifan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Adapun jenis wayang tersebut bermacam-macam selaras dengan dinamika perkembangan zaman, seperti wayang kulit, wayang orang, wayang beber, wayang golek, dan sebagainya.


Pertunjukan wayang dapat dimaknai sebagai pertunjukan tentang bayang-bayang atau refleksi manusia. UNESCO lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 7 November 2003.


Sedangkan penetapan Hari Wayang Nasional telah terbit payung hukumnya melalui Keppres 30 Tahun 2018. Dalam dinamika dan proses perjalanan waktu, wayang telah tumbuh dan berkembang menjadi aset nasional yang memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa.


Cermin Kehidupan


Pada dasarnya, wayang tidak sekedar tontonan. Karakter dan sifat tokoh-tokoh wayang merupakan cermin kehidupan manusia. Dalam wayang terdapat tokoh suci, jujur, baik hati, bijaksana, lembut, namun ada pula yang kasar, curang, dan jahat. Setiap lakon dalam wayang diisi dengan ungkapan yang mengandung pitutur atau nasehat hidup serta kekayaan falsafah Jawa. Pitutur tersebut biasa diucapkan oleh tokoh para dewa, raja, resi, pendeta, para sepuh, atau oleh dalangnya sendiri.


Di balik sosok wong cilik dalam wayang yang diwakili oleh Punakawan, diceritakan memiliki kesaktian setara bahkan melebihi para satria yang diasuhnya. Singkat kata, dengan mengenal wayang dapat dipelajari pesan moral tentang perilaku baik dan buruk.


Seni wayang terdapat kearifan lokal yang bermanfaat untuk membangun karakter dan jati diri bangsa Indonesia yang tergambarkan melalui watak tokoh dalam wayang.


Jati diri bangsa sebagai nilai identitas masyarakat harus dibangun secara kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. Caranya, dengan menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sejak dini kepada generasi milenial. Harus dipahami, nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang ketinggalan zaman sehingga ditinggalkan, tetapi dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi.


Dengan demikian pembentukan jati diri pertunjukan wayang yang lebih banyak memainkan peranannya. Sedangkan media berupa penggunaan alat dan bahan berfungsi secara tidak langsung untuk memperkaya pertunjukan wayang tersebut. Jati diri di sini tidak lain adalah karakteristik jiwa bangsa yang bersumber dari akar budaya masing-masing (Nur Fajrie, 2013).


Karakteristik bangsa dengan sendirinya juga akan membentuk jati diri pada generasi milenial Indonesia. Penokohan dan kisah dalam wayang dapat dijadikan ide, gagasan dalam menyajikan konsep-konsep pendidikan melalui media yang cocok dengan psikologi mereka yang sedang bertumbuh. Pendidikan budaya memegang peran penting di sini sehingga pembelajaran seni budaya perlu dioptimalkan di masing-masing satuan pendidikan mulai pendidikan dasar sampai pendidikan menengah.


Wayang Masuk Sekolah


Dalam rangka hari wayang nasional dan dunia pada bulan November ini, masih ada beberapa pemikiran diantaranya agar wayang bisa masuk ke sekolah baik dalam pelajaran intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Pemerintah dan juga beberapa sanggar bisa membuat program kerja wayang masuk sekolah yang ditindaklanjuti dalam aksi konkret.


Hal itu bisa dilakukan dengan penawaran program kepada sekolah. Bisa juga untuk jenjang pendidikan dasar bisa kerjasama dengan KKG (Kelompok Kerja Guru). Sedangkan untuk jenjang pendidikan menengah bisa kerjasama dengan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran).


Program bisa berbentuk pelatihan dan pentas wayang di sekolah. Peserta didik dimohon mengikuti dan membuat laporan untuk dipresentasikan dari hasil pelatihan atau menyaksikan pertunjukan tersebut. Langkah-langkah pertama itu perlu dilakukan walaupun sederhana. Dalam proses perjalanan waktu peserta didik akan lebih mengenal wayang yang sarat akan nilai humaniora tersebut, karena mengalami langsung dalam pelatihan dan penyajian wayang di sekolahnya.


Mereka akan dapat mengenal tokoh-tokoh hero dalam wayang seperti Gatotkaca, Sumantri, Adipati Karna, dan tokoh lainnya. Tidak hanya mengenal tokoh Superman, Batman, Godam, dan lain-lain. Untuk itu ranah imajinasi mereka perlu diarahkan pada tokoh heroik dalam wayang yang tak kalah nilai karakternya. Bila pengenalan tokoh wayang tersebut dibiasakan kontinuitasnya, niscaya karakter dan kecintaan mereka pada wayang akan terbentuk dan semakin membumi.


Selamat Hari Wayang Dunia dan Nasional Tahun 2021.


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Mertoyudan, Kabupaten Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar