BERITAMAGELANG.ID - UNESCO menggelar pameran bertajuk "Sambatan: Bongkar Pasang Pengetahuan Omah Jawa Mbuduran" yang menampilkan pengetahuan hidup, keterampilan, dan makna budaya yang tertanam dalam rumah Jawa. Pameran berlangsung di Balkondes Giritengah Kecamatan Borobudur pada 14-20 Desember 2025.
Pameran ini menyoroti bagaimana peran arsitektur vernakular (berkembang secara alami) dalam membentuk identitas dan lanskap budaya kawasan Candi Borobudur.
"Kami menghadirkan berbagai kegiatan edukatif dan kebudayaan, mulai dari lokakarya praktis, talkshow, kolaborasi seniman, program residensi, dan tur edukatif terpandu," kata panitia kegiatan, Agni Malagina yang dihubungi Senin (15/12).
Ia mengatakan, kegiatan ini ditujukan bagi komunitas lokal, para profesional, mahasiswa, penyandang disabilitas, dan masyarakat umum.
Seluruh rangkaian kegiatan dirancang untuk memperkuat partisipasi publik melalui pertukaran budaya yang bermakna dan komunikasi antargenerasi.
Dengan mendorong partisipasi aktif dan dialog terbuka, pengunjung diajak berinteraksi dengan praktik seni dan gagasan budaya secara kolaboratif, memperdalam apresiasi, serta memperkuat kohesi sosial, sehingga menjadikan pameran ini sebagai ruang belajar bersama dan eksplorasi kreatif yang dinamis.
Agni juga menyampaikan, kegiatan ini dihadiri Kepala Unit Kebudayaan Kantor Regional UNESCO di Jakarta, Moe Chiba, yang menekankan pentingnya melestarikan arsitektur vernakular sebagai unsur esensial yang tak terpisahkan dari identitas budaya dan keberlanjutan.
Omah Mbuduran dinilai bukan hanya sekadar bangunan, namun mencerminkan nilai pengetahuan, dan cara hidup masyarakatnya. Diharapkan, dengan pameran ini, warisan budaya tak benda bisa hidup berdampingan dan membentuk bagian esensial dari Situs Warisan Dunia Kawasan Candi Borobudur.
Rumah-rumah vernakular yang diwariskan dan terus beradaptasi dari generasi ke generasi, merupakan wujud keberlanjutan yang kuat, merefleksikan peran keterampilan lokal dan praktik keseharian dalam membentuk kehidupan di sekitar Borobudur, melampaui keberadaan monumen itu sendiri.
"Namun, seperti yang disampaikan Moe Chiba, keberadaan rumah-rumah ini menghadapi berbagai ancaman, mulai dari pelapukan bambu dan kayu, berkurangnya warisan pengetahuan antar generasi, hingga tekanan modernisasi yang kerap mengabaikan kearifan lokal," kata Agni.
Seiring meluasnya penggunaan material dan metode konstruksi modern, keseimbangan rapuh yang selama ini menghubungkan arsitektur, budaya, dan alam pun kian terancam hilang. Yang terancam hilang bukan hanya bangunan, tetapi juga cara hidup yang mereka dukung.
Direktur Eksekutif Pusat Dokumentasi Arsitektur, Febriyanti Suryaningsih menambahkan, komunitas lokal, para tukang bangunan, perajin kayu dan tembikar, serta pelaku budaya di Kawasan Borobudur bekerja sama untuk menghidupkan kembali praktik berkelanjutan dan terjangkau yang berakar pada tradisi. Proyek ini mengungkapkan beragam metode yang tangguh terhadap iklim, seperti penggunaan bahan lokal, desain pasif, dan pemanfaatan ulang, yang tetap relevan hingga saat ini.
"Keterlibatan masyarakat sangat penting karena mereka adalah pemegang pengetahuan dan penjaga kelestariannya. Peran kami adalah membantu mengumpulkan, menafsirkan, dan membagikan pengetahuan ini melalui dokumentasi dan keterlibatan publik agar tetap relevan bagi generasi mendatang," jelas Febriyanti.
Kurator pameran, Rifandi menambahkan, pameran ini menghadirkan hasil dokumentasi kepada publik dengan menyoroti hubungan antara fungsi, estetika, dan praktik kehidupan sehari-hari dalam pembangunan rumah Jawa Mbuduran, sekaligus relevansinya terhadap tantangan masa kini.
Camat Borobudur, Subiyanto menyampaikan terima kasih kepada UNESCO dan penyelenggara pameran yang telah menghelat kegiatan luar biasa ini. Menurutnya, pameran ini sangat bermanfaat untuk mengetahui corak tradisional rumah Mbuduran seperti apa.
"Ini sejalan dengan pengembangan landscape budaya Borobudur," katanya.
Berbagai kegiatan dalam pameran digelar, yaitu workshop, seminar dan kunjung rumah tradisional nantinya akan, dirumuskan, kemudian ditampilkan menjadi corak tradisionalnya omah Mbuduran.
Subiyanto mengatakan, selama pameran ini, akan banyak terjadi komunikasi interaksi tentang omah Mbuduran, seperti dari sisi arsitekturnya, filosofi, dan juga nilai-nilai spiritualnya. Hal itu akan menambah khasanah budaya Borobudur sebagai bagian dari landscape budaya Borobudur.
0 Komentar