Bajingan, Rasanya Tidak Seseram Namanya

Dilihat 1921 kali
Agus prayitno pemilik gubug kopi di dusun Sanderan 1 desa Karangrejo kecamatan Borobudur kabupaten Magelang saat sedang membuat bajingan

BERITAMAGELANG.ID - Menyebut "Bajingan" tentu konotasi kita untuk menyumpahi orang yang telah berbuat jahat, licik atau menyeramkan. Namun, Bajingan yang satu ini adalah sebutan untuk nama panganan yang banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Magelang. Di kawasan wisata seputar Borobudur, Bajingan menjadi sajian yang khas untuk para tamu. Makanan ini juga menjadi cemilan warga setempat.


Berbahan dasar ketela, rasanya manis dan cenit-cenit.Warga Borobudur menyukai makanan ini, karena selain enak juga mengenyangkan. Jadi, rasa bajingan tidak seseram namanya.


Di wilayah Borobudur banyak terdapat pohon ketela, sehingga warga mudah mendapatkan. Makanan ini juga sering dibawa untuk bekal petani menuju kebun atau sawah. Dulu kala, ketela menjadi makanan pokok lantaran masih sulit mendapat beras.


Banyak cerita yang beredar mengapa makanan ini dinamakan bajingan. Bahkan banyak yang mengatakan, kalau bajingan adalah sebutan untuk kusir gerobak sapi. Namun ada juga yang menyebut, karena makanan ini terlalu enak, maka disebut 'bajingan'. Sehingga bisa dikatakan, setiap daerah memiliki cerita sendiri tentang bajingan.


Lalu bagaimana sejarah nama bajingan di wilayah Borobudur Kabupaten Magelang?. Menurut Agus Prayitno, warga Sanderan I Desa Karangrejo Kecamatan Borobudur, nama bajingan ini tidak terlepas dari suatu peristiwa yang sering dialami kalangan penderas air nira.


Menurut cerita kakek neneknya, di Borobudur terutama di desanya, banyak terdapat pohon kelapa. Mayoritas penduduk berprofesi sebagai penderas air nira. Setiap hari pagi dan sore, mereka menderas air nira.


Namun yang sering membuat jengkel para penderas ini, air nira dari satu pohon kelapa yang seharusnya bisa dua liter, hanya bisa diambil separuhnya saja atau satu liter. Hal itu bisa terjadi lantaran air nira sudah diambil dulu oleh bajing atau tupai.


Air nira ini, oleh penduduk kemudian dijadikan gula jawa. Dalam proses membuat gula jawa, nira harus di rebus lebih dulu hingga 3-4 jam lamanya. Sambil menanti nira matang menjadi gula jawa, maka pembuat gula jawa sering memasukkan ketela agar memiliki rasa manis.


Menurut Agus, biasanya saat nira 'Angrup' atau mendidih untuk yang pertama kali, pembuat gula jawa memasukkan ketela mentah, kemudian ikut direbus, tanpa menambah garam atau apapun. "Kalau ditambah garam atau pandan, khawatir akan berpengaruh pada rasa gula jawanya. Jadi ketela dimasukkan pada nira yang sudah angrup begitu saja selama 1-1,5 jam sampai ketela empuk," terang Agus.


Karena nira yang dibuat gula jawa sudah berkurang dimakan bajing, maka ketela yang dimasukkan dalam air nira dinaman bajingan. Artinya, ketela dimasak dengan menggunakan air nira sisa bajing."Jadi kakek nenek saya menamakan ketela dengan  bajingan. Demikian juga warga juga mengatakan demikian," terang Agus.


Saat ia kecil, sering makan bajingan karena saat itu beras masih sulit. Kakek neneknya sering membuat sarapan dari ketela. selain dibuat bajingan, kadang ketela di bakar begitu saja.


Diakuinya, tidak ada warga yang khusus membuat bajingan untuk dijual. sampai sekarangpun juga tidak ada. Karena makanan ini hanya untuk cemilan rumahan saja.


Karena memiliki nilai sejarah yang cukup eksotik, Agus yang kini memiliki cafe yang diberi nama  'gubug kopi', menjadikan makanan khas ini sebagai unggulan menu. Cafe ini juga menawarkan kunjungan edukatif dengan unggulan gula jawa. Pengunjung bisa menyaksikan langsung pembuatan gula jawa termasuk membuat bajingan. 


Mugiyono (71) warga setempat juga mengatakan hal sama, ketela manis yang direbus dengan air nira di sebut bajingan.  Karena nira yang direbus untuk gula jawa sudah berkurang dimakan nira.


"Misal kita akan merebus ketela lima kg, namun hanya cukup 2,5 kg saja, karena air niranya sudah berkurang. Jadi kami menyebutnya ketela bajingan, artinya ketela direbus menggunakan air nira sisa bajing," jelasnya.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar