Tangan Telaten Dariyah Membuat Nasi Jagung, Merawat Ketahanan Pangan

Dilihat 88 kali
Dariyah, warga Desa Jati, Kecamatan Sawangan, Magelang mengolah nasi jagung.

BERITAMAGELANG.ID - Sumber pangan karbohidrat pengganti nasi semakin jarang ditemui. Ketahanan pangan bergantung pada variasi sumber makanan pokok alternatif.  


Sekarang di pasar tidak lagi mudah mencari makanan dasar berbahan jagung, singkong, pisang, talas, kentang, dan sagu. Rata-rata bahan sudah diolah menjadi beragam makanan ringan atau serba instan.


Tidak semua pasar masih ada penjual nasi jagung, tiwul, atau talas kukus. Apalagi mencari dimana pembuatnya, tentu butuh usaha yang lebih sulit lagi.


Di Desa Jati, Kecamatan Sawangan, masih ada perajin yang rutin membuat nasi jagung setiap hari.  


Usia Dariyah kini 67 tahun. Dia mungkin satu-satunya orang di Desa Jati yang masih setia membuat nasi jagung untuk dijual.


Di Jati masih ada segelintir warga yang sering mengonsumsi nasi jagung sebagai selingan. Tapi rata-rata mereka membuat nasi jagung untuk kebutuhan sendiri.


Beda Grontol Jagung


Berbeda dengan grontol, makanan khas Yogyakarta yang terbuat dari kukusan pipilan jagung ditaburi gula pasir, proses pembuatan nasi jagung jauh lebih njlimet dan lama.


Sebelum diproses, jagung harus diolah terlebih dahulu menjadi tepung jagung. Agar memudahkan proses penggilingan, biji jagung harus direndam selama tiga hari agar teksturnya menjadi lebih lunak.


Tepung jagung kemudian dijemur hingga kering. Sebelum dikukus, tepung jagung dicampur dengan sedikit air dingin.  


Setelah dikukus selama 20 menit, tepung jagung diangkat sebentar. Di atas tampah, pelan-pelan tepung jagung dicampur dengan air hangat untuk kemudian dikukus kembali. 


Proses membasahi tepung jagung diulangi 2 kali, hingga didapatkan tekstur yang kering tapi pulen.


"Menakar airnya cuma mengandalkan perasaan. Kalau air hangatnya terlalu banyak, nasinya nanti jadi lengket. Tapi kalau terlalu dingin, nasinya anyep," kata Dariyah.


Tidak ada takaran pasti dalam proses membuat nasi jagung. Dariyah mengandalkan pengalamannya yang sejak kecil terbiasa membuat nasi jagung.


Tidak semua orang bisa membuat nasi jagung sehingga menghasilkan tekstur dan rasa yang enak. Bahkan Sri Widayati, putri sulung Dariyah mengaku tidak sanggup membuat nasi jagung selihai ibunya.


"Cuma tangan orang sepuh berpengalaman yang bisa membuat nasi jagung enak," ujar Sri.


Bantuan UMKM


Selama ini Sri hanya membantu memasarkan nasi jagung buatan ibunya. Salah satunya melalui kelompok UMKM yang dibentuk Pemerintah Desa Jati.


Dari kelompok usaha kecil itu, Sri belajar mengemas nasi jagung kering dalam kemasan plastik. Harga jual nasi jagung kering sekitar Rp28.000 per kilogram.


Melalui kelompok usaha kecil, Sri sering mendapat pesanan nasi jagung dari dinas pemerintah atau kepolisian.


"Buat oleh-oleh kalau ada tamu dari dinas. Biasanya minta nasi jagung saja tanpa lauk."   


Pesanan umumnya dikemas dalam besek plastik atau anyaman bambu sesuai permintaan. Satu besek plastik nasi jagung dijual seharga Rp15.000 hingga Rp20.000.


Sehari-hari Dariyah menitipkan nasi jagung lewat pedagang sayur keliling. Satu bungkus nasi jagung lengkap dengan lauk ikan asin, sambal, dan kluban (urap), dijual seharga Rp2.500.


"Setiap hari saja buat sekitar 30 bungkus nasi jagung. Banyak yang suka. Paling nanti kembali lagi nggak terjual sekitar dua bungkus. Sisanya ya dimakan sendiri," kata Dariyah.


Keuntungan dari menjual nasi jagung tidak seberapa. Selain harga jualnya murah, bahan baku biji jagung saat ini lumayan mahal berkisar Rp9.000 per kilogram.


Padahal berat biji jagung akan susut sekitar separonya setelah menjadi nasi jagung.


"Dari 3 kilo jagung paling hanya jadi 1,5 kilo nasi jagung. Katulnya kan banyak." 


Menurut Sri Widayati, nasi jagung saat ini belum dikenal luas oleh masyarakat. Pembelinya kebanyakan orang yang kangen masakan tradisional atau menjalani diet makan nasi.


"Anak sekarang mana kenal nasi jagung. Mereka tahunya nasi putih. Padahal nasi jagung lebih sehat," kata Sri.   


Potensial Ketahanan Pangan


Sri berharap pedagang nasi jagung mendapat bantuan modal, sehingga bisa membeli jagung pipilan dalam jumlah lebih banyak dengan harga lebih murah.


Dengan modal minim, rata-rata Dariyah hanya mampu membeli paling banyak 25 kilogram biji jagung. Jumlah itu cukup untuk 8 kali produksi nasi jagung.


Selain modal, Sri juga berharap pemerintah membantu mempromosikan nasi jagung sebagai makanan pengganti nasi. Ini sejalan dengan program ketahanan pangan yang sedang diupayakan pemerintah. 


Dari segi ketersediaan bahan baku, Sri berharap banyak petani di sekitarnya digerakkan untuk menanam jagung.  


"Kalau bisa petani juga dikasih bantuan dan didorong untuk menanam jagung. Kalau ada yang tanam jagung di sekitar sini kan harganya nanti bisa lebih murah," harapnya.


Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah produksi jagung di Kabupaten Magelang pada 2024 menunjukkan peningkatan. Luas panen jagung mencapai 1.514 hektare dengan hasil 10.531 ton.



Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar